Uang Muka Progresif Ancam Bisnis Properti Kelas Menengah

oleh Septian Deny diperbarui 15 Sep 2013, 10:00 WIB
Diterbitkan 15 Sep 2013, 10:00 WIB
properti-130304b.jpg
Para pengembang mengaku khawatir dengan kebijakan uang muka progresif rumah kedua yang akan dikeluarkan Bank Indonesia. Kebijakan ini dianggap bakal menghambat pertumbuhan penjualan properti yang berpotensi merugikan para pengembang yang menyasar pasar kelas menengah ke bawah.

"Harusnya pemerintah melakukan analisa pasar dulu supaya konsumen kalau mau tambah rumah dengan harga yang mahal, ya diperbolehkan lah," ujar Sales Department Head PT Moderland Realty Mahfudz kepada Liputan6.com seperti ditulis Minggu (15/9/2013).

Mahfudz menyebutkan pelaku properti umumnya sudah sejak lama mendengar isu penerapan kebijakan pengetatan loan to value (LTV) atau batas uang muka ini. Kalangan perbankan juga sudah memperingatkan nasabah untuk mempersiapkan dana lebih banyak jika berencan membeli rumah secara kredit.

Kebijakan pengetatan uang muka diakui tidak akan terasa kepada pengembang kelas menengah ke atas. Kebijakan ini justru akan memberatkan pengembang properti bagi masyarakat golongan menengah ke bawah.

Padahal, antusiasme masyarakat pada properti saat ini sebenarnya luar biasa. Namun hal itu terkendala pada aturan LTV dan suku bunga tinggi yang mempengaruhi daya beli masyarakat.

"Kalau dulu fix 2 tahun dan bunganya itu di bawah 8%. Kalau sekarang rata-rata bank mematok suku bunga 8% lebih dan ini fix 1 tahun, dan pada tahun ke-2 asumsi masyarakat kenaikannya cukup besar, ini sangat mempengaruhi penjualan," jelasnya.

Seperti diketahui, per 1 September lalu rencananya, Bank Indonesia (BI) memberlakukan pengetatan aturan LTV bagi kredit pemilikan rumah (KPR) untuk rumah pertama sebesar 70%, kedua 60% dan rumah ketiga 50%.(Shd)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya