Liputan6.com, Jakarta Eks pemain Liverpool Glen Johnson mengungkap alasan di balik menurunnya performa The Reds sejak awal musim ini.
Menurutnya, gaya permainan Jurgen Klopp bukanlah penyebab Liverpool tampil kurang moncer. Mohamed Salah menjadi pihak yang dinilai bertanggung jawab atas situasi itu.
Baca Juga
Seperti diketahui, Liverpool seolah terjun bebas sepanjang kompetisi 2022/2023. Mereka tercatat baru empat kali meraih kemenangan dari total 11 pertandingan Liga Inggris yang sudah dilakoni.
Advertisement
The Reds juga baru saja dipecundangi oleh juru kunci klasemen Nottingham Forest saat bertandang ke City Ground pada Sabtu (22/10/2022). Gol Taiwo Awoniyi di menit ke-55 membuat Liverpool takluk 0–1 di tangan pasukan Steve Cooper.
Hasil tersebut mengantar The Reds terlempar ke peringkat delapan klasemen sementara Liga Inggris dengan torehan 16 poin. Liverpool tertinggal 12 angka dari Arsenal di puncak tabel, dan berselisih 10 poin dengan juara bertahan Manchester City yang menempati urutan kedua.
Sejumlah pihak mendesak The Reds untuk mencari tahu penyebab timnya tampil kurang konsisten di berbagai ajang. Beberapa di antara mereka menganggap performa kacau Liverpool merupakan buntut dari manajemen Jurgen Klopp yang mulai usang.
Walau begitu, mantan bek kanan asal Inggris, Glen Johnson, punya pendapat berbeda. Ia menilai situasi Mohamed Salah merupakan faktor utama yang menyebabkan Liverpool gagal menjadi penantang gelar musim ini.
“Semua pemain tampil buruk (musim ini). Salah dan pemain (Liverpool) lainnya adalah sosok yang luar biasa. Mereka bakal menemukan cara untuk kembali ke jalur kemenangan. Namun, banyak dari mereka yang (bermain) di bawah standar pada saat yang sama,” ujarnya kepada Midnite, seperti dilansir dari Mirror.
“Ketika dua atau tiga pemain besar tampil kurang bagus, anggota lainnya bisa membantu tim terhindar dari masalah. Akan tetapi, saat hal sebaliknya yang terjadi, (klub) Anda pasti bakal bermasalah,” sambung pria berusia 38 tahun tersebut.
Performa Salah
Mohamed Salah memang sedang tak berada dalam kondisi terbaiknya musim ini. Eks striker Leeds United Noel Whelan bahkan sempat menyarankan Liverpool untuk mencadangkan pemain asal Mesir sementara waktu.
“Saya berharap Salah akan segera dicadangkan, tetapi saya juga tidak bermaksud (supaya ia) dirotasi,” ujarnya kepada Football Insider, seperti dilansir dari Goal.com pada awal bulan ini.
“Salah mungkin akan mendapat manfaat dengan duduk di bangku cadangan, (dia bisa) menyalakan kembali motivasinya musim lalu. Kadang, kita memang butuh ‘obat’ yang sedikit mengerikan,” pungkas Whelan.
Advertisement
Cetak 9 Gol
Walau begitu, performa Salah sebenarnya bisa dibilang tak buruk-buruk amat. Malahan, ia pelan-pelan mulai membaik dalam sejumlah pertandingan terakhir.
Salah tercatat telah mengoleksi sembilan gol dari total 16 penampilan bersama The Reds di semua kompetisi. Adapun lima di antaranya dicetak di Liga Champions.
Salah juga menjadi pahlawan yang mengantar Liverpool menggilas Rangers dalam matchday keempat Grup A pada 13 Oktober lalu. Hattrick-nya di menit ke-75, 80, dan 81 membuat tim racikan Jurgen Klopp berjaya 7–1 atas lawannya.
Sadio Mane
Selain persoalan Salah, Johnson juga punya teori lain di balik loyonya performa Liverpool musim ini. Eks penggawa The Reds itu menilai penjualan Sadio Mane menjadi hal yang sangat memengaruhi penampilan mantan klubnya.
Adapun Mane merupakan rekrutan besar pertama Jurgen Klopp di Liverpool. Ia sukses menjalin kemitraan berbahaya dengan Salah dan Roberto Firmino, sehingga ketiganya menjadi kekuatan sekaligus pencetak gol tokcer yang disegani di Liga Inggris
Sayangnya, Mane sudah tidak berseragam Liverpool. Pemain internasional Senegal sejatinya masih memiliki satu tahun tersisa dalam kontraknya di Anfield. Namun, ia memutuskan hijrah ke Bayern Munchen melalui kesepakatan senilai 35 juta poundsterling musim panas lalu.
“Ada beberapa alasan di balik sejumlah kekalahan (Liverpool), (salah satunya) ialah efek terbiasa merasakan kesuksesan dalam beberapa tahun terakhir.”
“(Liverpool) telah kehilangan sejumlah pemain besar. (Akibatnya) sulit bagi mereka untuk terus mempertahankan standar yang ditetapkan sebelumya,” beber pria berusia 38 tahun itu.
Advertisement