Tottenham vs Liverpool dan Chelsea vs Arsenal Bukti Kedigdayaan Liga Inggris

Klub-klub asal Liga Inggris mampu merebut duel final di Liga Champions dan Liga Europa. Liverpool melawan Tottenham Hotspur di final Liga Champions, sedangkan Arsenal vs Chelsea di Liga Europa.

oleh Defri Saefullah diperbarui 10 Mei 2019, 17:15 WIB
Diterbitkan 10 Mei 2019, 17:15 WIB
Jurgen Klopp, LIverpool
Manajer Liverpool, Jurgen Klopp (bertopi), berselebrasi bersama para pemain setelah mengalahkan Barcelona pada leg kedua semifinal Liga Champions, di Anfield, Rabu (8/5/2019) dini hari WIB. (AFP/Paul Ellis)

Liputan6.com, Jakarta - Klub Liga Inggris kembali mendominasi turnamen di Eropa. Setelah pecinta sepak bola dunia takjub dengan keberhasilan Tottenham Hotspur yang tembus final Liga Champions untuk jumpa Liverpool, kini dua klub asal London Arsenal dan Chelsea juga jumpa di final di Liga Europa.

Benua Eropa dalam lima tahun terakhir seakan menjadi milik klub Liga Spanyol. Dalam lima edisi terakhir, klub asal Spanyol; Barcelona, Real Madrid, Sevilla dan Atletico Madrid bergantian jadi juara Liga Champions dan Liga Europa. 

Tercatat, hanya Manchester United (MU) yang mampu memotong dominasi Spanyol di Liga Europa.Sedangkan di Liga Champions, Real Madrid memboyong trofi empat kali, sedangkan Barcelona satu kali.

Dominannya klub asal Liga Spanyol di Liga Champions atau Liga Europa memang sulit dimengerti. Soalnya level kompetisi La Liga Spanyol dengan premier league (Liga Inggris) bisa disebut relatif sama.

Liga Inggris mendapatkan rating tertinggi dalam tontonan televisi karena persaingan di sini lebih sengit. Klub papan bawah dan papan atas terkadang tidak ada jarak, berbeda dengan Liga Spanyol dimana jarak antara klub besar seperti Barcelona, Real Madrid dan Atletico dengan klub semenjana seperti Rayo Vallecano, Getafe dan Eibar begitu kentara.

Liga Inggris juga menampilkan pemain-pemain yang otomatis sangat tangguh secara fisik. Permainan cepat yang mengandalkan fisik membuat pemain-pemain dan klub asal Liga Inggris tangguh saat berduel di kompetisi lain.

Manajer Chelsea, Maurizio Sarri misalnya menilai kalau persaingan di Liga Inggris begitu gila. Main di Inggris juga disebutnya sangat menguras fisik karena klub bisa main dari 60 kali dalam semusim. Chelsea sendiri melakoni laga ke-61 saat kalahkan Eintracht Frankfurt 4-3 lewat adu penalti di Stamford Bridge, Jumat (10/5/2019).

Sarri mengaku tak terkejut dengan lolosnya empat klub asal Liga Inggris di partai final Liga Champions dan Liga Europa. Padatnya jadwal di Inggris membuat seluruh tim asal Inggris tangguh.

"Di sini, level pertandingan sangat tinggi. Sangat tinggi," katanya.

"Kalau Anda berpikir, kami bisa tembus final Piala Liga Inggris harus kalahkan Liverpool dan Tottenham, final Liga Champions. Setelah itu kami melawan Manchester City, tim terbaik di Eropa pada laga final. Tak bisa disangkal, Liga Inggris kompetisi terbaik di Eropa bahkan dunia."

 

 

Kebanggaan Spurs

Tottenham Hotspur Siap Taklukkan Ajax Amsterdam
Pelatih Tottenham Hotspur, Mauricio Pochettino tersenyum saat melihat pemainnya berlatih selama sesi latihan tim di Amsterdam, Belanda (7/5/2019). Tottenham akan bertanding melawan Ajax Amsterdam pada leg kedua babak semifinal Liga Champions di Johan Cruijff Arena. (AFP Photo/Emmanuel Dunand)

Final Liga Champions antara Liverpool vs Tottenham Hotspur diyakini sangat menyita perhatian. Inilah dua klub paling tangguh yang terbukti mampu lewati banyak rintangan sepanjang Liga Champions dengan sukses.

Tottenham tak disangka bisa sampai di final Liga Champions yang akan dimainkan 2 Juni 2019 nanti di Wanda Metropolitano, Madrid. Tak membeli satupemain pun musim ini, Spurs mampu membuktikan bisa kompetitif.

Manajer Spurs, Mauricio Pochettino mampu melewati masa-masa sulit saat kehilangan salah satu pemain andalan, Harry Kane yang cedera panjang. Tanpa Kane, Spurs bisa andalkan Lucas Moura yang bersinar gemilang saat leg kedua semifinal Liga Champions, Kamis (9/5/2019) dini hari WIB lalu. Dia mencetak tiga gol yang mengantarkan Spurs ke final Liga Champions.

Di sisi lain, Pochettino sudah membuat Spurs menjadi tim yang lebih tangguh sejak dipinang dari Southampton pada musim panas 2014. "Kami hidup dalam impian. Lima tahun lalu ketika sampai di sini, misinya adalah memangkas gap dengan empat tim teratas dan kemudian memiliki peluang bermain di Liga Champions," urai Pochettino.

"Saya rasa tak seorang pun percaya kami main di Liga Champions tiga musim beruntun dan kini bersaing di level ini."

Tottenham memang pantas berbangga dengan torehan mereka di Liga Champions. Mereka bisa mengalahkan prestasi klub tetangga, Arsenal kalau bisa menjadi juara Liga Champions.

Arsenal pernah menyamai prestasi Tottenham saat tembus final Liga Champions 2006. Namun Arsenal yang dinahkodai Arsene Wenger kalah 1-2 dari Barcelona lewat gol Samuel Eto'o dan Juliano Belletti.

Pochettino mengatakan Tottenham menjalani malam yang ajaib di Amsterdam. Dia bahkan tak kuat melihat perjuangan pemainnya yang berusaha keluar dari kesulitan.

"Kami menjalani malam ajaib di sepak bola. Saya ucapkan selamat untuk pemain karena melakukan ini. Saya menangis dengan bahagia saat melihat pemain saya bejuang lawan kesulitan," katanya seperti dikutip Marca.

"Anda harus bermain dengan gairah agar bisa meraih hal-hal besar. Untuk sekarang, kami hanya finalis tapi kami pantas tampil di Madrid."

Penantian Liverpool dan Klopp

Tottenham Hostpurs, Liverpool, Premier League
Pelatih Liverpool, Jurgen Klopp (kanan) dan manajer Tottenham Hotspur, Mauricio Pochettino (AFP/ IKIMAGES/Ian Kington)

Laga final Liga Champions nanti juga bakal menjadi medium bagi Liverpool untuk mengakhiri penantian paceklik trofi. Liverpool era Jurgen Klopp seharusnya sudah bisa menggamit gelar Liga Champions musim lalu.

Namun langkah Liverpool diadang Real Madrid yang menang 1-3. Dua musim sebelumnya, Liverpool juga berpeluang membawa pulang trofi Liga Europa. Namun di final, Liverpool kalah tragis dari Sevilla.

Pada 2016, Liverpool juga punya kans angkat trofi Piala Liga Inggris. Namun The Reds lagi-lagi kandas di final usai kalah adu penalti 1-3 dari Manchester City. Maka itu, final Liga Champions musim ini jadi penantian yang harus diakhiri.

Sadio Mane dan kawan-kawan bertekad untuk mengangkat trofi Liga Champions yang terakhir kali didapatkan pada 2007 lalu. Trofi Liga Champions bakal jadi penghibur kalau misalnya Liverpool gagal juara Liga Inggris.

Jurgen Klopp sendiri harus punya motivasi tinggi agar tidak trauma dengan kegagalannya di banyak partai final selama kariernya. Tercatat dari 7 laga final yang dia lakoni bersama Borussia Dortmund dan Liverpol, Klopp hanya mampu menang satu kali. Itu juga terjadi pada Piala Bundesliga dimana Dortmund menang 5-2 atas Bayern Munchen pada 2012 lalu.

Namun sekali lagi fakta membuktikan Klopp bukan tipikal pelatih yang mudah menyerah. Seperti yang sudah ditunjukkannya saat membawa Liverpool menang 4-0 atas Barcelona setelah kalah 0-3 terlebih dahulu. Maka itu, kegagalan tak akan pernah ditangisi Klopp. Semangat seperti ini dapat pujian dari mantan pelatih Manchester United (MU), Jose Mourinho.

"Saya harus mengatakan, remontada (comeback) ini memiliki satu nama, Jurgen. Saya pikir ini bukan tentang taktik atau filosofi tetapi hati, jiwa, dan empati yang ia ciptakan dengan kelompok pemain ini," ucap Mourinho soal kemenangan 4-0 Liverpool atas Barcelon.

Mourinho menyatakan, Liverpool memiliki risiko menyelesaikan musim yang fantastis tanpa merayakan gelar apa pun. Tapi, sekarang The Reds selangkah lagi menjadi juara Eropa.

"Pekerjaan yang dia (Klopp) lakukan di Liverpool luar biasa. Saya pikir ini tentang dia. Ini adalah cerminan kepribadiannya, tidak pernah menyerah, semangat juang, setiap pemain memberikan segalanya," katanya. Jadi apakah Liga Champions bakal jadi milik Liverpool?

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya