Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak ditutup menguat lebih dari USD 1 per barel pada Kamis, 2 Januari 2025. Kenaikan harga minyak terjadi di tengah investor kembali pada hari perdagangan perdana 2025.
Hal itu juga didukung dari pandangan optimistis terhadap ekonomi China dan permintaan bahan bakar setelah janji Presiden China Xi Jinping untuk mendorong pertumbuhan.
Baca Juga
Di sisi lain, meningkatnya persediaan bensin dan sulingan di Amerika Serikat (AS) menekan harga dan membatasi kenaikan, demikian seperti dikutip dari CNBC, Jumat (3/1/2025).
Advertisement
Harga minyak Brent naik USD 1,29 atau 1,7 persen ke posisi USD 75,93 per barel. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) ditutup naik USD 1,41 atau 2 persen ke posisi USD 73,13 per barel.
Adapun dalam pidato Tahun Baru 2025, Presiden China Xi Jinping menuturkan, pihaknya akan menerapkan kebijakan yang lebih proaktif untuk mendorong pertumbuhan pada 2025.
Aktivitas pabrik China tumbuh lebih lambat dari yang diharapkan pada Desember. Ini ditunjukkan dari survei Caixin atau S&P Global pada Kamis, 2 Januari 2025, di tengah kekhawatiran mengenai tarif yang diusulkan oleh Presiden Terpilih AS Donald Trump.
Selain itu, beberapa analis melihat data ekonomi China yang lebih lemah sebagai hal positif bagi harga minyak. Hal ini seiring Beijing dapat mempercepat stimulus.
Selain itu, survei resmi yang dirilis pada Selasa pekan ini juga menunjukkan aktivitas manufaktur China yang hampir tidak tumbuh pada Desember. Sektor jasa dan konstruksi bernasib lebih baik dengan data yang menunjukkan stimulus kebijakan mulai mengalir ke beberapa sektor.
Stok Bensin
Selain itu, berdasarkan data stok minyak AS dari Badan Informasi Energi juga menunjukkan persediaan bensin dan sulingan melonjak pekan lalu.
Stok bensin AS naik 7,7 juta barel dalam seminggu menjadi 231,4 juta barel. Stok sulingan, yang meliputi solar dan minyak pemanas, meningkat 6,4 juta barel dalam seminggu menjadi 122,9 juta barel.
"Bagian negatif dari rilis tersebut adalah dalam peningkatan stok produk yang besar," ujar  Jim Ritterbusch dari Ritterbusch and Associates di Florida.
Ia menuturkan, hal itu disebabkan oleh penurunan permintaan yang tidak terduga.
Stok minyak mentah turun lebih sedikit dari yang diharapkan, turun sebesar 1,2 juta barel menjadi 415,6 juta barel minggu lalu dibandingkan dengan ekspektasi analis dalam jajak pendapat Reuters untuk penarikan 2,8 juta barel.
Para pedagang yang memulai tahun baru juga mungkin mempertimbangkan risiko geopolitik yang lebih tinggi dan upaya Trump untuk menjalankan ekonomi AS dengan baik terhadap hambatan yang diharapkan dari tarif yang diusulkan, kata analis pasar IG Tony Sycamore.
"Rilis manufaktur ISM AS besok akan menjadi kunci bagi pergerakan minyak mentah berikutnya," kata Sycamore.
Â
Advertisement
Harga Minyak Bakal Dibatasi
Sycamore mengatakan grafik mingguan WTI berputar ke dalam kisaran yang lebih ketat, yang menunjukkan pergerakan besar akan datang.
"Daripada mencoba memprediksi ke arah mana penurunan akan terjadi, kami cenderung menunggu penurunan dan kemudian mengikutinya," ia menambahkan.
Harga minyak kemungkinan akan dibatasi mendekati USD 70 per barel pada 2025, turun untuk tahun ketiga setelah penurunan 3% pada 2024. Hal ini seiring permintaan Tiongkok yang lemah dan meningkatnya pasokan global yang mengimbangi upaya OPEC+ untuk menopang pasar, menurut jajak pendapat Reuters.
Di Eropa, Rusia menghentikan ekspor pipa gas melalui Ukraina pada Hari Tahun Baru setelah perjanjian transit berakhir pada 31 Desember. Uni Eropa telah mengatur pasokan alternatif menjelang penghentian yang sudah diperkirakan sebelumnya sementara Hongaria akan tetap menerima gas Rusia melalui pipa TurkStream di bawah Laut Hitam.