Citizen6, Jakarta Siapa yang tidak mengenal Mohammad Hoesni Thamrin, yang akrab dipanggil Thamrin? Ia adalah pemikir sekaligus politikus yang berasal dari golongan superkaya, tetapi sangat kampungan.
Lahir di Weltevreden, Batavia, pada 16 Februari 1894, Thamrin berasal dari keluarga “gado-gado”. Thamrin lahir dari situasi hibrida masyarakat Betawi. Kakeknya, Tuan Ort, berkebangsaan Inggris, yang menikah dengan neneknya Thamrin, Noeraini, seorang perempuan pribumi.
Baca Juga
Baca Juga
Dalam acara Komunitas Betawi Kita (14/2/2016) yang diselenggarakan Komunitas Bambu di Depok, Zen Hae, sastrawan Betawi mengatakan, Thamrin menjadi orang Betawi pertama yang menempuh karier politik dengan cemerlang.
Advertisement
Kutipan Bob Hering pun menyebut Thamrin sebagai “satu-satunya orang Betawi modern yang berpendidikan, tumbuh sampai ke puncak dengan mengandalkan jalan di dewan perwakilan.”
Selain itu, JJ Rizal mengungkapkan, Thamrin memilih bergerak meninggalkan kenyamanan sebagai orang superkaya Batavia dan keturunan Eropa. Ia lebih memilih memperjuangkan kaum Betawi yang kampungnya telah dirusak.
“Kita inget Thamrin, inget pembelaannya yang serius terhadap kaum Betawi, malah belom ada yang nandingin keseriusannya dari soal tanah orang Betawi yang diserobot, nasib kampung yang dihinakan, sampai urusan minyak tanah,” kata JJ Rizal.
Thamrin, yang diharapkan menjadi “si hitam berkulit putih” justru keluar masuk kampung becek, mandi di Kali Ciliwung, bergaul bahkan tidur bersama kalangan jelata. Ia menekankan pentingnya perbaikan jalan-jalan kampung dan sanitasi di Batavia pada masa itu. Tak ayal, keberpihakan pada pribumi berujung lenyapnya kesempatan menjadi kalangan elite intelektual.
Marco Kusumawijaya, penasihat PBB untuk urusan perkotaan yang mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta mengatakan, Thamrin dan Abu Bakar termasuk orang pertama yang mengkritik soal pembebasan lahan di Menteng.
Thamrin dikenal sebagai salah satu tokoh Betawi (organisasi Kaoem Betawi) yang pertama kali menjadi anggota Volkraad mewakili kaum inlanders (pribumi). Ide-idenya yang menunjukkan keberpihakan kepada wong cilik berkali-kali ditentang karena berlawanan dengan kebijakan politik kolonial Belanda.
Semakin lama, orientasi politik Thamrin meluas. Bukan lagi provinsionalisme, tetapi nasionalisme: Indonesia merdeka. Lemahnya pergerakan di Indonesia lantaran banyak orang tidak tahu kewajiban masing-masing.
Buku yang ditulis Prof Snouck Hurgronje mengemukakan, pemerintah yang tidak mempedulikan aturan dan keberatan rakyat, pada suatu waktu mereka akan melakukan apa yang dirasa baik, sebab…. terpaksa.
Namun, apakah prediksi MH Thamrin ini akan tepat? Situasi kematian obor seperti yang dikatakan Thamrin sudah sepatutnya diakhiri. Kampung yang dirusak dan digusur, sungai yang dibeton, dan teluk yang direklamasi.
Seluruh kondisi itu mengubur sejarah orang Betawi sebagai masyarakat sungai dan pesisir. Kesewenang-wenangan mesti dilawan layaknya perjuangan Thamrin hingga namanya diabadikan untuk nama proyek perbaikan kampung di Jakarta, yang selalu ia bela.
Penulis:
Fadjriah Nurdiarsih
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6