Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian tengah menyiapkan produk perkebunan Indonesia untuk bisa bersaing di tengah kebijakan anti deforestasi Uni Eropa. Hal tersebut termasuk komoditas dari kelapa sawit.
European Union Deforestation-free Regulation (EUDR) mengharuskan komoditas yang di ekspor ke sana mengantongi sertifikasi khusus. Utamanya terbebas dari risiko eksploitasi wilayah hutan.
Baca Juga
Tim Ahli Dasbor Nasional Informasi dan Data Komoditi Berkelanjutan Indonesia Kemenko Perekonomian, Diah Suradiredja mengatakan pihaknya menujuk PT Surveyor Indonesia untuk mempersiapkan sistem pemantau rantai pasok.
Advertisement
Ketetapan itu tertuang dalam Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 178 tentang Komite Pengarah Dasbor Nasional Data dan Informasi Komoditi Berkelanjutan Indonesia.
"Pengembangan National Dashboard adalah kebutuhan Indonesia untuk menjawab semua regulasi hijau secara global. PT Surveyor Indonesia diamanahkan untuk mengembangkan sistem dari dasbor tersebut dan dapat kami katakan bahwa progres-nya sudah sangat cepat," ujar Diah dalam keterangan resmi, Rabu (22/5/2024).
Atas mandat tersebut, Surveyor Indonesia bertanggung jawab atas beberapa hal. Pertama, penyiapan dan pengembangan sistem Dasbor Nasional Data dan Informasi Komoditi Berkelanjutan Indonesia.
Kedua, penyiapan pelaksanaan uji coba sistem dasbor nasional dan menyiapkan laporan kepada Komite Pengarah. Ketiga, bekerja sama dengan kementerian/lembaga teknis terkait data dan informasi komoditi berkelanjutan Indonesia.
Sementara itu, Direktur Utama PT Surveyor Indonesia, Sandry Pasambuna mengatakan, pihaknya sudah menjalin komunikasi dengan Kementerian Pertanian. Disepakati untuk melakukan memperbaiki tata kelola beberapa komoditas unggulan ekspor RI.
"Pertemuan tempo hari membahas pengembangan sistem traceability komoditas perkebunan sebagai bagian dari upaya bersama untuk memperbaiki tata kelola data komoditas kelapa sawit, kakao, karet, dan kopi dalam menghadapi regulasi pasar global, seperti EUDR,” tuturnya.
Menjawab Tantangan Pasar
Direktur Sumber Daya Manusia PT Surveyor Indonesia, Lussy Ariani Seba menyebut persiapan penelusuran rantai pasok komoditas seperti sawit harus dilakukan sejak dini. Mengingat kebijakan anti deforestasi Uni Eropa berlaku 1 Januari 2025.
"Sebagai solusi dan upaya dalam merespons arah kebijakan dan tantangan pasar global, kami mengembangkan sistem ketertelusuran komoditas nasional yang didalamnya termasuk aktivitas pengumpulan dan manajemen data, pemetaan, registrasi, ketertelusuran petani/pekebun yang relevan dengan komoditas kelapa sawit, kopi, coklat, dan karet," kata Lussy.
Ke depan, PTSI juga akan melakukan uji coba aksesibilitas untuk menguji dan memperkuat aspek dan fitur sistem penelusuran yang penting bagi para actor rantai pasok industry komoditas.
"Upaya ini juga sangat bergantung pada kolaborasi dan keterlibatan aktif dari pihak-pihak yang berkepentingan,” kata dia.
Pada kegiatan sosialisasi ini juga dilaksanakan penandatangan Non-Disclosure Agreement (NDA) antara PT Surveyor Indonesia dan PT Sinarmas Agro Resources dan Technology Tbk, sebagai simbolis penggerak bagi pihak swasta ataupun pengelola komoditas untuk turut serta dalam penerapan dan pemanfaatan penuh Dasbor Nasional Komoditas Berkelanjutan.
Advertisement
Pengusaha Minta Kebijakan EUDR Ditunda
Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Marton, mengaku saat ini pihaknya bersama Pemerintah meminta kepada Uni Eropa untuk menunda penerapan kebijakan Deforestasi Uni Eropa (European Union Deforestation-free Regulation/EUDR) hingga 2026.
"Kita mendukung perjuangan pemerintah untuk (EUDR) minta diundur menjadi di tahun 2026. Kenapa demikian? karena petani-petani kita belum siap," kata Eddy Martono, dalam konferensi pers Syukuran Ulang Tahun GAPKI ke-43 tahun, di Jakarta, Selasa (27/2/2024).
Uni Eropa akan menerapkan regulasi EUDR pada Januari 2025. Regulasi tersebut memberlakukan benchmarking atau pengelompokan negara eksportir berdasarkan tingkat risiko deforestasi, yakni ‘Tinggi Risiko’, ‘Risiko Menengah’ dan ‘Rendah Risiko’.
Berdasarkan standard UE, Indonesia dinilai sebagai negara dengan penghasil komoditas yang memiliki risiko deforestasi tinggi, salah satunya melalui ekspor minyak kelapa sawit.
AS Bantu Indonesia Tangani Deforestasi
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan, Indonesia berhasil membuat kesepakatan kerja sama dengan Amerika Serikat (AS) untuk mengatasi deforestasi. Pernyataan ini muncul setelah mendag bertemu dengan Under Secretary for Economic Growth, Energy, and the Environment AS Jose W Fernandez.
Zulkifli Hasan bercerita, di awal pertemuan tersebut Indonesia mengusulkan kerja sama dalam pengembangan sumber baterai untuk kendaraan listrik dengan menggabungkan nikel hasil Indonesia dan lithium milik AS.
“Indonesia tidak punya lithium, sehingga bagus bila di-combine dengan nikel,” ujar mendag di sela kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi Asia Pacific Economic Cooperation (KTT APEC) 2023 di San Francisco, Amerika Serikat, dalam keterangan resmi, Kamis (16/11/2023).
Kemudian, Fernandez menyoroti isu deforestasi terkait penambangan pertambangan nikel di Indonesia. Akhirnya AS berkomitmen bekerja sama dengan masyarakat untuk mengatasi masalah lingkungan tersebut. Zulkifli Hasan setuju untuk menindaklanjuti kesepakatan tersebut.
Dukungan OECDPertemuan juga membahas peningkatan status kemitraan dengan AS serta dukungan terkait keanggotaan Indonesia di OECD. Indonesia meminta dukungan dalam transisi energi berkelanjutan, masuknya mineral kritis ke Indo-Pacific Economic Framework (IPEF), dan dukungan terkait Generalized System of Preferences (GSP).
Fernandez menyambut baik rencana aksesi Indonesia ke OECD dan menawarkan dukungan untuk pengembangan semiconductor di Indonesia. Amerika Serikat telah membentuk Mineral Security Partnership dan menawarkan bantuan teknis dan promosi investasi ke Indonesia.
Advertisement