Anggota Dewan Kritik Freeport Terus Ulur Renegosiasi Kontrak

Renegosiasi kontrak karya PT Freeport yang berlarut-larut dinilai telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 05 Jul 2013, 17:35 WIB
Diterbitkan 05 Jul 2013, 17:35 WIB
tambang-freeport130514c.jpg
Renegosiasi kontrak karya PT Freeport yang berlarut-larut dinilai telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Ini terkait Freeport tidak mau memberikan wilayahnya kepada Pemerintah Papua.

Aggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi Hanura mengatakan, Freeport harus mau mengurangi wilayah kerjanya seperti yang tercantum dalam poin renegosiasi kontrak karya yang terdapat dalam undang-undang Nomor 4 Tahun 2009.

"Renegosiasi Freeport bukan hanya kebutuhan Papua dan Indonesia, ini menyangkut HAM. Masa Freeport tidak memberikan hak wilayah kepada Papua," kata Ali saat menghadiri rapat khusus Otonomi Khusus Papua di Gedung DPR Jakarta, Jumat (5/7/2013).

Selain itu, menurut Ali yang juga menjadi tim pemantau otonomi khusus Aceh Papua menambahkan, daerah Timika di mana lokasi tambang Freeport berada, seharusnya memiliki saham perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut.

Namun menurut Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan Freepot masih keberatan tentang hal itu. "Timika harus bisa memiliki saham di Freeport. Kata Menteri Energi, Freeport masih keberatan," ungkap dia.

Menurut dia, pemerintah bisa bertindak tegas dengan mendesak Freeport memenuhi tuntutan tersebut. Dan menjalankan tugasnya sesuai amanat Undang Undang (UU) tersebut.

"UU itu Bangsa Indonesia yang buat. Masa harga diri bangsa di bawah perusahaan. 1 april 2014 amanat UU, bagaimana renegoisasi melibatkan orang Papua memiliki sahan di Freeport," pungkasnya.

Sebagai informasi, dalam UU Nomor 4 Tahun 2009, ada 6 poin yang dibahas bersama terkait renegosiasi, yaitu luas wilayah kerja, perpanjangan kontrak, penerimaan negara atau royalti, kewajiban pengolahan dan pemurnian, kewajiban divestasi dan kewajiban penggunaan barang atau jasa pertambangan dalam negeri. (Pew/Nur)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya