Cek Fakta: Jejak Hoaks Babi Ngepet di Depok

Informasi penangkapan babi ngepet di Depok membuat gempar. Padahal, ini hanya hoaks.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 29 Apr 2021, 20:00 WIB
Diterbitkan 29 Apr 2021, 20:00 WIB
babi-ngepet-121210b.jpg
Informasi penangkapan babi ngepet di Depok membuat gempar

Liputan6.com, Jakarta Informasi penangkapan babi ngepet di Kelurahan Bedahan, Kecamatan Sawangan, Kota Depok pada Selasa (27/4/2021) dini hari WIB tersebar dan ramai diperbincangkan masyarakat.

Menurut cerita warga sekitar, Martalih, penangkapan babi ngepet berawal dari tiga orang yang menggunakan motor matik warna merah memasuki lingkungannya. Mantan ketua RW tersebut melihat salah seorang yang menggunakan jubah warna hitam mendekati rumah warga untuk melakukan ritual untuk berubah menjadi babi ngepet.

Berdasarkan pengakuan sekelompok orang yang mengklaim telah melakukan penangkapan babi ngepet, dibutuhkan cara khusus untuk menangkap mahluk yang diklaim sebagai babi ngepet tersebut, yaitu tanpa mengenakan busana sehelai pun.

Babi yang ditangkap diklaim menggunakan kalung dan ikat kepala merah kemudian dipotong menjadi dua dan dikubur secara terpisah.

Simak Video Berikut

Penelusuran Fakta

Kapolres Metro Depok, Kombes Imran Edwin Siregar mengatakan, babi ngepet yang menjadi perhatian masyarakat, merupakan sebuah kebohongan yang dilakukan sekelompok warga. Hal itu terungkap usai dilakukan pemeriksaan dan polisi pun telah mengamankan AI (44) sebagai otak kebohongan.

"Sudah ditetapkan satu tersangka yaitu AI karena mengatur rekayasa babi ngepet," ujar Imran, Kamis (29/42021).

Imran mengungkapkan, rekayasa yang dilakukan AI berawal dari adanya cerita masyarakat sekitar merasa kehilangan uang, mulai dari Rp 1 juta dan Rp 2 juta. Dari kejadian tersebut tersangka melakukan rekayasa dengan memesan babi secara online seharga Rp 900 ribu.

“Tersangka beli dengan online sebesar Rp 900 ribu dan menambah Rp 200 ribu sebagai ongkos kirim,” terang Imran.

AI merekayasa hal tersebut karena menerima laporan atas hilangnya sejumlah uang milik warga, sehingga mendorongnya untuk membuat rekayasa babi ngepet.

AI (44), pria pembuat rekayasa babi ngepet di wilayah Bedahan, Kecamatan Sawangan, Depok, meminta maaf khususnya warga Kelurahan Bedahan dan Indonesian dengan adanya rekayasa babi ngepet. Menurutnya, rekayasa babi ngepet merupakan merupakan idenya kemudian menjadi viral.

Adanya viral babi ngepet tersebut, kata dia, memang membuatnya tenar namun ternyata tidak memiliki keuntungan.

"Saat itu saya hilaf dan iman saya lemah. Iman saya turun sebagai manusia setan masuk ke dalam diri saya, sehingga saya punya satu pikiran yang sangat jahat dan sangat tidak masuk akal," terang AI.

Sumber:

https://www.liputan6.com/news/read/4545295/rekayasa-cerita-soal-babi-ngepet-seorang-warga-depok-jadi-tersangka

https://www.liputan6.com/news/read/4545571/tersangka-ai-mengaku-lemah-iman-saat-merekayasa-babi-ngepet-di-depok

 

Secara Ilmiah, Tak Ada Istilah Babi Ngepet

Cerita babi ngepet akrab diterdengar di telinga masyarakat Indonesia khususnya di Pulau Jawa, lalu bagaimana berdasarkan sisi ilmiah? Peneliti bidang zoologi dari Pusat Penelitian Biologi LIPI, Taufiq Purna Nugraha mengatakan, dalam ilmu zoologi tidak ada istilah babi ngepet.

"Kalau secara ilmiah di bidang keilmuan saya (zoologi) tidak ada yang disebut babi ngepet," kata Taufik saat berbincang dengan Liputan6.com.

Namun Taufik enggan menyimpulkan babi ngepet merupakan mahluk yang hanya mitos, karena bukan menjadi ranah keilmuannya. "Kalau itu harus ditanyakannya ke ahli sosiologi atau antropologi," tuturnya.

 

Konteks Kebudayaan

Adanya fenomena babi ngepet ini pun menjadi perhatian pakar kebudayaan dan mitologi Jawa asal Universitas Indonesia (UI), Prapto Yuwono. Menurut dia, fenomena ini bisa dikaji dari konteks kebudayaan masyarakat dan kebatinan atau kepercayaan.

"Dalam teori kebudayaan dan kemasyarakatan, bila seseorang menemui kendala dalam kehidupan sosial ekonomi dan tidak bisa menyelesaikan masalah, maka ia akan mencari suatu kompensasi atau solusi. Karena dalam dunia nyata ia tak menemukan solusi, sehingga mencari di dunia lain (gaib)," ucap Prapto saat dihubungi Liputan6.com, dikutip dari artikel berjudul "Pakar Budaya Jawa: Babi Ngepet Hanyalah Mitos, tapi...".

Dosen Kebudayaan Jawa di UI ini mencontohkan, fenomena berpalingnya sebagian masyarakat ke dunia gaib atau kebatinan terlihat pada zaman penjajahan Belanda. "Masyarakat cari ke dunia lain, yakni kebatinan. Dan mereka merasa nyaman."

Prapto Yuwono menekankan, fenomena dunia lain atau gaib seperti babi ngepet, santet, dan lainnya bakal selalu muncul jika kondisi ekonomi, sosial kemasyarakatan, termasuk politik, mengalami kemunduran. Terutama, bagi masyarakat yang berubah menjadi irasional lantaran tak bisa mencari penyelesaian masalah kehidupannya.

"Adanya babi ngepet, tuyul, dan santet sudah biasa di zaman Kolonial Hindia Belanda. Tradisi itu muncul karena adanya tekanan-tekanan dalam keseharian atau kehidupan mereka, sehingga lari dari dunia kenyataan ke dunia gaib," mantan Ketua Jurusan Prodi Sastra Jawa UI itu menambahkan.

Prapto bahkan tak pernah menyaksikan adanya babi ngepet yang ditangkap warga kemudian berubah kembali menjadi manusia. "Saya pernah lihat babi hutan dikurung, saya melihatnya kasihan. Tapi masyarakat setempat meyakini sebagai babi ngepet," ia menambahkan.

 

 Sumber: 

 

https://www.liputan6.com/regional/read/2671571/pakar-budaya-jawa-babi-ngepet-hanyalah-mitos-tapi

 

 

 

 

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia. 

Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu. 

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya