Pertemuan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) yang akan berlangsung di Bali pada Desember mendatang dinilai hanya akan menghasilkan kesepakatan yang akan merugikan negara berkembang. Negara maju diyakini bakal mendesak pengurangan bahkan penghapusan subsidi sektor pertanian.
Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Riza Damanik menilai dari substansi pembahasan WTO kali ini, negara-negara maju kemungkinan tidak akan memberikan kemudahan bagi negara berkembang, khususnya anggota negara G33, untuk mendapatkan hak memberikan subsidi untuk kepentingan publik.
Kalupun memberikan persetujuan, negara maju diperkirakan hanya akan memberikan kemudahan pemberian subsidi sektor pertanian bagi negara berkembang selama 4 tahun.
"Seharusnya ini bisa sepanjang masa karena ini bukan untuk ekspor, melainkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi mereka tidak setuju," ujarnya di Jakarta, Minggu (24/11/2013).
Setiap hari, negara-negara maju diketahui menghabiskan anggaran sektor pertanian rata-rata sebesar US$ 1 miliar. Sedangkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia, alokasi anggaran pertanian yang diberikan mencapai Rp 41 triliun. "Ini jauh sekali gap-nya," katanya.
Berkaca dari dugaan tersebut, Riza memperkirakan, pertemuan WTO akan jauh dari keadilan. Pada satu sisi, WTO tidak berhasil mengkoreksi negara maju untuk mengurangi subsidi pada sektor pertanian tetapi disisi lain terus menekan negara berkembang untuk tidak memberikan subsidi kepada petani.
"Yang terjadi seperti sekarang, kita impor daging, kedelai, bahkan garam. Itu karena kita tidak memberikan subsidi kepada sektor pertanian kita. Ini yang saya rasa cukup krusial," jelasnya.(Dny/Shd)
Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Riza Damanik menilai dari substansi pembahasan WTO kali ini, negara-negara maju kemungkinan tidak akan memberikan kemudahan bagi negara berkembang, khususnya anggota negara G33, untuk mendapatkan hak memberikan subsidi untuk kepentingan publik.
Kalupun memberikan persetujuan, negara maju diperkirakan hanya akan memberikan kemudahan pemberian subsidi sektor pertanian bagi negara berkembang selama 4 tahun.
"Seharusnya ini bisa sepanjang masa karena ini bukan untuk ekspor, melainkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi mereka tidak setuju," ujarnya di Jakarta, Minggu (24/11/2013).
Setiap hari, negara-negara maju diketahui menghabiskan anggaran sektor pertanian rata-rata sebesar US$ 1 miliar. Sedangkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia, alokasi anggaran pertanian yang diberikan mencapai Rp 41 triliun. "Ini jauh sekali gap-nya," katanya.
Berkaca dari dugaan tersebut, Riza memperkirakan, pertemuan WTO akan jauh dari keadilan. Pada satu sisi, WTO tidak berhasil mengkoreksi negara maju untuk mengurangi subsidi pada sektor pertanian tetapi disisi lain terus menekan negara berkembang untuk tidak memberikan subsidi kepada petani.
"Yang terjadi seperti sekarang, kita impor daging, kedelai, bahkan garam. Itu karena kita tidak memberikan subsidi kepada sektor pertanian kita. Ini yang saya rasa cukup krusial," jelasnya.(Dny/Shd)