Bank Indonesia (BI) memperkirakan nilai tukar rupiah rata-rata terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada tahun depan akan berada di kisaran Rp 10.500-10.800. Perkiraan tersebut didasarkan adanya peluang pertumbuhan ekonomi dunia yang akan melaju akan lebih tinggi.
"(Perkiraan) Itu sepenuhnya kita lakukan atas kajian global dan domestik kita," ungkap Gubernur BI Agus Martowardojo saat ditemui usai menggelar Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (28/8/2013).
Selai kebijakan stimulus The Fed yang akan dikurangi serta membaiknya kondisi perekonomian dunia kedepan, faktor domestik yang akan menjadi perhatian serius BIO adalah neraca transaksi berjalan yang masih mengalami defisit.
"Yang lain yang tentu kita perhatikan tentang current account defisit dan pembayaran Indonesia, karena kita harapkan 2014 inflasi sudah terkendali dan ada di range 4,5 plus minus 1 %," ungkapnya.
BI mengaku masih mempertimbangkan kebijakan lanjutan yang akan ditempuh seiring akan adanya penyesuaian stimulus moneter dari The Federal Reserves AS.
Untuk tahun ini, BI memperkirakan rata-rata nilai tukar rupiah sepanjang 2013 akan berada direntang Rp 10.000-10.200 per dolar AS. Capaian itu jauh melebihi target dalam APBN 2013 sebesar Rp 9.600 per dolar AS.
"Gelojak pasar keuangan global dan domestik mendorong pelemahan rupiah, ini perlu mendapat perhatian," kata Agus.
Rupiah di awal 2013 diakui telah mengalami tekanan yang cukup kuat. Hingga Agustus 2012, rupiah terdepresiasi hingga 10,78%. Pelemahan ini terjadi karena kinerja neraca pembayaran Indonesia dan transaksi berjalan yang defisit akibat tingginya impor Migas dan non Migas. Tak hanya itu, faktor besarnya utang swasta juga membuat rupiah melemah. (Yas/Shd)
"(Perkiraan) Itu sepenuhnya kita lakukan atas kajian global dan domestik kita," ungkap Gubernur BI Agus Martowardojo saat ditemui usai menggelar Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (28/8/2013).
Selai kebijakan stimulus The Fed yang akan dikurangi serta membaiknya kondisi perekonomian dunia kedepan, faktor domestik yang akan menjadi perhatian serius BIO adalah neraca transaksi berjalan yang masih mengalami defisit.
"Yang lain yang tentu kita perhatikan tentang current account defisit dan pembayaran Indonesia, karena kita harapkan 2014 inflasi sudah terkendali dan ada di range 4,5 plus minus 1 %," ungkapnya.
BI mengaku masih mempertimbangkan kebijakan lanjutan yang akan ditempuh seiring akan adanya penyesuaian stimulus moneter dari The Federal Reserves AS.
Untuk tahun ini, BI memperkirakan rata-rata nilai tukar rupiah sepanjang 2013 akan berada direntang Rp 10.000-10.200 per dolar AS. Capaian itu jauh melebihi target dalam APBN 2013 sebesar Rp 9.600 per dolar AS.
"Gelojak pasar keuangan global dan domestik mendorong pelemahan rupiah, ini perlu mendapat perhatian," kata Agus.
Rupiah di awal 2013 diakui telah mengalami tekanan yang cukup kuat. Hingga Agustus 2012, rupiah terdepresiasi hingga 10,78%. Pelemahan ini terjadi karena kinerja neraca pembayaran Indonesia dan transaksi berjalan yang defisit akibat tingginya impor Migas dan non Migas. Tak hanya itu, faktor besarnya utang swasta juga membuat rupiah melemah. (Yas/Shd)