Liputan6.com, Jakarta Liverpool musim ini tak terlalu berubah seperti yang sudah-sudah. Banyak yang ragu mereka akan finis di posisi empat besar atau zona Liga Champions pada akhir musim nanti.
Baca Juga
Meski baru saja menang 4-1 atas West Ham United, The Reds nyatanya masih berada di luar posisi empat besar. Mereka kini ada di posisi kelima dengan 19 poin dari 11 pertandingan.
Advertisement
Meski melewati laga pramusim dengan gemilang, permainan anak asuh Juergen Klopp justru melempem saat kompetisi dimulai. Kelemahan di lini belakang menjadi salah satu alasan mereka tak akan finis di empat besar.
Bayangkan, dari 11 laga mereka sudah kemasukan 17 gol atau 1,55 gol per pertandingan. Nah, ada lima alasan lain mengapa Liverpool diprediksi tak akan finis di empat besar klasemen.
Berikut daftarnya dikutip Sportskeeda:
5. Terlalu Banyak Tim Kuat
5. Terlalu Banyak Tim Kuat
Klopp mungkin telah membantu Liverpool untuk maju setelah era Brendan Rodgers, tapi tentu saja, rival-rival Liga Inggris lainnya juga telah bangkit. Liga Inggris saat ini sangat kuat, hal itu berkat perpaduan klub-klub besar yang mampu mendatangkan manajer dan pemain terbaik dari seluruh dunia.
Ketika Liverpool dianggap sebagai salah satu 'Big Four' Inggris pada pertengahan tahun 2000an, Tottenham dan Manchester City bukan siapa-siapa. Tapi, mereka sekarang adalah dua dari tim paling kuat di negara itu, baik secara finansial maupun di lapangan.
Sekarang, Liga Inggris bukan lagi Big Four, tapi Big Six yang berebut empat slot Liga Champions. Hal itu membuat hal-hal sangat sulit saat Anda berada di Liverpool, yang bisa dibilang bermain cepat.
Advertisement
4. Mereka Sudah Kehilangan Poin Penting
4. Mereka Sudah Kehilangan Poin Penting
Musim lalu Liverpool berada di posisi keempat dengan 76 poin, menang 22, seri 10 dan kalah hanya 6 pertandingan. Sampai saat ini, mereka sudah bermain 11 pertandingan dengan cuma memenangkan 5, seri 4 dan kalah 2 kali.
Liverpool juga baru bermain empat kali melawan tim besar di liga, yakni kemenangan 4-0 atas Arsenal, diimbangi Manchester United, kekalahan berat 0-5 dari Manchester City, serta takluk 1-4 oleh Tottenham. Apalagi, mereka beberapa kali tersandung lawan tim yang sebenarnya ada di bawah secara kualitas.
Contohnya kala Liverpool hanya bermain imbang melawan tim seperti Watford, Burnley dan Newcastle United. Ini berarti Liverpool terlalu mungkin untuk kembali kehilangan poin penting dalam beberapa laga ke depan.
3. Pertahanan Mereka Terlalu Lemah
3. Pertahanan Mereka Terlalu Lemah
Semua orang tahu bahwa kunci sukses di liga manapun adalah memiliki pertahanan yang kuat. Seperti yang dibilang sebelumnya, ini adalah titik krusial The Reds.
Bos Liverpool, Jurgen Klopp rupanya sebenarnya sudah mendeteksi hal itu sejak awal. Itu setelah dia mengincar bek Southampton, Virgil van Dijk. Namun, pengejaran itu, tidak berhasil, dan sekarang Klopp dipaksa untuk menggunakan pertahanan yang menampilkan pemain-pemain seperti Dejan Lovren, Joel Matip, dan Ragnar Klavan.
Bukan hal berlebihan menganggap kalau nama-nama di atas bukan standar Liga Champions. Memang, pemain muda macam, Joe Gomez dan Trent Alexander-Arnold telah tampil dengan baik sejauh ini, tapi itu belum cukup masuk ke Liga Champions.
Liverpool sudah kebobolan 17 gol, terbesar dari tim manapun di posisi 8 besar. Bahkan, jumlah itu lebih banyak dari kandidat degradasi, Swansea dan Bournemouth.
Mengingat tidak ada jaminan bahwa Klopp akan bisa memperkuat pertahanannya di bursa transfer Januari, cukup jelas bahwa Liverpool tidak memiliki usaha yang cukup kuat untuk finis di posisi empat besar. Patut dinantikan pada Januari mendatang.
Advertisement
2. Pemain Baru Masih Melempem
2. Pemain Baru Masih Melempem
The Reds sebenarnya menginvestasikan uangnya cukup besar pada bursa transfer musim panas lalu, yakni £ 80 juta. Jumlah itu belum ditambah kompensasi kepada Chelsea untuk mendapatkan layanan striker muda Dominic Solanke.
Angka itu pasti jauh lebih tinggi jika mereka bisa membujuk Southampton untuk berpisah dengan Virgil Van Dijk. Sayangnya bagi Jurgen Klopp, uang itu terbuang sia-sia.
Sebuah rekor klub £ 43 juta untuk Mohamed Salah adalah satu-satunya yang berhasil. Dia mencetak 12 gol di semua kompetisi dan umumnya tampil dengan standar yang sangat baik. Tapi yang lain tidak sesuai dengan standarnya yang tinggi.
Solanke, seperti yang diharapkan, hampir tidak memainkan peran di Liga Inggris dan beberapa pertandingan dimulai di Piala Liga. Tapi Klopp selalu menganggapnya sebagai striker masa depan.
Bek Andrew Robertson hampir tidak digunakan sama sekali. Dia hanya koleksi 3 penampilan yang jelas mengejutkan apalagi mengingat kelemahan dalam pertahanan Liverpool dan tidak ada laporan cedera untuk bek asal Skotlandia itu.
Paling buruk adalah saat Liverpool keluarkan uang £ 35 juta untuk Alex Oxlade-Chamberlain. Pemain internasional Inggris itu pindah ke Anfield dari Arsenal dalam usaha mencari waktu bermain lebih banyak. Namun nyatanya saat ini tak sesuai dengan yang diharapkan setelah mendapatkan banyak jam terbang.
1. Jurgen Klopp Kalah Bersaing
1. Jurgen Klopp Kalah Bersaing
Ketika pertama kali pindah ke Anfield pada bulan Oktober 2015, Jurgen Klopp banyak memikul harapan besar. Hal itu karena dia dipandang sebagai salah satu manajer muda terbaik di dunia apalagi pernah menerapkan geggenpress terkenalnya yang bikin Borussia Dortmund bangkit dan menjadi salah satu klub paling ditakuti di Eropa.
Dia diharapkan bisa meneruskan kiprah apiknya itu Liga Inggris dengan cara yang sama, namun sejauh ini hal itu belum benar-benar terjadi. Liga Inggris sudah memiliki beberapa manajer terkuat di dunia pada saat kedatangan Klopp, dan sejak saat itu memperoleh beberapa penghargaan hebat lainnya, seperti Pep Guardiola dan Antonio Conte.
Nyatanya geggenpress tidak lagi merupakan taktik yang menaklukkan semua lawan. Lihatlah Tottenham, Mauricio Pochettino telah mengembangkan gayanya lebih jauh dan bahkan lebih efektif lagi. Belum lagi kecermatan taktis manajer seperti Guardiola, Conte dan Jose Mourinho.
Klopp sepertinya tidak seperti nama-nama di atas dan tak bisa melakukan hal yang seperti sekitar setengah dekade yang lalu. Hal ini menandakan kalau Klopp mulai kehilangan cara untuk bisa membuktikan Liverpool kembali ditakuti di Inggris.
Eka Setiawan
Advertisement