China Ketar Ketir Jika Donald Trump Menang Pilpres AS

Seperti diketahui, AS merupakan salah satu mitra dagang terbesar China.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 23 Jul 2024, 19:00 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2024, 19:00 WIB
Donald Trump tanggapi hasil Pilpres AS
Presiden Donald Trump berbicara tentang hasil pemilihan presiden AS 2020 di Gedung Putih, Kamis (5/11/2020). Hingga saat ini proses penghitungan suara pemilihan presiden Amerika masih berlangsung, namun perolehan suara Donald Trump maupun Joe Biden masih bersaing ketat. (AP Photo/Evan Vucci)

Liputan6.com, Jakarta Bank Goldman Sachs memperkirakan China akan menghadapi risiko penurunan ekonomi yang besar jika Donald Trump memenangkan pemilihan presiden Amerika Serikat 2024.

Pasalnya, Trump berencana mengenakan tarif sebesar 60% pada barang-barang impor dari China jika terpilih kembali.

"Saat ini ekspor merupakan titik terang utama dalam perekonomian China, dan saya pikir para pengambil kebijakan mungkin perlu bersiap," kata Hui Shan, kepala ekonom China di Goldman Sachs, dikutip dari CNBC International, Selasa (23/7/2024).

"Kami melihat narasi tarif, tidak hanya di AS, namun juga di seluruh mitra dagang utama China lainnya. Jadi hal ini tidak akan menjadi pendorong pertumbuhan berkelanjutan bagi China," jelas Hui Shan.

Seperti diketahui, AS merupakan salah satu mitra dagang terbesar China, sementara Uni Eropa tertinggal dari Asia Tenggara sebagai mitra dagang regional terbesar negara itu.

Trump sendiri telah menaikkan bea masuk atas barang-barang China ketika menjabat presiden AS pada tahun 2018 dan mengancam akan menaikkan bea masuk hingga 60% jika terpilih kembali pada musim gugur ini.

Ekspor China ke AS juga tidak mencatat angka yang tinggi, hanya tumbuh sebesar 1,5% pada paruh pertama tahun ini.

"Pembuat kebijakan perlu memikirkan permintaan domestik dan fokus pada sesuatu yang lebih gigih dan berkelanjutan untuk prospek pertumbuhan," ungkap Hui Shan.

"Jika tarif impor sebesar 60% diberlakukan, angka itu cukup tinggi dan menurut kami dampaknya terhadap makro ekonomi cukup signifikan," tambahnya.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Trump Masih Punya Peluang Tingkatkan Perdagangan AS-China

Mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. (Dok. AFP)
Mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. (Dok. AFP)

 

Namun, tidak semua analis percaya pada kemungkinan Trump kembali menjadi presiden AS akan merugikan China.

Ben Harburg dari Corevalues ​​Alpha mengatakan bahwa ia yakin China akan lebih mungkin mendapatkan hasil perdagangan yang positif di bawah kepemimpinan Trump, mengingat sifat transaksional mantan presiden AS tersebut.

"Dia adalah seorang pembuat kesepakatan, dan seperti halnya negosiator lainnya, dia suka menetapkan standar yang rendah, dan menetapkan harga yang rendah, dan kemudian meningkatkannya dari sana," kata manajer portofolio tersebut.


Pentingnya Peran Ekspor

China Longgarkan Pembatasan Covid-19, Aktivitas Bisnis Kembali Dibuka
Warga yang memakai masker melintasi persimpangan di Beijing, China, Jumat (2/12/2022). Lebih banyak kota melonggarkan pembatasan, memungkinkan pusat perbelanjaan, supermarket, dan bisnis lainnya dibuka kembali menyusul protes akhir pekan lalu di Shanghai dan daerah lain di mana beberapa orang menyerukan Presiden Xi Jinping untuk mengundurkan diri. (AP Photo/Ng Han Guan)

Citi juga mengungkapkan, kontribusi ekspor barang terhadap pertumbuhan PDB riil di China pada kuartal kedua tahun ini merupakan yang tertinggi sejak kuartal pertama tahun 2022, ketika pembatasan akibat Covid-19 membatasi aktivitas ekonomi domestik.

Sementara itu, upaya Beijing untuk mengembangkan manufaktur kelas atas belum mampu sepenuhnya mengimbangi kemerosotan sektor real estat dan konsumsi yang lesu.

Analis Citi juga mengatakan bahwa penjualan ritel yang lemah dan pertumbuhan kuartal kedua yang mengecewakan tidak akan cukup untuk meyakinkan Beijing meningkatkan dukungan terhadap perekonomian.

"Para pembuat kebijakan mungkin menoleransi pelemahan jangka pendek di tengah perubahan struktural di sektor properti," kata para analis.

"Kekhawatiran yang lebih besar terhadap perdagangan dan hubungan eksternal juga dapat menyebabkan China menghemat ruang kebijakan untuk masa depan," bebernya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya