Kenaikan Cukai Rokok Jegal Pertumbuhan Industri Hasil Tembakau

Kebijakan kenaikan cukai rokok yang tinggi masih belum efektif untuk menekan angka prevalensi perokok. Justru kebijakan itu berdampak pada keberlangsungan pekerja di sektor sigaret kretek tangan (SKT).

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 01 Jul 2024, 11:45 WIB
Diterbitkan 01 Jul 2024, 11:45 WIB
Petugas Bea Cukai Gagalkan Peredaran Rokok Ilegal Lintas Provinsi
saat ini segmen sigaret kretek tangan (SKT) dalam industri hasil tembakau (IHT) mulai bertumbuh, setelah sebelumnya permintaan untuk segmen ini terus turun. Kenaikan cukai rokok justru menjadi ancaman pertumbuhan industri ini. (Foto:Dok.Bea Cukai)

Liputan6.com, Jakarta - Kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) atau cukai rokok dinilai tidak efektif untuk mengendalikan konsumsi dan mengoptimalkan penerimaan negara. Pada Mei 2024 penerimaan cukai turun 12,6 persen, utamanya disinyalir akibat banyaknya warga yang beralih ke rokok murah atau rokok ilegal.

Padahal, Sekretaris Jenderal Komunitas Kretek Aditya Purnomo mengatakan, saat ini segmen sigaret kretek tangan (SKT) dalam industri hasil tembakau (IHT) mulai bertumbuh, setelah sebelumnya permintaan untuk segmen ini terus turun.

Pemulihan SKT yang merupakan sektor padat karya berefek pada penambahan tenaga kerja, dan meningkatnya penyerapan tembakau dari petani.

 

"Saat ini (SKT) sedang bagus. Perusahaan-perusahaan besar mulai menata ulang penjualan di sektor SKT-nya yang juga meningkatkan tenaga kerja yang baru. Saya kira ini kesempatan kerja yang sangat baik untuk tenaga kerja di SKT," ungkap Aditya dalam keterangan tertulis, Senin (1/7/2024).

 

Namun, ia melihat segmen SKT masih belum mendapatkan perlindungan penuh dari pemerintah. Sebaliknya, kebijakan pemerintah dinilai tidak mendukung kelangsungan industri, seperti kebijakan cukai rokok yang sangat tinggi dan RPP Kesehatan yang berbahaya bagi pertumbuhan industri.

"Selama regulasi yang membahayakan segmen SKT itu masih ada, ditambah dengan kebijakan cukai yang masih tidak berpihak kepada industri dimana besarannya ditentukan tanpa melihat faktor ekonomi juga inflasi, maka dapat dikatakan pemerintah masih belum melindungi atau memperhatikan para pekerja di sektor SKT," tegasnya.

Aditya mengatakan, kebijakan kenaikan cukai rokok yang tinggi masih belum efektif untuk menekan angka prevalensi perokok. Justru kebijakan itu berdampak pada keberlangsungan pekerja di sektor SKT.

"Saya kira kebijakan-kebijakan ke depannya (salah satunya cukai) harus lebih progresif dan lebih akomodatif terhadap kepentingan stakeholder dan masyarakat yang hidup dari sektor kretek," ujarnya.

Tarif Cukai Rokok Naik Tiap Tahun Justru Bikin Negara Rugi, Kok Bisa?

20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, rencana kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok pada 2025 mengemuka setelah pemerintah memaparkan arah kebijakan cukai bersama Komisi XI DPR RI beberapa waktu lalu. Dokumen pemerintah yang tertuang dalam Kerangka Ekonomi Makro Pokok Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2025 memuat arah kebijakan cukai, antara lain tarif bersifat multiyears, kenaikan tarif moderat, penyederhanaan tarif cukai, dan mendekatkan disparitas tarif antar layer.

Ketua umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan menduga, rencana pemerintah memaksakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) 2025 dan akan melakukan penyederhanaan (simplifikasi) tarif, nyata sekali memang pemerintah sengaja menggelar karpet merah untuk rokok ilegal.

Merujuk hasil kajian resmi Kementerian Keuangan, produksi rokok ilegal mencapai 7 persen dari total rokok di Indonesia per tahun. Maraknya rokok ilegal itu seiring dengan penurunan produksi rokok.

Rokok Ilegal Merajalela

20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

GAPPRI mensinyalir jumlah rokok ilegal yang beredar jauh lebih banyak. Sehingga potensi kerugian negara akibat rokok ilegal cukup besar, apabila acuannya adalah pendapatan cukai.

"Kebijakan menaikkan CHT tiap tahun, akan meningkatkan peredaran rokok ilegal. Kerugian negara juga makin besar. Kami tak paham dengan nalar pemerintah!," terang Henry Najoan dalam keterangan resmi, Rabu (19/06/2024).

Henry Najoan mengungkapkan, jauh-jauh hari, GAPPRI sudah mengingatkan pemerintah perihal arah kebijakan cukai. Melalui surat resmi tertanggal 19 April 2024, GAPPRI melayangkan permohonan kebijakan tarif cukai hasil tembakau (CHT) tahun 2025 dan 2026 yang ditujukan kepada Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati.

"Tak hanya masukan lewat tulisan (surat), GAPPRI juga memberikan masukan lesan perihal kebijakan cukai saat beraudiensi dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) belum lama ini," ujar Henry Najoan.

Infografis PHK Hantui Kenaikan Tarif Cukai Rokok
Infografis PHK Hantui Kenaikan Tarif Cukai Rokok (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya