Liputan6.com, Jakarta Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita punya dua cara membendung produk impor masuk Indonesia. Yakni, kebijakan wajib Standar Nasional Indonesia (SNI) dan pemindahan pelabuhan impor.
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Andi Rizaldi menyadari dampak buruk produk impor yang mengancam produk lokal. Longgarnya wajib SNI disebut menjadi salah satu penyebab Indonesia banjir produk impor.
Baca Juga
"Dalam beberapa kesempatan, jadi selain dari pemberlakuan SNI wajib, Pak Menperin juga mengantisipasi bagaimana membendung importasi barang konsumsi ini dengan cara memindahkan pelabuhan dari pulau Jawa ke luar pulau Jawa," kata Andi dalam Sosialisasi Peraturan Menteri Perindustrian Pemberlakuan Standardisasi Secara Wajib, di Jakarta, Rabu (16/10/2024).
Advertisement
Dia mengatakan, ada sejumlah komoditas yang direncakan pintu masuk impornya dipindah ke luar Jawa. Sebut saja produk tekstil, elektronik, dan baja.
"Mungkin bapak ibu bisa melihat di media, Bapak Menteri Perindustrian mengusulkan produk-produk tertentu seperti misalnya tekstil, elektronik, baja dan sebagainya itu dialihkan pelabuhannya di luar Jawa," ucapnya.
Alasannya tak lain untuk membendung banjirnya produk impor di Indonesia. Melihat lagi neraca perdagangan Indonesia mencatatkan tren positif. Hal ini yang perlu terus dijaga dengan pengaturan produk impor.
"Mengapa? Karena untuk membendung impor tadi. Jadi ini jg berpengaruh besar terhadap neraca perdagangan kita berapa tahun terakhir sejauh ini alhamdulillah neraca perdagangan kita positif," kata dia.
"Nah itu yang perlu dijaga terus positif sehingga nanti arus impornya bisa lebih fair pada saat dia memasuki pasar, mungkin pasar di pulau Jawa ini 70-80 persen, ini merupakan porsi dari pasar nasional Indonesia," pungkasnya.
Wajib SNI Minim
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian mencatat penerapan wajib Standar Nasional Indonesia (SNI) di Tanah Air paling sedikit dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara. Bahkan, jumlahnya diperkirakan hanya tak lebih dari 4 persen.
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Andi Rizaldi mengatakan saat ini jumlah SNI yang berkaitan dengan produk manufaktur tercatat sebanyak 5.000 SNI. Sementara, Badan Standardisasi Nasional (BSN) melayani sertifikasi standar atas 12.000-15.000 SNI.
"Nah dari 12.000 atau 15.000 itu yang terkait langsung dengan standardisasi produk manufaktur mungkin hanya sekitar 5.000 atau mungkin sepertiganya lah dari standar nasional yang ada," kata Andi dalam Sosialisasi Peraturan Menteri Perindustrian Pemberlakuan Standardisasi Secara Wajib, di Jakarta, Rabu (16/10/2024).
Rinciannya, ada 5.365 SNI di bidang industri dengan sebaran 43 persen di sektor metode uji, istilah definisi, dan ukuran. 36 persen di sektor produk atau barang jadi. Serta, 21 persen lainnya di sektor bahan baku.
Advertisement
Indonesia Kalah dari China
Dia melihat kondisi lain, yakni soal kebijakan wajib standar nasional pada produk-produk manufaktur Indonesia. Tercatat, hanya ada 130 SNI yang wajib dilaksanakan oleh pelaku industri.
"Ternyata Indonesia ini dibandingkan negara-negara ASEAN paling sedikit memberlakukan SNI wajib. Jadi dari 5.000 itu mungkin hanya sekitar, kalau 500 10 persen ya, ini gak nyampe 10 persen, mungkin hanya 4 atau 3 persen, yaitu hanya 130 SNI yang diwajibkan," bebernya.
Bahkan, Indonesia menjadi negara yang paling sedikit mewajibkan produk manufaktur mengantongi standar dibandingkan negara lain.
"Nah sementara negara tetangga yang lain, Vietnam, Thailand, Malaysia apalagi China itu jumlah standar yang sudah diwajibkannya itu lebih banyak lagi," ungkap Andi.