Liputan6.com, Jakarta Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi memperkirakan program tol laut akan terus berlanjut pada tahun depan. Dengan target perluasan trayek hingga 25 persen pada 2025.
Secara pembiayaan, Menhub mengatakan, perluasan trayek tol laut bisa dilakukan lewat skema pengalihan subsidi. Lantaran beberapa trayek tol laut berhasil menjadi jalur komersial, sehingga subsidinya bisa dikurangi untuk trayek lain.
"Target di 2025, kita mengharapkan trayeknya tumbuh 10-25 persen. Tapi upayanya adalah bagaimana keberhasilan tahun 2024 atau 2023 untuk melakukan efisiensi. Sehingga uang yang ada itu kita tambahkan pada trayek-trayek yang lain," jelasnya dalam forum diskusi FMB 9, Senin (30/9/2024).
Advertisement
Adapun program tol laut telah melayani 39 trayek pada 2024 ini. Tersebar untuk 91 kabupaten/kota dan menyinggahi 115 pelabuhan yang tersebar di 24 provinsi.
Lebih lanjut, Menhub turut mengusung konsep hub and spoke untuk menunjang program tol laut. Dengan membuka hub atau pelabuhan utama sebagai jalur pengiriman logistik, dan kemudian mendistribusikannya ke spoke atau pelabuhan pengumpan.
"Kita bicara hub and spoke. Hub-nya itu dengan kapal yang lebih besar, tetapi titik tertentu menjadi komersial. Jadi hub itu titik untuk berangkatin ke tempat-tempat yang kecil. Ada Kupang, Ambon, Ternate, mungkin Mentawai," bebernya.
Dengan menjadi komersial, maka trayek tol laut nantinya akan banyak meskipun berjarak pendek. Sehingga itu bakal memotong jarak dan waktu tempuh alur pengiriman barang menjadi lebih efisien.
"Jadi katakan lah, dari Kupang ke Sumbawa, dengan kapal-kapal yang kecil, pakainya RoRo. Karena dia pakai truk, sehingga bisa menuju sampai ke titik end," kata Menhub.
"Jadi ini sedang kita lakukan, membangun hub di beberapa tempat. Sehingga ke spoke-nya cuman 2-3 hari. Dari Jawa ke hub-nya ini menjadi komersial yang bisa 100-200 kontainer," tutur dia.
Ini Bukti 10 Tahun Tol Laut Bawa Angin Segar bagi Logistik
Sebelumnya, Program Tol Laut yang diinisiasi oleh pemerintah Indonesia tidak hanya berhasil menciptakan pemerataan distribusi logistik di wilayah Timur Indonesia, tetapi juga menjadi angin segar bagi sejumlah daerah untuk meningkatkan perekonomian mereka.
Menurut Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi, hal ini terlihat dari Merauke yang dulunya hanya menjadi titik singgah, kini menjadi produsen beras yang berkontribusi signifikan mengisi angkutan balik sekaligus mendongkrak perekonomian daerah tersebut.
“Contohnya di Merauke, dulu hanya jadi titik singgah Tol Laut. Sekarang dia jadi produsen beras. Hampir seluruh Papua itu dicover dari Merauke, ini yang akan kita kembangkan di titik singgah lain,” jelas Budi dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema 10 ‘Tahun Menghubungkan Indonesia untuk Pemerataan dan Keadilan’. Senin (30/9/2024).
Perubahan status Merauke dari titik singgah menjadi produsen beras bukan terjadi secara instan. Peran aktif dari pemerintah daerah (Pemda) dan masyarakat setempat menjadi kunci utama dalam memanfaatkan angin segar kehadiran Tol Laut. Pemda diharapkan proaktif untuk mendorong masyarakat agar memproduksi komoditas yang dapat dimanfaatkan sebagai muatan balik ke wilayah Barat.
Menhub mengatakan, transformasi tersebut membuktikan bahwa kehadiran Tol Laut bukan sekadar infrastruktur penghubung, melainkan pemicu pertumbuhan ekonomi daerah.
“Program ini memberikan angin segar bagi daerah-daerah yang selama ini mengalami disparitas harga bahan pokok karena kendala logistik,” katanya.
Sejak diluncurkan pada 2015, Tol Laut telah mengalami banyak perkembangan, baik dari segi trayek, armada, maupun dampaknya terhadap perekonomian daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan perbatasan (3TP). Di awal peluncurannya, program ini hanya melayani 11 trayek dengan subsidi penuh dari pemerintah. Namun kini, jumlah trayek telah berkembang pesat menjadi 39 trayek.
Pemerintah menetapkan wilayah Timur menjadi prioritas program Tol Laut berdasarkan kondisi perekonomian yang masih memerlukan dukungan. Dengan memilih titik-titik di wilayah 3TP yang memiliki kondisi ekonomi kurang berkembang dan disparitas harga bahan pokok yang tinggi, program ini dapat memberikan dampak nyata.
“Presiden mengintervensi, bahwa logistik di daerah timur itu belum maksimal. Dengan dasar itu, ada inisiasi untuk menghubungkan dari Barat ke Timur melalui infrastruktur konektivitas yang murah," jelasnya.
Advertisement
100 Unit Kapal
Dalam upayanya mendukung Tol Laut, pemerintah telah membangun 100 unit kapal untuk mendukung armada Tol Laut dan angkutan perintis di daerah-daerah terpencil. Dari 39 trayek yang telah beroperasi, sebagian besar masih disubsidi oleh pemerintah. Namun, ke depan, seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi di daerah-daerah tersebut, beberapa trayek dapat beralih menjadi angkutan komersial yang mandiri.
“Ilustrasi sederhana, kalau di darat itu seperti Kopaja. Tempat-tempat yang tidak mencapai break even point (BEP), itu disubsidi. Sama halnya dengan Tol Laut, angkutan yang disubsidi ini bisa menjadi angkutan komersil jika volume muatannya sudah memadai,” ucapnya.
Kebijakan ini bertujuan agar subsidi pemerintah dapat dialokasikan lebih efektif, hanya untuk trayek yang benar-benar memerlukan dukungan. Salah satu contoh nyata dari perubahan ini dapat dilihat di Maluku Utara (Malut). Awalnya, trayek di Maluku Utara sepenuhnya disubsidi pemerintah dengan kapasitas angkut 20-40 kontainer. Namun, seiring waktu, trayek ini kini dapat beroperasi mandiri tanpa subsidi. Subsidi yang tadinya dialokasikan untuk Maluku Utara dapat dialihkan ke kota-kota lain yang masih membutuhkan dukungan.
Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya peningkatan kegiatan ekonomi di daerah, ketergantungan terhadap subsidi pemerintah dapat berkurang secara bertahap, memberikan kesempatan bagi pemerintah untuk memberikan bantuan ke wilayah-wilayah lain yang masih membutuhkan.