Liverpool yang Belum Belajar dari Kesalahan

Pertahanan tetap menjadi kelemahan Liverpool.

oleh Harley Ikhsan diperbarui 23 Okt 2017, 17:15 WIB
Diterbitkan 23 Okt 2017, 17:15 WIB
Jurgen Klopp
Ekspresi pelatih Liverpool, Juergen Klopp, pada laga melawan Tottenham Hotspur, Minggu (22/10/2017). (AP Photo/Frank Augstein)

Liputan6.com, Liverpool - Pendukung Liverpool sudah tahu kekurangan tim kesayangan mereka. Akan tetapi, pada laga melawan Tottenham Hotspur di Wembley, Minggu (22/10/2017), semua kelemahan The Reds begitu terlihat.

Akumulasi dari kondisi itu adalah kekalahan telak 1-4. Ini adalah hasil negatif terbesar kedua Liverpool pada musim ini, setelah dihancurkan Manchester City 0-5 awal bulan lalu.

"Jelas kami merasakannya karena kesalahan sendiri," aku pelatih Liverpool Jurgen Klopp, dilansir Sky Sports.

Tanda tanya pertahanan ditenggarai sudah menjadi alasan terbesar mengapa Liverpool tidak kunjung meraih prestasi bergengsi. Mereka masih dahaga gelar liga sejak terakhir kali menjadi juara pada 1989/1990.

Dalam beberapa tahun terakhir, capaian terbaik klub Merseyside itu adalah memenangkan Piala Liga Inggris 2011/2012.

Lalu, mengapa Liverpool masih terpuruk?

Kesalahan Individu

Pelakunya bergantian. Melawan Tottenham, Dejan Lovren menjadi sosok paling bersalah dan menentukan terciptanya dua gol pertama tuan rumah.

Pemain asal Kroasia itu mencoba menerapkan perangkap offside bagi Harry Kane. Sayang, Joe Gomez terlambat maju. Lovren kemudian gagal menghalau bola sehingga memudahkan Kane mengirim assist bagi Son Heung-min.

Dengan performa begitu buruk, Klopp pun mengganti Lovren saat pertandingan baru berusia 31 menit.

Kasus Lovren merupakan kisah Liverpool secara keseluruhan. Opta mencatat, pemain Liverpool melakukan 23 kesalahan yang berujung gol sejak 2015/2016. The Reds hanya kalah dari West Ham United (26) yang menorehkan blunder terbanyak dalam kurun waktu sama.

Bek Liverpool, Dejan Lovren (kiri), berjibaku dengan striker Tottenham Hotspur, Harry Kane pada lanjutan Liga Inggris di Wembley, Minggu (22/10/2017). (AFP/Ian Kington)

Situasi Bola Mati

Setelah individu, Liverpool menunjukkan kelemahan lain dalam mengantisipasi situasi bola mati. Sejak Klopp melatih, juara Inggris 18 kali itu kebobolan 30 gol karena hal tersebut. Mereka hanya lebih baik ketimbang Watford (34), Stoke City (31), dan Crystal Palace (31).

Melawan Spurs, kelemahan ini terlihat pada gol ketiga. Joel Matip gagal membuang bola dengan benar mengantisipasi tendangan bebas Christian Eriksen. Dele Alli kemudian menyambut dan memperbesar keunggulan tuan rumah.

Kesalahan Kiper

Entah Simon Mignolet atau Loris Karius yang tampil, masalah Liverpool di sektor penjaga gawang selalu ada. Melawan Spurs, giliran Mignolet yang jadi sorotan.

Dia mencoba mengambil bola tendangan bebas lawan. Namun, kiper asal Belgia itu gagal membuang bola. Kesalahannya membuka peluang bagi Jan Vertonghen, dan kemudian Kane, menembak ke gawang.

Sejak debut bersama Liverpool pada Agustus 2013, Mignolet tercatat melakukan kesalahan yang berujung gol terbanyak dibanding pemain lain (13).

Simon Mignolet terlalu sering melakukan kesalahan. (AFP/ Paul Ellis)

Solusi

Jawaban dari masalah Liverpool adalah pergantian personel. Lovren dipercaya tidak akan masuk tim utama jika membela klub lain, menyusul blunder yang sering dilakukannya. Namun, Liverpool tetap menurunkannya karena keterbatasan pemain. Begitu pula Mignolet.

The Reds juga tidak boleh salah membeli pemain. Mereka membutuhkan bek dengan tipikal pemimpin. Tanpa adanya pemain ini, pertahanan Liverpool akan tetap keropos.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya