Larangan Ekspor Minerba RI Rentan Perlawanan Negara Maju

IGJ mengimbau pemerintah agar berhati-hati dari kemungkinan adanya gugatan kebijakan pembatasan ekspor bahan baku Minerba dalam Forum WTO

oleh Septian Deny diperbarui 24 Nov 2013, 17:35 WIB
Diterbitkan 24 Nov 2013, 17:35 WIB
ekspor-impor--batas130911c.jpg
Upaya pemerintah membatasi ekspor bahan baku produk tambang Mineral dan Batu Bara (Minerba) diperkirakan bakal memicu banyak gugatan dari sejumlah negara khususnya negara maju. Penolakan tersebut dikhawatirkan akan muncul dalam pertemuan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) yang akan berlangsung di Bali, Desember mendatang.

"Akibat larangan ini, Indonesia paling sering menerima gugatan terutama dari Amerika Serikat (AS)," ujar Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Riza Damanik di Jakarta, Minggu (24/11/2013).

IGJ mengimbau pemerintah untuk berhati-hati terhadap kemungkinan adanya gugatan kebijakan pembatasan ekspor bahan baku tambang oleh Indonesia. Perjanjian-perjanjian yang dibuat WTO selama ini bersifat lebih mengingat secara hukum dengan konsekuensi penyelesaian melalui lembaga penyelesaian sengketa atau Dispute Settlelment Body.

Hal ini berbeda dengan kesepakatan-kesepakatan yang terjadi pada pertemuan G20 dan APEC. "Kalau kalah, kita bisa rugi karena harus membayar. Ini sering terjadi pada kegiatan-kegiatan sektor mineral dan pangan kita," katanya.

Riza menyontohkan, pada 2012 lalu, Indonesia pernah berupaya menutup keran impor produk holtikultura yang diperkuat dengan Peraturan Menteri. Dalam perkembangannya, upaya untuk melindungi produk sayur dan buah-buahan lokal justru mendapat perlawanan dari banyak negara seperti AS dan negara maju lain.

Gugatan dilayangkan karena produk-produk yang berasal dari negara-negara tersebut tidak dapat lagi masuk Indonesia dengan leluasa. "Akhirnya awal 2013, Indonesia membuka kembali," lanjutnya.

Berkaca dari pengalaman tersebut, Riza mengingatkan pemerintah bahwa instrumen WTO selama ini banyak dipakai untuk menyandera kepentingan-kepentingan Indonesia. "Sehingga kedaulatan kita dalam konteks untuk melindungi kepentingan nasional dan sektor-sektor strategis seperti pertanian dan mineral menjadi sulit untuk dijalankan karena tersandera dengan kebijakan dalam WTO," tandasnya.(Dny/Shd)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya