5 Pemain Bola Korban Rasisme yang Reaksinya Menyentuh Hati

Berikut pemain bola yang pernah mendapat perlakuan rasialisme di lapangan.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Okt 2017, 10:00 WIB
Diterbitkan 18 Okt 2017, 10:00 WIB
jadwal pertandingan dan siaran langsung sepak bola
ilustrasi

Liputan6.com, Jakarta- Pada zaman sepak bola modern seperti sekarang ini, beberapa pemain masih harus menerima pil pahit. Mereka acap jadi sasaran rasisme entah dari pemain atau pendukung lawannya. 

Hunter S Thompson pernah menulis bahwa manusia adalah satu-satunya spesies yang mengakui keberadaan Tuhan, sekaligus satu-satunya makhluk yang sukar menghargai sesama.

Saat ini di mana inovasi teknologi dan ilmiah telah berkembang pesat, justru masih ada saja yang tak bisa hargai perbedaan warna kulit. Hal ini menimpa beberapa pemain. Ironisnya, tak ada tindakan yang sangat tegas dari pihak terkait terhadap aksi rasisme tersebut.

Sudah lama kita menyaksikan rasialisme dan masalahnya sampai saat ini belum terpecahkan. Berikut lima contoh pemain yang terkena sasaran isu tersebut, tapi bisa melawan dengan reaksi yang bikin menyentuh hati dikutip Sportskeeda.

5. Mario Balotelli

Napoli, Nice, Play Off Liga Champions
Aksi pemain Nice, Mario Balotelli (kanan) mengontrol bola dan mengecoh pemain Napoli pada leg kedua kualifikasi Liga Champions di Stadion Allianz Riviera, Nice (22/8/2017). Napoli menang agregat 4-0. (AP/Claude Paris)

Bila Anda menyebut pemain kontroversial, Mario Balotelli hampir selalu ada di dalamnya. Pemain asal Italia itu memiliki karier yang tidak menentu dan lebih dikenal karena kejenakaan di luar lapangan dibanding bakatnya sebagai pesepak bola.

Namun, dia sering jadi sasaran rasialisme karena warna kulitnya. Bagi orang Italia, menjadi subjek pelecehan rasisme bukanlah hal baru karena dia menghadapi hal itu nyaris setiap waktu selama berada di Italia.

Akan tetapi, saat menghadapi pelecehan serupa di Prancis saat bermain imbang 1-1 melawan Bastia, dia mendapat beberapa pertanyaan dari wartawan setempat: "Apakah normal pendukung Bastia membuat suara monyet dan 'eh eh' selama pertandingan dan tidak ada satu pun dari 'komisi disiplin' berbicara?"

Balo kemudian menjawabnya, "Jadi apakah rasisme legal di Prancis? Atau hanya di Bastia? Sepak bola adalah olahraga yang luar biasa. Orang-orang seperti pendukung Bastia membuatnya mengerikan."

4. Samuel Eto'o

Samuel Eto'o (© AFP 2009)
Samuel Eto'o (AFP)

Ada banyak kata untuk menggambarkan striker legendaris Kamerun itu. Dia adalah pemain paling sukses yang dihasilkan oleh Afrika.

Mantan pemain depan Barcelona ini memiliki sejumlah penghargaan dalam lemarinya, seperti tiga gelar Liga Champions dan medali Emas Olimpiade. Namun, mantan pemain Inter itu juga selalu jadi bahan ejekan dengan isu pelecehan rasisme.

Setelah terus dilecehkan oleh sebagian kecil penggemar Zaragoza pada 2006, Eto'o memutuskan untuk menjauh dari lapangan sebagai tindakan protes. Namun, dia kembali merumput setelah ditenangkan oleh para pemain di kedua tim.

"Saya adalah orang yang berkulit hitam, dan jika seseorang membayar tiket cuma untuk mengejek saya seperti monyet, maka saya akan bertindak seperti monyet," katanya usai pertandingan.

"Dulu saya berpikir bahwa teriakan rasialis ini hanyalah sebuah fase, tapi semakin banyak orang yang terlibat dan itu disesalkan. Kadang saya berpikir, apakah sesuatu akan terjadi pada anak perempuan saya di sekolah? Kita harus menghentikan ini karena suatu hari Anda tidak tahu apa yang mungkin terjadi jauh dari lapangan," kata dia.

3. Kevin-Prince Boateng

Kevin-Prince Boateng, Las Palmas
Kevin-Prince Boateng (EPA/Manuel Bruque)

Kevin-Prince Boateng punya beberapa periode dalam kariernya dan merupakan salah satu gelandang paling mengancam di dunia. Visi, ketajaman, dan fisiknya saat membelah pertahanan lawan dari lini tengah menyebabkan malapetaka untuk tim manapun saat ia menjadi bintang bersama AC Milan.

Namun, pada akhirnya, ia harus berhenti main di Italia setelah terus-menerus diejek oleh penggemar yang rasialis atas warna kulitnya. Hal-hal berubah dengan buruk saat dia berjalan keluar lapangan dalam pertandingan persahabatan melawan Pro Patria setelah menjadi subjek pelecehan rasis.

Enam bulan setelah kejadian ini, gelandang Ghana itu meninggalkan AC Milan untuk bergabung dengan klub Jerman, Schalke. Ini dia lakukan dalam upaya untuk menjauh dari tindakan mengerikan rasisme di Italia.

Setelah kepindahannya, direktur keuangan Schalke, Peters Peters mengatakan, "Dia benar-benar ingin pergi karena insiden rasialis di Italia. Dia memiliki kesepakatan dengan Presiden Silvio Berlusconi bahwa dia akan bisa pergi jika Milan lolos ke Liga Champions."

2. Marco Zoro

Marco Zoro
Marco Zoro (ist)

Marco Zoro bukanlah salah satu nama yang paling populer di sepak bola. Namun, ketika berhadapan dengan rasisme, Marco Zoro adalah orang pertama yang berjuang melawannya.

Melawan Inter dalam pertandingan kandang, Zoro, bermain untuk Messina, meraih bola dan mulai berjalan ke luar lapangan untuk mengambil bola. Namun dia justru mendapatkan ejekan menyakitkan.

Hal ini setelah dia menjadi fokus nyanyian yang mengejeknya seperti monyet dari sekelompok pendukung Inter yang rasialis. Pada akhirnya, dia harus diyakinkan oleh anggota kedua tim untuk terus bermain dan tetap bertahan.

Setelah pertandingan, Zoro berkata, "Saya diperlakukan buruk. Saya tak bisa berkata apa-apa karena mereka (pendukung Inter) sudah terbiasa dengan hal itu. Mereka adalah orang-orang yang tidak menyukai sepak bola, mereka perlu belajar bahwa kami bukan hewan dan saya ingin rasa hormat."

1. Dani Alves

PSG-Bayern Munchen
Bek PSG, Dani Alves (AFP Photo/Franck Fife)

Apa yang Anda lakukan saat Anda dilempar pisang? Pemain normal pasti kesal bukan main atau mungkin mengeluh kepada wasit. Dani Alves bukan orang biasa.

Saat Alves perkuat Barcelona dan bersiap ambil tendangan sudut melawan Villarreal, seseorang di antara sekelompok penggemar tuan rumah melempar pisang ke arahnya. Apa yang dia lakukan selanjutnya adalah pemandangan yang mengejutkan.

Ales hanya mengambil pisang itu, mengupasnya dan memakannya. Dia juga dengan sinis mengucapkan terima kasih kepada penggemar yang melemparkan pisang ke arahnya, mengklaim bahwa memakan pisang itu memberinya kekuatan. Dia juga berpendapat bahwa humor adalah cara paling efisien untuk mengatasi rasisme.

"Kami telah menderita soal ini di Spanyol untuk beberapa lama. Anda harus mengambilnya dengan dosis yang bercanda, tak usah dibawa serius. Sebab, sulit mengubah perilaku seperti ini kalau bukan orangnya itu yang sadar," ungkap Alves usai laga.

Eka Setiawan

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya