Aksi Belanja saat Hari Jomblo di China Jadi Sorotan

VO2 Asia Pacific, konsultan ekonomi digital menuturkan, penghasilan dari Hari Jomblo itu tumbuh 15 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

oleh Agustina Melani diperbarui 11 Nov 2024, 17:05 WIB
Diterbitkan 11 Nov 2024, 17:05 WIB
Konsumsi Belanja saat Hari Jomblo di China Jadi Sorotan
Hari Jomblo 2024 atau Singles Day 2024 akan hasilkan lebih dari 1,2 triliun yuan atau sekitar USD 167 miliar. (Giok GAO / AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Hari Jomblo 2024 atau Singles Day 2024 akan hasilkan penjualan lebih dari 1,2 triliun yuan atau sekitar USD 167 miliar. Jumlah itu setara Rp 2.623 triliun (asumsi kurs dolar AS terhadap rupiah di kisaran 15.712).

VO2 Asia Pacific, konsultan ekonomi digital menuturkan, penghasilan dari Hari Jomblo itu tumbuh 15 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Demikian mengutip dari Hongkongfp.com, Senin (11/11/2024).

Hari Jomblo atau Singles Day diluncurkan oleh raksasa teknologi Alibaba pada 2009, telah menjadi kegiatan tahunan yang sangat sukses bagi ritel. Hal ini seiring hari diskon yang memikat pelanggan belanja di platform belanja daring.

Singles day yang berlangsung pada 11 November atau disebut 11.11 menjadi pendorong utama penjualan bagi Alibaba dan pesaing utamanya JD.com.

Tidak ada perusahaan yang merilis penjualan terperinci pada Hari Lajang tahun lalu untuk kedua kalinya. Namun, Alibaba mengatakan raih pertumbuhan selama periode itu.

Konsumsi domestik yang lesu merupakan salah satu masalah utama yang kini dihadapi para pembuat kebijakan di China yang telah berjuang mencapai pemulihan penuh setelah pandemi COVID-19.

Bahkan dalam beberapa minggu terakhir, Beijing mengumumkan serangkaian langkah paling agresif dalam beberapa tahun terakhir untuk mendongkrak pertumbuhan, termasuk pemangkasan suku bunga dan peningkatan batas utang untuk pemerintah daerah.

Namun, banyak ekonom menilai, jika tidak ada stimulus fiskal berskala besar yang bertujuan mendorong belanja konsumen, pemulihan ke lintasan pra pandemi COVID-19 yang kuat di negara itu mungkin sulit dicapai.

Hari Jomblo tahun ini dapat menjadi keuntungan besar bagi raksasa ritel seiring analis mengamat tanda-tanda langkah-langkah baru yang terdampak.

Analis ING mengatakan dalam catatannya kalau berharap untuk melihat angka pertumbuhan solid selama Hari Jomblo. ING menilai, momen Hari Jomblo itu setidaknya harus melampaui momentum pertumbuhan konsumsi secara keseluruhan.

 

Pembelian dalam Jumlah Besar

Jelang festival belanja Singles Day di Beijing
Seorang pekerja bersiap mentransfer paket untuk pengiriman menjelang festival belanja Singles' Day yang jatuh pada 11 November, di gudang JD.com di Beijing, Selasa (9/11/2021). Hari belanja online nasional atau single day di China menjadi festival belanja online terbesar di dunia. (Giok GAO / AFP)

Harga konsumen di China naik pada tingkat yang lebih lambat pada Oktober, berdasarkan data resmi pada Sabtu, 9 November 2024 menunjukkan sebagai tanda lebih lanjut dari permintaan yang lesu.

VO2 Asia Pacifik perkirakan, Hari Jomblo 2024 dapat hasilkan lebih dari 12, triliun yuan atau sekitar USD 167 miliar. Kampanye promosi meski dapat efektif dalam mendorong penjualan jangka pendek, Managing Partner Vincent Marion memperingatkan strategi itu dapat berdampak negatif.

“Banyak konsumen membeli dalam jumlah besar untuk mencapai ambang batas diskon, hanya untuk mengembalikan produk setelahnya,” ujar Marion.

 Alibaba seperti pesaing utama JD.com menahan penjualan pada Hari Jomblo untuk pertama kalinya pada 2022 sebaliknya mengatakan penjualan tidak alami perubahan dari tahun sebelumnya.

Pemulihan Ekonomi China Terancam Tarif Impor AS

China Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen di Tahun 2023
Komuter yang memakai masker berjalan melintasi persimpangan di kawasan pusat bisnis pada hari dengan tingkat polusi udara yang tinggi di Beijing, China, Senin (6/3/2023). Pejabat ekonomi China menyatakan keyakinannya bahwa mereka dapat memenuhi target pertumbuhan tahun ini sekitar 5 persen dengan menghasilkan 12 juta pekerjaan baru dan mendorong pengeluaran konsumen setelah berakhirnya kontrol antivirus yang membuat jutaan orang tetap di rumah. (AP Photo/Mark Schiefelbein)

Sebelumnya, China berupaya perbaiki ekonomi yang lesu dengan rencana baru yang diharapkan segera diumumkan oleh National People’s Congress (NPC), badan eksekutif legislatif China.

Dikutip dari BBC pada Jumat (08/11/2024) Kembali terpilihnya Donald Trump sebagai presiden AS untuk periode kedua ini dapat menggagalkan upaya tersebut. Trump telah menyatakan niatnya untuk kembali mengenakan tarif tinggi pada barang-barang impor dari China, termasuk tarif hingga 60%.

Hal ini berpotensi merusak rencana Presiden Xi Jinping untuk menjadikan China sebagai kekuatan teknologi global dan semakin memperburuk hubungan ekonomi antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia.

China kini tengah menghadapi berbagai tantangan ekonomi, seperti penurunan pasar properti, utang pemerintah yang meningkat, pengangguran yang tinggi, serta rendahnya tingkat konsumsi. Setelah sempat menerapkan pembatasan ketat selama pandemi, ekonomi China kini kesulitan untuk pulih ke tingkat pertumbuhan seperti sebelum pandemi.

Bahkan  International Monetary Fund (IMF) menurunkan perkiraan pertumbuhan tahunan China menjadi 4,8% untuk tahun 2024, di bawah target Beijing yang sebesar “sekitar 5%”. Tahun berikutnya, IMF memperkirakan pertumbuhan China akan turun lagi menjadi 4,5%.

Menurut Xi Jinping, perubahan ini adalah bagian dari rencana jangka panjang untuk meningkatkan kualitas pembangunan ekonomi. “Kami beralih dari pertumbuhan cepat ke pembangunan berkualitas tinggi,” ujarnya pada tahun 2017.

China Andalkan Ekspor untuk Perbaiki Ekonomi

China Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen di Tahun 2023
Seorang pekerja berdiri di atas perancah lokasi konstruksi di sebuah pusat perbelanjaan, Beijing, China, Senin (6/3/2023). Pejabat ekonomi China menyatakan keyakinannya bahwa mereka dapat memenuhi target pertumbuhan tahun ini sekitar 5 persen dengan menghasilkan 12 juta pekerjaan baru dan mendorong pengeluaran konsumen setelah berakhirnya kontrol antivirus yang membuat jutaan orang tetap di rumah. (AP Photo/Mark Schiefelbein)

Beberapa ekonom berpendapat China tidak bisa terus mengandalkan ekspor untuk memperbaiki ekonomi. Stephen Roach, mantan ketua Morgan Stanley Asia, mengatakan bahwa China perlu lebih fokus pada “permintaan konsumen yang belum dimanfaatkan” untuk mencapai pertumbuhan yang lebih stabil dan mengurangi ketergantungan pada ekspor dan investasi. Dengan demikian, China dapat mengurangi risiko stagnasi ekonomi seperti yang dialami Jepang pada tahun 1990-an.

Meski begitu, China masih kuat dalam industri manufaktur teknologi tinggi. Negara ini sudah memimpin dunia dalam produksi panel surya, kendaraan listrik, dan baterai lithium-ion.

 Berdasarkan data International Energy Agency (IEA), China kini memproduksi sekitar 80% dari panel surya dunia. China juga merupakan produsen kendaraan listrik dan baterai terbesar. Tahun lalu, IEA menyatakan bahwa investasi China dalam energi ramah lingkungan mencapai sepertiga dari total investasi dunia, menunjukkan kemajuan signifikan dalam kapasitas energi terbarukan.

Seorang peneliti di Chatham House, David Lubin, mengatakan bahwa “ada upaya menyeluruh untuk mendukung manufaktur berteknologi tinggi di China.” Ekspor kendaraan listrik, baterai lithium-ion, dan panel surya China naik 30% pada tahun 2023, melampaui satu triliun yuan atau sekitar USD 139 miliar.

 

Infografis Jurus Pemerintahan Prabowo - Gibran Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Jurus Pemerintahan Prabowo - Gibran Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya