Impor Beras Indonesia 2024 Diramal Melonjak, Apa Penyebabnya?

Pengamat menilai proyeksi impor beras tahun 2024 ini yang diperkirakan akan menembus 5,17 juta ton.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 31 Jul 2024, 12:00 WIB
Diterbitkan 31 Jul 2024, 12:00 WIB
Ilustrasi bongkar muat beras impor (Istimewa)
Ilustrasi bongkar muat beras impor (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Direktur lembaga kajian Next Policy, Yusuf Wibisono mengatakan, proyeksi impor beras tahun 2024 ini yang diperkirakan akan menembus 5,17 juta ton. Hal ini merupakan bukti nyata bahwa ketahanan pangan nasional berada di posisi yang mengkhawatirkan.

Berdasarkan Proyeksi Neraca Beras Nasional 2024 yang dimutakhirkan pada Mei 2024, Indonesia berpotensi mengimpor beras hingga 5,17 juta ton sepanjang tahun 2024.

Realisasi impor beras pada Januari – April 2024 telah mencapai 1,77 juta ton, dan rencana impor pada Mei – Desember 2024 sebesar 3,40 juta ton. Fakta ini mengukuhkan kecenderungan mengkhawatirkan di mana impor beras pada 2023 lalu mencapai 3,06 juta ton.

“Jika terealisasi, impor beras 5,17 juta ton pada 2024 ini akan menjadi rekor impor beras terbesar, melewati impor beras tahun 1999 yang mencapai 4,75 juta ton. Angka ini juga akan menjadikan Indonesia sebagai negara importir beras terbesar di dunia, mengalahkan Filipina yang rata-rata mengimpor beras sekitar 4 juta ton setiap tahunnya,” kata Yusuf Wibisono dalam keterangan tertulisnya, Rabu (31/7/2024).

Menurutnya, dengan menjadi salah satu importir pangan terbesar di dunia, Indonesia akan selalu terpapar risiko impor dan politik proteksionisme pangan global.

"Bergantung pada pasar pangan global memunculkan kerentanan tinggi pada ketahanan pangan nasional, terutama dari ketidakpastian pasokan dan harga pangan internasional," ujar Yusuf.

Data Impor Indonesia

Pada 2023, ketika Indonesia mengimpor 3,06 juta ton beras, sebanyak 93% impor hanya berasal dari tiga negara saja yaitu Thailand (45,1%), Vietnam (37,5%), dan Pakistan (10,1%).

Situasi ini menunjukkan betapa rentannya ketahanan pangan kita terhadap fluktuasi harga dan pasokan yang bergantung dari beberapa negara saja.

Yusuf menilai, proyeksi impor besar-besaran ini terjadi akibat jatuhnya produksi beras nasional tahun ini secara signifikan. Produksi beras pada Januari - Juli 2024 diperkirakan anjlok hingga 13,3%, atau setara 2,47 juta ton, dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

"Jatuhnya produksi beras nasional di semester pertama 2024 ini menguatkan kecenderungan penurunan kapasitas produksi beras nasional dalam enam tahun terakhir,” ujar Yusuf.

 

Produksi Beras Turun

harga beras di tingkat penggilingan
Penurunan ini terjadi karena beberapa wilayah sudah panen raya. (merdeka.com/Arie Basuki)

Yusuf menjelaskan bahwa sejak 2018, produksi beras nasional menunjukkan kecenderungan penurunan yang persisten. Bila pada 2018 produksi beras nasional masih mencapai 33,9 juta ton, maka pada 2023 turun menjadi hanya 30,9 juta ton.

Jatuhnya produksi beras nasional banyak diklaim karena faktor iklim akibat el-nino yang bermula sejak Juni 2023 dan berlanjut hingga pertengahan tahun 2024 ini, yang menciptakan kekeringan di sebagian besar wilayah sentra padi.

Namun menurut Yusuf tendensi kenaikan harga beras yang telah terjadi sejak 2022 membantah klaim bahwa kenaikan harga beras semata karena faktor el-nino.

“Kenaikan harga beras yang persisten dalam 3 tahun terakhir ini memperlihatkan adanya masalah struktural yang serius. Bila di awal 2022 rata-rata harga beras tercatat hanya di kisaran Rp 11.750 per kg, maka di awal 2023 merangkak naik di kisaran Rp 12.650 per kg, di awal 2024 mencapai di Rp 14.550 per kg, dan kini di pertengahan 2024 telah mencapai kisaran Rp15.350 per kg,” ujar Yusuf.

 

Harag Beras Naik Kenapa?

Kementan RI
Harga Gabah dan Beras di Berbagai Wilayah Mulai Turun Memasuki Musim Panen/Istimewa.

Menurut Yusuf, tingginya harga beras saat ini memang sebagian didorong oleh turunnya pasokan pasca el-nino menerjang Juni 2023 - Juni 2024.

Kendati begitu, masalah dalam kapasitas produksi beras nasional kita tidak hanya terkait iklim dan cuaca yang tidak bersahabat saja, namun juga minimnya ketersediaan pupuk, jumlah petani yang semakin menurun dan menua, hingga alih fungsi sawah yang semakin tidak terkendali.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya