Reklamasi Pantai, Bahtera Bencana Bagi Kita

Banyaknya proses reklamasi menuai protes dan kritik dari banyak masyarakat. Mengapa?

oleh Rina Nurjanah diperbarui 17 Mei 2015, 13:13 WIB
Diterbitkan 17 Mei 2015, 13:13 WIB
Tolak Reklamasi Bali, Massa Geruduk Bundaran HI
Dalam aksinya, massa membawa spanduk, umbul-umbul, dan poster berisi penolakan reklamasi, sekaligus menyanyikan lagu berjudul "Bali Tolak Reklamasi", Jakarta, Minggu (21/9/14). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Citizen6, Jakarta Reklamasi Teluk Benoa dan Reklamasi Teluk Jakarta menjadi salah satu proyek besar yang tengah dikerjakan di tengah protes dan kritik yang menalir terus menerus. Penolakan dari para aktivis lingkungan terhadap reklamasi bukan tanpa alasan tentu saja. Di tengah ambisi untuk membangun wilayah bisnis, industri, perumahan dan hotel mewah ada lingkungan yang harus kita jaga dan rakyat yang harus kita rawat.

Reklamasi pada hakikatnya adalah upaya meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari segi lingkungan dan sosial ekonomi baik dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase. Hal tersebut tercantum dalam UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Reklamasi bisa dilakukan dengan cara menimbun perairan pantai (Sistem Timbunan), mengeringkan perairan (Sistem Polder), campuran keduanya atau dengan Sistem Drainase. Intinya adalah bagaimana agar wilayah perairan tersebut menjadi lahan yang bisa dintinggali.

Proses tersebut harus memperhatikan lingkungan, itulah yang pertama dan terutama diucapkan seperti dalam undang-undang. Maka kita patut melihat dampak yang diakibatkan oleh reklamasi tersebut dibalik keuntungan ekonomi yang kiranya hanya dinikmati golongan tertentu. Pertama, reklamasi mengakibatkan peninggian muka air laut sehingga daerah pesisir pantai rawan tenggelan dan matinya tanaman karena air asin yang masuk. 

Kedua, resiko terjadinya abrasi yang meningkat dan pencemaran laut yang disebabkan oleh kegiatan reklamasi tersebut. Ketiga, dampak sosial pada para nelayan yang tentu saja beresiko kehilangan wilayah tangkapannya hingga kehilangan mata pencahariannya. Tampaknya ditengah cepatnya derap langkah teknologi dan ambisi ekonomi, kita harus kembali menengok alam dan lingkungan yang selama ini telah menghidupi kita. Bagaimana menurut pendapatmu?

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya