Bea Cukai Gagalkan Ekspor Rotan Ilegal Rp 549 juta

Bea Cukai Pelabuhan Tanjung Priok berhasil menggagalkan ekspor rotan setengah jadi dan rotan asalan senilai Rp 549 juta.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 18 Sep 2013, 17:30 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2013, 17:30 WIB
rotan-ilegal-130918b.jpg
Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tipe A Pelabuhan Tanjung Priok berhasil menggagalkan ekspor rotan setengah jadi dan rotan asalan senilai Rp 549 juta. Rotan-rotan ini telah dikemas dalam lima buah kontainer dan siap di ekspor menuju China.

Kepala KPU Pelabuhan Tanjung Priok Bahaduri Wijayanta mengungkapkan penggagalan ini bermodus ketidak sinkronan data dengan isi kontainer dan menggunakan nama eksportir atau perusahaan lain.

"Jadi modusnya memberitahukan jenis barang lain yang tidak sesuai dengan pemberitahuan pabean dan menggunakan nama perusahaan lain,"ungkapnya di Tanjung Priok, Rabu (18/9/2013)

Saat ini China adalah produsen olahan rotan terbesar di dunia. Sebagai sebuah negara produsen terbesar, China memerlukan bahan baku yang sangat banyak. Di sisi lain Indonesia merupakan negara penghasil rotan terbesar di dunia.

"Hal ini yang menjadi faktor pemicu terjadinya penyelundupan eksportasi rotan dari Indonesia, terlebih ketika terjadi kekurangan bahan baku di China,"jelasnya.

Hingga saat ini petugas bea cukai masih melakukan pemburuan terhadap para pelakunya yang hingga saat ini belum ditemukan. Dari segel yang tertera di kontainer ke lima kontainer itu memiliki atas nama CV Novrita Mandiri dan CV Sarana Sinar Fajar.

Dengan tertangkapnya aksi ilegal ini, hingga September 2013 KPU Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung priok telah berhasil menggagalkan total 14 kasus dengan 38 kontainer dengan total nilai mencapai Rp 4,1 miliar.

Bahaduri menegaskan para pelaku nantinya akn dijerat dengan hukuman pidana. "Setiap orang yang menyerahkan pemberitahuan pabean akan dikenakan hukuman pidana palig lama 8 tahun paling singkat 2 tahun, atau denda Rp 100 juta hingga Rp 5 miliar,"pungkasnya. (Yas/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya