Masyarakat Diharapkan Lebih Sadar tentang Bahaya Hoaks Saat Pemilu 2024

Warganet sudah semakin pandai dalam membedakan konten hoaks dengan fakta. Hal ini tak lepas dari masifnya media massa dan organisasi cek fakta yang kerap mengunggah konten debunking dan tips untuk menelusuri kebenaran sebuah informasi dari media sosial.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 28 Okt 2023, 12:04 WIB
Diterbitkan 28 Okt 2023, 07:00 WIB
KPU Gelar Simulasi Pemilu 2024
Penyandang disabilitas memasukkan surat suara saat simulasi Pemilu 2024 di Kantor KPU RI, Jakarta, Selasa (22/3/2022). Simulasi digelar untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait proses pemungutan dan penghitungan suara pemilu serentak tahun 2024. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah informasi palsu atau hoaks diprediksi akan muncul saat Pemilu 2024. Beragam cara terus dilakukan pemerintah, media massa, dan elemen masyarakat untuk menangkal hoaks politik pada Pemilu 2024 mendatang.

Pemimpin Redaksi Liputan6.com, Irna Gustiawati menilai, hoaks akan tetap mewarnai pelaksanaan Pemilu 2024 mendatang. Namun Irna yakin, masyarakat juga sudah semakin sadar akan bahaya hoaks dan telah paham bagaiamana mencegah serta melawan hoaks tersebut.

Hal ini disampaikan Irna saat menjadi pembicara di diskusi Tren Hoaks Seputar Pendaftaran Capres yang digelar secara virtual, Jakarta, Jumat (27/10/2023).

Menurut Irna, warganet sudah semakin pandai dalam membedakan konten hoaks dengan fakta. Hal ini, kata Irna, tak lepas dari masifnya media massa dan organisasi cek fakta yang kerap mengunggah konten debunking dan tips untuk menelusuri kebenaran sebuah informasi dari media sosial.

"Contohnya adalah konten Presiden Jokowi dengan bahasa mandarin, ternyata kan diedit pakai AI. Ternyata yang pertama memverifikasi itu bukan media, tapi netizen," kata Irna.

Selain media massa, saat ini sejumlah universitas sudah mengajarkan mata kuliah cek fakta. Tak sampai di situ, beberapa platform e-commerce juga telah memiliki fitur cek fakta untuk mencegah penipuan saat jual beli online.

Irnah berpendapat, hal ini sangat mempengaruhi sikap warganet, mereka semakin kritis terhadap sebuah informasi dari media sosial. Tak hanya itu, warganet juga mulai mengerti tentang konsekuensi hukum yang akan diterima ketika menyebarkan hoaks di media sosial.

"Netizen akhirnya khawatir, ketika mereka menyebarkan hoaks, akunnya bisa di-suspend, karena saat ini semakin banyak fitur-fitur untuk melawan hoaks," tambah Irna.

Irna menyebut, serangan hoaks dari produsen hoaks akan tetap ada, khususnya pada Pemilu 2024. Karena itu, ia berharap, pemerintah, media massa, hingga masyarakat terus waspada dan bekerja sama memberantas serta menekan penyebaran hoaks.

"Tetapi kita tetap harus waspada, karena masih tetap ada dan pembuat hoaks pasti punya cara untuk menyebarkan hoaksnya demi kepentingan mereka. Kita baru akan melihat dan membuktikan bagaimana hoaks-hoaks nanti lebih dahsyat atau tidak, itu mungkin terjadi di massa kampanye atau putaran kedua," tambah Irna.

 

Konten Hoaks Selama Pendaftaran Capres-Cawapres

Konten hoaks saat pendaftaran capres-cawapres (sumber: Socindex)
Konten hoaks saat pendaftaran capres-cawapres (sumber: Socindex)

Sementara, Project Manager Socindex, Danu Setio Wihananto membeberkan ada delapan konten hoaks yang marak dibicarakan warganet selama periode 16 Oktober hingga 25 Oktober 2023, rentang waktu itu bertepatan dengan isu bakal capres-cawapres Pemilu 2024 yang akan mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Delapa konten hoaks tersebut antara lain 'Megawati Hempaskan Tangan Jokowi', 'Debat Capres-Cawapres Tidak Ada dalam Tahapan Penyelenggaran Pemilu', 'Video Jokowi Berbahasa Mandarin', hingga 'Baliho Prabowo Berpasangan dengan Jan Ethes'.

"Ada delapan isu hoaks selama seminggu ini. Isu hoaks pada periode pendaftaran capres-cawapres sudah melebar," kata Danu dalam paparannya di acara diskusi virtual Tren Hoaks Seputar Pendaftaran Capres di Jakarta, Jumat (27/10/2023).

Menurut Danu, hoaks tak hanya menyasar pasangan bakal capres-cawapres saja, tetapi juga penyelenggara Pemilu yakni KPU.

"Contohnya soal debat yang tidak akan dilaksanakan. Padahal debat capres-cawapres merupakan rangkaian dari kampanye," ucap Danu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya