Negara Ini Kenakan Pajak Rumah 100% bagi WNA

Pajak 100% untuk WNA dirancang untuk memprioritaskan agar rumah yang tersedia adalah untuk penduduk setempat.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 14 Jan 2025, 21:00 WIB
Diterbitkan 14 Jan 2025, 21:00 WIB
Ilustrasi perumahan mewah (pixabay)
Ilustrasi perumahan mewah (pixabay)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Spanyol berencana mengenakan pajak hingga 100% atas properti atau rumah yang dibeli oleh non-penduduk atau warga negara asing dari negara-negara di luar Uni Eropa, salah satunya Inggris.

Mengutip BBC, Selasa (14/1/2025) Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sánchez dalam pengumumannya mengatakan bahwa tindakan tersebut diperlukan untuk mengatasi keadaan darurat sektor perumahan di negaranya.

"Barat menghadapi tantangan yang menentukan: Agar masyarakat tidak terbagi menjadi dua kelas, tuan tanah kaya dan penyewa miskin," ujar Sánchez.

Penduduk non-UE membeli 27.000 properti di Spanyol pada tahun 2023, katanya

Dalam sebuah forum ekonomi di Madrid, Sánchez mengungkapkan bahwa terdapat penduduk non-UE membeli 27.000 unit properti di Spanyol pada tahun 2023.

“(Properti ini) bukan untuk ditinggali tetapi "untuk menghasilkan uang dari properti tersebut,” bebernya.

"Yang, dalam konteks kekurangan yang kita alami, (kita) jelas tidak dapat mengizinkannya," tambahnya.

Oleh karena itu, pajak 100% tersebut dirancang untuk memprioritaskan agar rumah yang tersedia adalah untuk penduduk, Sánchez menegaskan.

Cara Kerja Pajak

Sementara itu, Sánchez tidak memberikan perincian tentang cara kerja pajak tersebut maupun jadwal pengajuannya ke parlemen untuk mendapatkan persetujuan, di mana ia sering kali kesulitan mengumpulkan cukup suara untuk meloloskan undang-undang.

Namun, pemerintahnya mengatakan usulan tersebut akan diselesaikan "setelah kajian yang saksama".

Ini adalah satu dari selusin langkah yang direncanakan yang diumumkan oleh perdana menteri Spanyol yang bertujuan untuk meningkatkan keterjangkauan perumahan di negara tersebut.

Perumahan Terjangkau

Langkah-langkah lain yang diumumkan termasuk pembebasan pajak bagi tuan tanah yang menyediakan perumahan terjangkau, pengalihan lebih dari 3.000 rumah ke badan perumahan umum baru, dan regulasi yang lebih ketat serta pajak yang lebih tinggi untuk flat turis.

"Tidak adil jika mereka yang memiliki tiga, empat atau lima apartemen sebagai persewaan jangka pendek membayar pajak lebih sedikit daripada hotel," tandasnya.

 

Gratis Pajak, Harga Rumah Bakal Diskon 21%

BTN Bantu Biayai 4,05 Juta Rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Suasana dan kondisi pembangunan salah satu perumahan bersubsidi di kawasan Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (19/2/2024). (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Program 3 juta rumah yang diusung pemerintahan Presiden Prabowo Subianto kini tengah berupaya menghapus sejumlah ketentuan pajak dalam pengadaannya. Otomatis itu akan membuat harga rumah menjadi lebih murah, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan, pengurangan biaya dapat mencapai total 21 persen untuk rumah MBR dan masyarakat berpenghasilan tanggung (MBT).

"Yang terdiri dari pembebasan PPN (pajak pertambahan nilai), pemangkasan PPH (pajak penghasilan), dan penghapusan BPHTB (bea perolehan hak atas tanah dan bangunan) akan mampu memicu permintaan akan perumahan, karena harga jual rumah menjadi lebih murah," ujarnya, Sabtu (9/11/2024).

Nixon mengutarakan, BTN telah menyalurkan 5,5 juta KPR subsidi dan non subsidi baik melalui KPR Konvensional maupun pembiayaan syariah sejak 1976.

 

Prospektif

Belakangan ini, ia menuturkan, semakin banyak kaum milenial, perempuan, dan pekerja sektor informal yang membeli rumah pertama dengan KPR. Sehingga prospek sektor perumahan Indonesia sangat prospektif di masa depan.

"Terutama untuk pekerja sektor informal, dapat kita bayangkan jika tidak ada program rumah subsidi, mereka tidak bisa membeli rumah. Selain itu, Indonesia masih punya isu nasional yakni backlog kepemilikan rumah sebanyak 9,9 juta, dan lebih dari 50 persen masyarakat miskin menghuni rumah tidak layak huni. Berdasarkan data dari PLN, angkanya sampai 24 juta rumah tidak layak huni," terangnya.

Kajian BTN menunjukkan, isu utama perumahan di daerah dari sisi demand. Antara lain masih terkait dengan pendataan kebutuhan rumah dengan sistem by name, by address, serta tumpang tindih peraturan terkait kewenangan penyelenggaraan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sedangkan di sisi supply, BTN melihat masih belum adanya sinkronisasi perencanaan tata ruang antara daerah dan pusat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya