Liputan6.com, Jakarta Ekonomi Asia diperkirakan akan tetap mendapat peluang pertumbuhan meski adanya ketegangan perdagangan global. Optimisme itu diungkapkan oleh Wakil Perdana Menteri Singapura, Gan Kim Yong.
"Meskipun sebagian dari kita di Asia mungkin tidak terpengaruh secara langsung, dampak dari meningkatnya tarif dan perang dagang dapat menyebabkan gangguan besar pada rantai pasokan, memperlambat arus perdagangan dan investasi, dan secara signifikan menghambat pertumbuhan ekonomi global," kata Gan Kim Yong, dikutip dari CNBC International, Rabu (12/3/2025).
Baca Juga
Gan Kim Yong menuturkan, ada alasan untuk tetap optimis terhadap Asia, di mana ekonomi kawasan tersebut diproyeksikan akan berkembang dari sekitar 50% PDB dunia saat ini menjadi sekitar 60% pada tahun 2030.
Advertisement
Asia Tenggara juga diproyeksikan akan menjadi ekonomi terbesar keempat di dunia pada tahun 2030, Wakil PM Singapura menyoroti.
“Asia kemudian harus diposisikan sebagai area perdagangan yang terbuka, terpadu, dan inovatif,” ucapnya.
“Banyak dari kita di Asia menyaksikan dengan cemas tarif Presiden Donald Trump pada tiga mitra dagang terbesar AS, dan rencananya untuk lebih banyak lagi, termasuk tarif timbal balik untuk menyamai bea masuk atas ekspor AS,” papar Gan Kim Yong dalam wawancara CONVERGE LIVE CNBC di Singapura.
Di sisi lain, meskipun dampak langsung dari tarif AS terhadap Singapura kemungkinan akan "terbatas" karena negara tersebut mengalami defisit perdagangan dengan AS, konsekuensinya tidak dapat diremehkan dalam jangka panjang.
Pada tahun 2024, AS mengalami surplus perdagangan dengan Singapura sebesar USD 2,8 miliar.
“Rantai pasokan dan pola perdagangan akan bergeser, karena perusahaan menilai lokasi untuk basis produksi mereka, yang menyebabkan gesekan yang lebih besar dan biaya yang lebih besar dalam ekonomi global yang dapat memperlambatnya,” kata Gan Kim Yong.
Bukan Indonesia, Negara Ini Bakal Cetak Rekor Pertumbuhan Ekonomi Tertinggi Se-Asia
Bank Dunia memperkirakan bahwa Vietnam akan menjadi negara dengan catatan pertumbuhan ekonomi tertinggi di tahun 2025-2026.
Mengutip laporan Global Economic Prospects edisi Januari 2025, Selasa (28/1/2025) Bank Dunia meramal pertumbuhan ekonomi Vietnam di kisaran 6,6% di 2025. Namun, angka tersebut diperkirakan menurun ke kisaran 6,3% di 2026.
Pertumbuhan Vietnam berada di kisaran yang tak jauh di Filipina, yang diproyeksikan Bank Dunia tumbuh 6,1% tahun ini dan 6,0% pada 2026.
Sementara itu, Bank Dunia memproyeksi ekonomi Indonesia tumbuh 5,1% di 2025 dan berlanjut stagnan di angka tersebut hingga 2026.
Bank Dunia juga meramal ekonomi Malaysia bakal tumbuh 3,7% di 2025 dan stagnan di angka yang sama hingga 2026 mendatang.
Adapun Thailand yang diperkirakan tumbuh 2,9% tahun ini dan melambat ke angka 2,7% pada tahun 2026.
Advertisement
Ekonomi China
Perekonomian China juga diramal melambat dari 4,5% tahun 2025 ke 4,0% pada 2026 mendatang.
Secara keseluruhan, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik (EAP) akan melambat menjadi 4,6 persen pada tahun 2025 dan 4,1 persen pada tahun 2026, atau turun dari perkiraan 4,9 persen pada tahun 2024.
Perlambatan ini mencerminkan perlambatan lebih lanjut di Tiongkok.
"Risiko terhadap prospek tetap condong ke sisi negatif dan berpusat pada pergeseran kebijakan global yang merugikan, khususnya yang berkaitan dengan kebijakan perdagangan,dan perlambatan yang lebih tajam di China," jelas Bank Dunia dalam laporannya.
Badan tersebut juga mengungkapkan, risiko penurunan lebih lanjut mencakup limpahan dari meningkatnya konflik, terutama di Timur Tengah, dan bencana alam terkait perubahan iklim.
Prospek pertumbuhan AS, inflasi global, dan kebijakan moneter masih tidak pasti. Kondisi ini menghadirkan risiko positif dan negatif bagi kawasan tersebut.
"Risiko terhadap prospek EAP tetap condong ke sisi negatif dan berpusat pada pergeseran kebijakan global yang merugikan, terutama kebijakan perdagangan, dan pertumbuhan yang lebih lemah dari yang diharapkan di China, dengan limpahan ke negara-negara lain di kawasan tersebut," papar Bank Dunia.
