Ekonom: Rupiah Ambruk, Inflasi November 0,3%

Jebloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus memakan 'korban'. Kini giliran inflasi yang bakal terkerek naik.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 02 Des 2013, 09:24 WIB
Diterbitkan 02 Des 2013, 09:24 WIB
inflasi-130429b.jpg

Jebloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus memakan 'korban'. Kini giliran inflasi yang bakal terkerek naik akibat depresiasi rupiah hingga diperkirakan berada di kisaran 0,2%-0,3% pada November 2013.

"Inflasi November ini diperkirakan 0,2%-0,3% karena depresiasi nilai tukar rupiah," kata Pengamat Ekonomi dari Indef, Enny Sri Hartati saat dihubungi Liputan6.com, Senin (2/12/2013).

Ramalan laju inflasi di bulan kesebelas itu lebih tinggi dibandingkan sebelumnya yang tercatat sebesar 0,09%. Dan melampaui target pemerintah yang berharap angka inflasi hanya mencapai 0,1% di November ini.

Lebih jauh Enny menjelaskan, pemicu utama inflasi tersebut adalah depresiasi kurs rupiah terhadap dolar AS yang mendorong peningkatan harga produk atau barang-barang industri serta bahan pangan, seperti daging dan telur.

"Siklusnya memang inflasi November selalu lebih tinggi dari inflasi Oktober karena faktor musiman jelang akhir tahun. Walaupun kenyataannya dampak dari penyesuaian bahan bakar minyak (BBM) sudah habis," ujarnya.

Angka inflasi, menurut dia, bakal kembali melonjak pada penghujung tahun karena ada momen Natal dan libur sekolah. Sehingga sampai dengan akhir 2013, pihaknya memperkirakan inflasi bisa menembus patokan pemerintah di bawah 9%.

Sebelumnya dengan target inflasi November sebesar 0,1%, pemerintah berani memasang proyeksi inflasi sepanjang tahun 2013 di bawah 9%.

"Inflasi sampai akhir tahun ini bisa tembus di atas 9,5%, makanya tergantung di November dan Desember. Tapi sangat berat untuk bisa mencapai deflasi atau inflasi lebih kecil di dua bulan terakhir," terang Enny.

Supaya tekanan inflasi tidak terasa semakin berat di bulan terakhir tahun ini, dia berharap agar pemerintah dapat menjaga volatilitas harga pangan maupun barang-barang industri lain.

"Kalau mau ada kenaikan ditunda dulu karena pasti akan berdampak pada inflasi. Lalu kontrol harga pangan agar inflasi tidak semakin parah mengingat kontribusi terbesar inflasi berasal dari gejolak harga komoditas pangan," pungkasnya. (Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya