Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat adanya perbedaan data terkait sebaran pertanahan di kementerian-kementerian terkait. Dengan begitu, diperlukan konsolidasi guna menjadikan basis data yang tepat.
Beberapa data pertanahan diantaranya dikantongi oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, hingga Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Baca Juga
Asisten Deputi Penataan Ruang dan Pertanahan Kemenko Perekonomian Marcia Tamba mencontohkan, ada perbedaan data pelepasan kawasan hutan antara KLHK dan Kementerian ATR/BPN. Sehingga diperlukan survei lanjutan untuk memastikan luasan lahannya.
Advertisement
"Seperti untuk pelepasan kawasan htuan yang kami dengar hasil evaluasinya adalah data atau lahan yang sudah dilepas oleh kawasan hutan oleh KLHK itu datanya tidak sinkron dengan data yang ada di Kementerian ATR/BPN. Sehingga untuk melakukan proses sertifikasi ini perlu lagi ada survei-survei untuk melihat lagi kondisinya apakah memungkinkan untuk dapat sertifikat atau tidak," urai Marcia dalam Reforma Agraria Summit 2024, di Sanur, Bali, Jumat (14/6/2024).
Maka, kata dia, Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2023 tentan Percepatan Reforma Agraria meminta kedua kementerian itu melakukan survei bersama. Tujuannya mencocokan data lahan yang dimiliki masing-masing.
"Kemudian juga untuk dati lahan transmigrasi ini kalau kami lihat datanya berbeda-beda nih yang dimiliki oleh teman-teman di Kementerian Transmigrasi (Kemendes PDTT) kemudian dari teman-teman Bappenas yang ditetapkan targetnya di RPJMN ini berbeda," paparnya.
"Nah hal ini yang perlu kita dudukan bersama kira mungkin perlu diverifikasi ke lapangan bersama-sama supaya kita paling tidak memiliki dulu data-data yang sama," imbuhnya.
Tentukan Kewenangan
Setelah adanya penyatuan data terkait sebaran lahan tadi, Marcia menyebut perlu ditindaklanjuti dengan pembagian kewenangan pengelolaannya. Apakah nantinya ditangani pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
"Nanti setelah itu ada PR-PR lagi seperti pembagian kewenangan, ada yang masih dipegang pemerintah pusat kewenangannya, ada yang sudah diberikan ke pemerintah daerah, nah ini ada PR juga di pemda sehingga kurang sosialisasinya," ujarnya.
Satu hal yang menjadi catatannya, saat ini data-data yang dikumpulkan beberapa kementerian tadi masih belum sinkron. Padahal, data itu menjadi satu patokan penting.
"Kalau kami kihat dari dua hasil evaluasi ini yang terpenting adalah datanya. Jadi ternyata data-data yang dipegang teman-teman LHK tidak sinkron dengan data-data di ATR/BPN, kemudian data yang di Kementerian Transmigrasi, kemudian Bappenas dan kemudian nantinya jatuhnya juga ke Kementerian ATR/BPN ternyata ini juga belum sinkron," urainya.
"Oleh karena itu salah satu terobosan juga ada di dalam Perpres (62/2023) juga bagaimana kita mengintegrasikan data-data tersebut," pungkas Marcia.
Advertisement