Wawancara Abinaya Ghina Jamela, Si Kecil yang Jago Bersajak

Berikut wawancara Liputan6.com dengan Abinaya, seorang anak yang telah menerbitkan buku kumpulan puisi di usianya yang belia

oleh Sulung Lahitani diperbarui 31 Jul 2017, 13:45 WIB
Diterbitkan 31 Jul 2017, 13:45 WIB
Wawancara Abinaya Ghina Jamela, Si Kecil yang Jago Bersajak
-

Liputan6.com, Jakarta - Usianya mungkin belum genap delapan tahun. Namun, Abinaya Ghina Jamela mampu menghipnotis penikmat sastra lewat pilihan diksi dan metafora dalam buku kumpulan puisinya "Resep Membuat Jagat Raya, Sekumpulan Puisi."

Lahir di Padang, Sumatera Barat, pada 11 Oktober 2009, Naya (panggilan akrabnya), biasa menghabiskan waktunya untuk membaca, menulis, melukis, memasak, dan bermain ludo. Buku Resep Membuat Jagat Raya merupakan bukunya yang pertama dan ia tulis sejak usia lima tahun, sejak Naya bisa membaca dan menulis.

Walau namanya belum terlalu dikenal banyak orang, Naya memiliki masa depan yang cerah di bidang kesusastraan Indonesia. Asalkan ia konsisten dengan gaya bertuturnya yang unik.

Sewaktu penulis membahas buku puisi Naya dengan beberapa teman yang juga suka membaca dan menulis puisi, mereka sepakat pemilihan metafora dan diksi Naya bukanlah sesuatu yang biasa untuk anak seusianya. Naya mampu menginterpretasikan apa yang ia lihat, dengar, pelajari, dan dituangkan dalam puisi, tanpa berlebihan.

Berikut bincang-bincang tim Liputan6.com dengan Naya didampingi oleh ibunya, Yona Primadesi.

Sejak kapan Naya mulai suka menulis puisi?

Perkenalan Naya pada puisi berawal kira-kira dua tahun lalu, tahun 2015. Naya mulanya seperti anak-anak kebanyakan; yang terpapar teknologi komunikasi dan informasi sangat tinggi. Ketika saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke Bandung dan membawa Naya serta, saya jadi memiliki lebih banyak waktu untuk berinteraksi dengan Naya, dan mencoba memutus hubungan Naya dengan semua jenis gawai.

Awalnya memang sangat sukar dan butuh usaha keras dan konsisten, tapi saya bersyukur dibantu oleh seorang sahabat baik, yang kemudian dari dialah Naya pertama kali mengenal puisi. Namanya Nermi Silaban, Naya memanggilnya om Mimo. Saya bertanggung jawab menjaga ritme Naya agar jauh dari rutinitas yang berdekatan dengan gawai, memperkenalkan aktivitas membaca dan menulis, dan Nermi yang 'bertugas' mengenalkan tradisi baru sebagai gantinya, melukis dan membaca puisi misalnya.

Perkenalan awal tersebut sebenarnya cenderung tidak disengaja. Sebagai penulis, Nermi sangat intens berdiskusi dan meminta pendapat Naya seputar tulisan yang sedang ia kerjakan. Naya dibacakan atau membaca langsung sepotong-sepotong puisi karya Nermi. Dari aktivitas yang demikianlah, puisi pertama kali berdekatan dengan Naya.

Bersamaan dengan pengenalan itu, Naya juga mulai mengenal aktivitas menulis, lewat buku harian yang diberi nama Jurnal Harian Naya. Naya kami minta menuliskan apa saja di jurnal tersebut. Mulanya hanya dua-tiga baris.

Berangsur, Naya mulai menikmatinya. Lewat jurnal inilah kemudian kami melihat, ada yang berbeda dengan cara ungkap yang Naya gunakan. Menurut penilaian awam kami saat itu, Naya sepertinya bisa menulis lebih dari sekadar catatan harian.

Kami pun kemudian mencoba meramu teknik dalam memperkenalkan dunia menulis pada Naya tanpa mengenyampingkan keberadaan Naya sebagai kanak-kanak, yakni eksplorasi teknik teater lewat berbagai permainan.

Bermain membuat metafora, tebak siapa aku, atau deskripsi sekitar, misalnya. Tiga permainan tersebutlah yang kemudian kami akui mengasah kemampuan gaya ungkap dan pilihan diksi Naya dalam menulis puisi. 

Biasanya, topik apa yang Naya angkat ke dalam puisi dan kenapa memilih topik tersebut?

Naya menulis apa yang ia suka berdasar pengalaman empirisnya, tidak terbatas. Naya menuliskan apa saja yang ingin ia tulis, kami tidak membatasinya. Misalnya saja, ia menulis tentang ayam, setelah melihat banyak ayam di halaman; tentang es krim, ketika ia justru tidak bisa makan es krim karena asma yang dideritanya; tentang sahabatnya; tentang film yang baru saja selesai kami tonton di bioskop; juga buku-buku yang selesai ia baca dan menarik hatinya.

Beragamnya topik yang dipilih Naya, bisa dilihat dalam 60 puisi dalam buku puisi pertamanya, Resep Membuat Jagat Raya.  Tetapi belakangan, Naya mulai mengkhususkan topik yang akan ia tulis. Katanya, ia ingin lebih banyak menulis tentang perempuan yang selalu dianggap sebagai mahkluk kelas dua.

Apa ada waktu khusus untuk menulis puisi?

Naya tidak memiliki waktu khusus untuk menulis. Ketika ia ingin menulis, maka ia akan menulis. Akhir 2016, Naya sempat mengalami kejenuhan untuk menulis puisi. Alasannya, memikirkan dan membuat metafor itu melelahkan, bunda.

Hampir empat bulan lamanya dia tidak menulis satu baris puisi pun. Kami tidak memaksanya dan membiarkan Naya asyik dengan buku-buku bacaannya. Tetapi ketika ia sedang menulis, biasanya ia tidak mau diganggu. Paling tidak untuk dua atau tiga jam ke depan. Dia pasti akan bilang, Bunda, jangan ganggu Naya dulu ya, Naya mau menulis.

Siapa sih yang paling membantu Naya dalam menulis puisi? Seperti pemilihan kata-kata atau koreksi, misalnya.

Selama proses penulisan, Naya melakukannya sendirian, meski sesekali ia akan minta pendapat atau memastikan satu-dua hal yang ia ragukan. Naya sudah memiliki teknik menulisnya sendiri. Saya dan Nermi hanya membantu untuk memperkenalkan pada Naya mengenai pola kalimat yang benar, penggunaan tanda baca, huruf kapital, atau teknik-teknik dasar menulis lainnya.

Untuk proses pengeditan, kami selalu mendiskusikannya bertiga. Dan Naya termasuk penulis yang 'keras kepala' atas karyanya. Ia akan ingat jika ada satu kata saja yang diganti atau dihilangkan tanpa didiskusikan terlebih dahulu. Bahkan termasuk untuk urusan tipografi. Hal itu juga yang akhirnya memaksa kami untuk tetap menggunakan tipografi seperti yang Naya mau.

Selain sekolah dan menulis puisi, apa kegiatan Naya lainnya?

Selain sekolah dan menulis, Naya banyak menghabiskan waktunya untuk membaca, melukis, atau bermain pianika. Naya sangat suka membaca dan koleksi pribadinya juga beragam. Ketika ia menyukai sebuah buku, maka jangan heran jika bangun tidur hal pertama yang ia lakukan adalah mengambil bukunya.

Naya sangat menyukai bacaan yang berhubungan dengan sejarah, fauna, filsafat, dan perempuan. Selain itu, Naya paling suka jika diajak jalan-jalan, nongkrong, atau menonton tivi besar (baca bioskop). Tempat tujuan favoritnya adalah Kedai Jual Buku Sastra dan Radio Buku, sebab di sana ada Rinai dan Zetta yang menurutnya selalu seru untuk diajak main. Selebihnya, Naya tak ubahnya seperti anak-anak seusianya. 

Ingin Menjadi Chef dan Penyair

Wawancara Abinaya Ghina Jamela, Si Kecil yang Jago Bersajak
-

Katanya Naya juga suka memasak, ya? Kalau disuruh memilih antara menjadi chef atau penyair, Naya pilih yang mana?

Itu pertanyaan sulit, kata Naya. Dia mau keduanya, menjadi seorang koki yang pintar menulis puisi. Katanya lagi, sekarang cita-citanya bertambah: DePeKoFil: detektif, penyair, koki, filsuf. Gara-gara Dunia Shopie, dia ingin menjadi seorang filsuf perempuan.

Naya ingin seperti Hypatia, katanya, meski nanti dihukum dan dibunuh oleh orang yang tidak suka pada pemikirannya. Naya ingin menulis banyak hal, biar bisa keliling dunia dan difilmkan seperti buku Tolkien dan Rowling.

Kalau tidak salah, puisi Naya sudah ada yang terbit di media cetak ya? Bagaimana perasaan Naya waktu tahu hal tersebut?

Naya, juga kami, sangat kaget dengan pemuatan puisinya di Media Indonesia beberapa waktu lalu. Tapi ketika kabar baik itu kami sampaikan, ketika dia baru saja bangun tidur, ekspresinya masih tidak percaya. Lalu dia bertanya tentang siapa yang mengirimkannya dan apakah puisinya dimuat satu halaman dengan gambar yang bagus seperti om Mimo waktu itu.

Untuk yang terakhir, om Mimo memang 'musuh besar' Naya untuk perkara kekaryaan. Satu-satunya saingan terberat Naya dalam menulis; om Mimo. Tapi terlepas dari itu, dia senang sekali. Karena sejak pertama kali bisa menulis dan melukis, ia sangat ingin karyanya muncul di media. Katanya, Naya ingin lihat tulisan Naya di koran dan mau dapat honor juga.

Ada rencana menerbitkan buku puisi lagi?

Naya punya banyak rencana untuk buku-buku berikutnya. Saat ini, Naya sedang menyicil untuk buku keduanya: puisi tentang perempuan. Naya juga sedang mengerjakan sebuah project jangka panjang yang ia beri nama 'Negeri Impian Naya'. Ia ingin bisa menulis seperti Tolkien, katanya. Project tersebut dalam bentuk cerita-cerita pendek yang merupakan bagian-bagian dari bangun project-nya.

Untuk Ibu Yona, mungkin ada tips dan trik untuk para ibu lainnya agar anak-anak seusia Naya hobi membaca dan menulis?

Orangtua cenderung dengan segala cara membuat anak bisa membaca, tapi mereka lupa bagaimana cara menjadikan anak mencintai membaca dan suka menulis. Aktivitas membaca dan menulis tidak muncul begitu saja, seperti kemampuan berbahasa, butuh pembiasaan.

Anak-anak membutuhkan figur yang bisa diteladani, dan itu adalah orangtua. Untuk membiasakan anak membaca dan menulis, ya orangtua harus mempraktikkannya terlebih dahulu. Anak-anak harus melihat itu dengan mata kepalanya sendiri secara berkesinambungan, sehingga tersimpan dalam alam bawah sadarnya. Anak-anak butuh pembiasaan.

Selain itu, mereka butuh pendampingan. Buku tidak semata diberikan untuk dibaca anak, tapi yang terpenting, bagaimana menggali imajinasi mereka dan penangkapan mereka melalui diskusi-diskusi. Anak membutuhkan komunikasi dan diskusi yang intens dengan orangtua, terutama di usia dini.

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya