Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan menyebut Presiden Prabowo Subianto tak ingin buruh menderita. Ini berkaitan dengan kepastian pekerjaan bagi buruh PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex.
Dia mengatakan, buruh membutuhkan kepastian pekerjaan. Hal ini bisa dipastikan jika Sritex memiliki bahan baku yang cukup untuk menjalankan produksinya.
Baca Juga
"Karena begini, buruh itu atau pekerja itu butuh kepastian, kepastian hukum dan negara harus hadir, negara harus hadir Karena apa yang saya lakukan hari ini terhadap Sritex itu perintah Presiden langsung," kata Noel, sapaan akrabnya, di Kantor Kemnaker, Jakarta, Rabu (13/11/2024).
Advertisement
"Karena Pak Presiden Prabowo Subianto tidak ingin ada yang namanya PHK, dia tidak mau melihat buruh atau pekerja itu menderita," ia menambahkan.
Dia juga menyinggu terkait kepastian bahan baku ke Sritex. Diketahui, bahan baku tekstil untuk produksi Sritex tertahan hingga rekening perusahaan yang terblokir. Saat ini, bahan baku Sritex disebut hanya cukup untuk produksi 3 pekan kedepan.
"Karena sebuah kebijakan yang tadi disampaikan Pak Iwan (Direktur Utama Sritex) ada akunnya yang di blokir, kemudian ada ekspor-impornya yang terblokir juga ya, akhirnya mengganggu operasional perusahaan," ujar dia.
Dia berharap, perusahaan tetap menjalankan operasional pabriknya untuk menjamin kewajiban terhadap karyawan bisa terpenuhi. Sementara itu, negata bertugas untuk menjamin agar tersedia lapangan pekerjaan yang cukup.
"Kita juga menginginkan pengusaha itu tetap melakukan operasional perusahaannya, agar apa, kewajiban-kewajibannya terkait kebutuhan kawan-kawan pekerja, gaji dan sebagainya itu ya berjalan dengan baik. Karena sekali lagi saya tekankan, bekerja itu adalah hak, kewajiban negara adalah menyediakan lapangan pekerjaan untuk rakyatnya agar tidak menjadi negara yang cuman omon-omon," pungkas Immanuel Ebenezer.
Sritex Liburkan 2.500 Karyawan
Sebelumnya, Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Iwan Kurniawan Lukminto menegaskan perusahaannya tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan. Namun, 2.500 orang karyawan tersebut diliburkan sementara.
Dia menuturkan, hal ini sekaligus menjawab kabar yang beredar di masyarakat. Menurut dia, langkah itu dilakukan imbas dari kurangnya bahan baku.
"Sritex tidak melakukan PHK, dan dalam status kepailitan ini, tetapi Sritek telah meliburkan sekitar 2.500 karyawan akibat kekurangan bahan baku," kata Iwan di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Rabu (13/11/2024).
Dia menegaskan, manajemen perusahaan masih berusaha agar Sritex tetap bisa melakukan produksi dengan pasokan bahan baku yang cukup.
"Manajemen itu selalu melihatnya adalah keberlangsungan usaha dan melanjutkan usaha ini dan tidak ada PHK, jadi jelas," tegas Iwan.
Tak Ada PHK Massal
Ditempat yang sama, Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan menegaskan kembali tidak ada PHK massal Sritex.
"Tadi dipertegas lagi bahwa tidak ada PHK, artinya saya ingin menjawab isu liar yang tidak bertanggung jawab ini bahwa tidak ada PHK," ucapnya.
Sebagai tindak lanjut usai menerima keterangan tadi, Immanuel berencana menyambangi pabrik Sritex pekan ini. Tujuannya, memastikan tidak adanya PHK karyawan di perusahaan tekstil raksasa tersebut.
"Saya mau memastikan pak nanti, Saya akan datang ke tempat bapak ya untuk memastikan bahwa benar tidak ada, karena saya tidak mau, ini tanggung jawab publik saya nih, tanggung jawab publik saya cuman hanya, kemarin saya memastikan tidak ada, saya panggil Bapak sekarang, saya nanti datang kesana ya," tuturnya.
Advertisement
Sritex Pailit Bukan Gara-Gara Permendag 8/2024, Ini Analisanya
Sebelumnya, kebangkrutan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) sempat dikaitkan dengan aturan impor terbaru, yaitu Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024. Namun, anggapan tersebut dinilai tidak sepenuhnya tepat.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, menjelaskan bahwa kondisi industri tekstil Indonesia sudah mengalami kesulitan bahkan sebelum terbitnya Permendag 8/2024.
“Yang jelas, industri tekstil dan garmen kita memang sudah sakit cukup lama,” ujar Piter dalam keterangannya, Kamis (7/11/2024).
Dia meminta agar tidak terburu-buru menilai bahwa penyebab kebangkrutan Sritex adalah Permendag 8/2024, apalagi sampai menyebut aturan tersebut sebagai faktor utama.
“Kita tidak bisa terburu-buru mengatakan bahwa ini akibat Permendag 8/2024, apalagi menyebutnya sebagai ‘monster’ dalam kebijakan ini,” kata Piter.
Menurutnya, aturan yang diterbitkan pada masa kepemimpinan Zulkifli Hasan ini hanya mengatur arus impor, termasuk tekstil, untuk melindungi industri dalam negeri.
“Substansi dari Permendag ini adalah untuk mengatur dan membatasi impor agar tidak membahayakan industri dalam negeri,” jelasnya.
Tidak Terkait Langsung
Piter juga menilai ada kejanggalan dalam mengaitkan kebangkrutan Sritex dengan Permendag 8/2024 mengingat jarak antara waktu penerbitan peraturan pada Mei 2024 dan pailitnya Sritex pada Oktober 2024 terlalu singkat untuk menjadi penyebab langsung.
“Permendag Nomor 8 keluar 17 Mei 2024. Tidak mungkin Sritex kolaps hanya dalam waktu Mei hingga Oktober,” ungkap Piter.
Menurutnya, kondisi Sritex sudah memburuk sebelumnya akibat salah kelola internal.