Liputan6.com, Jakarta Mark Zuckerberg, pendiri Facebook dan CEO Meta, telah membeli banyak tanah di pulau Kauai, Hawaii, dan sedang membangun sebuah perkebunan mewah yang diperkirakan menelan biaya sekitar USD 260 juta atau sekitar Rp 4 triliun. Proyek ini termasuk bunker bawah tanah rahasia yang berukuran dua kali lebih besar dari rata-rata rumah di Australia.
Dikutip dari News.com, Kamis (5/9/2024), Mark Zuckerberg mulai membeli tanah di Kauai sejak 2014 dan kini telah memiliki total 5,5 juta meter persegi lahan, yang setara dengan 1359 acre atau 550 hektar, atau sekitar 80% dari ukuran kawasan pusat bisnis Sydney. Lahan ini dikelilingi oleh dinding setinggi 2 meter dengan penjaga keamanan yang melakukan patroli rutin.
Baca Juga
Di dalam perkebunan ini, akan ada lebih dari selusin bangunan, termasuk dua mansion besar yang memiliki luas total setara dengan lapangan sepak bola profesional (5295 meter persegi).
Advertisement
Mansion ini akan dilengkapi dengan berbagai fasilitas mewah, seperti gym berukuran penuh, kolam renang, sauna, hot tub, cold plunge, dan lapangan tenis. Selain itu, ada juga rumah pohon berbentuk cakram yang terhubung dengan jembatan tali di area berhutan di dekat mansion utama.
Namun, yang paling menarik perhatian adalah bunker bawah tanah yang memiliki luas 464 meter persegi. Bunker ini akan memiliki ruang tamu, ruang mekanik, dan pintu darurat yang dapat diakses melalui tangga. Bunker ini juga akan sepenuhnya mandiri, menghasilkan makanan dan airnya sendiri, dan dilengkapi dengan pintu yang tahan ledakan.
Proyek ini telah memicu banyak spekulasi dan konspirasi tentang motivasi Zuckerberg, terutama karena ia dan pekerjanya terikat pada perjanjian kerahasiaan yang ketat. Beberapa laporan media menyebutkan bahwa ada pekerja yang dipecat setelah memposting foto di media sosial dari lokasi properti tersebut.
Tanggapan Ahli Terkait Bunker Mark Zuckerberg
Menurut para ahli, membangun bunker seperti ini mungkin bukan karena Zuckerberg memiliki informasi rahasia tentang masa depan, melainkan karena ia memiliki kekayaan yang sangat besar sehingga bisa menggunakan sebagian kecil dari kekayaannya untuk proyek-proyek ekstrem seperti ini. Seperti yang ditulis oleh Katherine Guinness, Grant Bollmer, dan Tom Doig, "Dengan kekayaan bersih hampir AU$260 miliar (Rp 2.600 triliun) pada tahun 2024, membangun benteng seharga AU$400 juta (Rp 4 triliun) hanyalah sebagian kecil dari kekayaannya, setara dengan seseorang dengan kekayaan AU$1 juta (Rp 10 miliar) yang membelanjakan AU$1.540 (Rp 15 juta)."
Permintaan untuk bunker semacam ini semakin meningkat di kalangan orang-orang kaya, yang sering kali tidak percaya akan adanya bencana besar tetapi tetap memutuskan untuk membangun tempat perlindungan karena mereka memiliki kekayaan yang berlebih.
Advertisement
Saham Meta Anjlok, Kekayaan Mark Zuckerberg Merosot jadi Rp 2,4 Kuadriliun
Kekayaan bersih salah satu miliarder terkaya dunia, Mark Zuckerberg anjlok hingga USD 18 miliar atau setara Rp. 291,6 triliun pada hari Kamis (25/4).
Anjloknya kekayaan Zuckerberg terjadi setelah komentar bos Meta dalam laporan pendapatan perusahaannya menyebabkan penurunan harga saham paling tajam sejak Oktober 2022.
Meta melampaui ekspektasi dalam hal pendapatan dan laba, tetapi memberikan perkiraan pendapatan yang lebih rendah dari perkiraan.
Zuckerberg mengatakan kepada investor bahwa perusahaannya akan terus menghabiskan dana miliaran dolar untuk berinvestasi di berbagai bidang seperti Kecerdasan Buatan (AI) dan metaverse, meskipun Meta mengandalkan iklan untuk 98% pendapatannya.
"Kami secara historis telah melihat banyak volatilitas dalam saham kami selama fase pedoman produk kami, di mana kami berinvestasi dalam mengembangkan produk baru namun belum menghasilkan uang," kata Zuckerberg, dikutip dari CNBC International, Jumat (26/4/2024).
Zuckerberg memiliki sekitar 345 juta saham Kelas A dan B. Dengan jatuhnya saham sebesar USD 52,12 pada hari Kamis, nilai sahamnya merosot sekitar USD 18 miliar menjadi USD 152 miliar atau Rp 2,4 kuadriliun pada penutupan perdagangan.
Divisi Meta's Reality Labs, yang menampung perangkat keras dan perangkat lunak untuk mengembangkan metaverse, telah membukukan kerugian kumulatif sebesar USD 45 miliar sejak tahun 2020, ketika perusahaan pertama kali memisahkan unit tersebut dalam keuangannya.
Meta mengatakan pihaknya berencana menghabiskan USD 35 miliar hingga USD 40 miliar atau Rp. 648,1 triliun untuk belanja modal tahun ini, meningkat dari perkiraan sebelumnya.