5 Faktor MU Bakal Kena 'Kutukan Liverpool'

MU belum kembali bersaing di papan atas.

oleh Adyaksa Vidi diperbarui 06 Nov 2016, 07:22 WIB
Diterbitkan 06 Nov 2016, 07:22 WIB
Juan Mata
Juan Mata pernah berseragam Chelsea sebelum bergabung ke MU. (AP Photo/Rui Vieira)

Liputan6.com, London - Ketika Kenny Dalglish membawa Liverpool menjadi juara Liga Inggris musim 1990, tidak ada yang menyangka itulah gelar liga terakhir mereka. Ya, hingga sekarang The Reds belum pernah menjadi raja di kompetisi domestik.

Setelah Liverpool hanya finis di posisi keenam pada musim 1992 dan 1993, serta posisi kedelapan pada 1994, kecemasan fans Liverpool pun menjadi kenyataan. Mereka seolah 'dikutuk' untuk menjauhi gelar liga Inggris.

Namun sekarang ketakutan yang sama menghampiri fans MU. Sepeninggal Alex Ferguson tiga tahun lalu, performa MU terus melorot.

Meski sudah tiga kali berganti manajer, namun MU belum kembali bersaing di papan atas. Lalu apa saja 5 alasan MU akan mengikuti 'kutukan Liverpool' yang tak pernah lagi juara Liga Inggris.

1. Terlalu bergantung pada Ferguson

Sir Alex Ferguson
Pelatih Liverpool, Jurgen Klopp, melontarkan pujian kepada pelatih legendaris Manchester United, Sir Alex Ferguson. (Reuters/Carl Recine)

Fakta ini memang memprihatinkan. Selama 26 tahun menjadi manajer, Ferguson selalu memberikan kebahagiaan bagi fans Setan Merah.

Tercatat 13 gelar Liga Inggris, lima Piala FA, empat Piala Liga, dan dua gelar Liga Champions disumbangkan Fergie. Sayang di akhir masa jabatannya, Ferguson membuat blunder dengan menunjuk David Moyes sebagai penerusnya.

Dan MU hingga sekarang seperti belum menemukan manajer yang tepat. Louis van Gaal dan Jose Mourinho yang berstatus manajer top belum bisa dianggap sukses.

Jika Mourinho gagal, maka menjadi manajer di MU sama seperti manajer Inggris. Banyak yang datang, tetapi tidak ada yang pernah sukses.

2. Kekuatan Liga Inggris semakin merata

tottenham hotspur vs manchester city
Para pemain Tottenham Hotspur merayakan gol ke gawang Manchester City pada laga Premier League di White Hart Lane, London, Minggu (2/10/2016). (AFP/Ian Kington)

Jika Mourinho sudah menjabat musim lalu dengan skuat sekarang, maka posisi empat besar pasti sudah di tangan. Namun kondisi musim ini jauh berbeda ketimbang musim lalu.

Seluruh klub besar seperti Arsenal, Chelsea, Liverpool, dan Manchester City jor-joran membeli pemain baru. Jika dulu MU selalu mudah melawan klub kecil, maka sekarang tidak demikian.

Arsenal meski belum pernah juara tetapi selalu konsisten di empat besar. Liverpool semakin konsisten bersama Jurgen Klopp.

Sementara City dan Chelsea meski punya manajer baru terbukti lebih bagus di awal musim ini.

3. Belanja pemain belum cukup

Paul Pogba
Gelandang anyar Manchester United, Paul Pogba, menyapa fans usai laga Liga Premier Inggris melawan Southampton di Stadion Old Trafford, Manchester, Inggris, Sabtu (20/8/2016). Laga ini menjadi debut kembalinya Pogba bersama MU. (AFP/Oli Scarff)

Setelah tiga tahun menjadi tim medioker di bawah Moyes dan van Gaal, MU langsung menunjukkan tajinya di bursa transfer lalu. Mereka merekrut Zlatan Ibrahimovic dan Paul Pogba sekaligus menjadikannya pemain termahal.

Namun bukan berarti apa yang dilakukan MU sudah cukup. Klub pesaing lainnya juga punya banyak uang untuk membeli pemain mahal.

Apalagi klub seperti Manchester City, Liverpool, Arsenal, dan Chelsea punya materi yang tidak jauh berbeda ketimbang musim lalu sehingga lebih solid.

Belanja pemain memang bisa menjadi jawaban untuk mengangkat performa klub. Namun para pemain tetap tidak bisa mengeluarkan performa terbaiknya jika hanya bermain di Liga Europa.

4. MU tidak sebesar AC Milan

AC Milan menang Tipis atas Tamunya Pescara
Para pemain AC Milan, merayakan kemenangan atas Pescara pda laga Serie A Italia di San Siro Stadium, Milan (30/10/2016). (AFP/Giuseppe Cacace)

Apa hubungannya MU dengan Milan? Ya, sama seperti MU, Milan pun terpuruk dalam beberapa musim terakhir.

Milan punya prestasi lebih mentereng ketimbang MU di Eropa. Mereka tujuh kali juara Liga Champions dibanding MU yang baru tiga kali.

Tetapi begitu mereka absen dalam Liga Champions beberapa musim terakhir, maka tidak ada yang tertarik lagi. Orang-orang lebih banyak membeli jersey PSG ketimbang Milan.

Bahkan tahun ini penjualan jersey MU sudah kalah dari Chelsea. Sehingga jika tidak lagi juara, maka penggemar pun akan semakin berkurang, layaknya roda yang berputar.

5. Pusat sepak bola adalah di Utara

Diego Costa Chelsea
Kegembiraan para pemain Chelsea usai Diego Costa (depan) mencetak gol ke gawang Southampton, pada laga lanjutan Premier League 2016-2017, di St Mary's Stadium, Minggu (30/10/2016). Chelsea nyaman dengan formasi 3-4-3. (Reuters/Toby Melville)

Sejak kompetisi sepak bola di Inggris dimulai tahun 1888 tidak ada satu tim pun dari Selatan Birmingham yang bisa bersaing. Meski pada era tertentu klub seperti Liverpool dan MU mendominasi.

Apalagi banyak pemain berbakat Inggris lahir dari kota Liverpool dan Manchester. Terbukti akademi sepak bola kedua kota tersebut selalu melahirkan pemain berbakat.

Namun untuk urusan juara bukan hanya berdasar banyaknya pemain talenta yang lahir. Tetapi dari cara klub membujuk pemain itu dan pemain dari negara lain bergabung.

Dan selama ini London yang terletak di Utara menjadi magnet bagi pesepak bola. Gary Neville pernah menyebut anak-anak Inggris zaman sekarang sudah tidak menganggap Leeds dan Newcastle sebagai klub besar.

Hal sama bisa berlaku bagi MU lima tahun ke depan. Mereka hanya berlabel klub yang pernah berjaya di masa lampau.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya