Waspada, 8 Perilaku Toxic Parents yang Berdampak Buruk Bagi Anak

Anak yang tumbuh dengan pola asuh toxic parents akan menjadi penakut, merasa kurang percaya diri, bahkan bisa menjadi toxic untuk lingkungan terdekatnya.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Sep 2020, 21:00 WIB
Diterbitkan 28 Sep 2020, 21:00 WIB
Toxic Parent
Ilustrasi toxic parent. (dok. August de Richelieu/Pexels/Brigitta).

Liputan6.com, Jakarta - Pola asuh toxic parents tentu sangat berpengaruh buruk bagi psikologis anak. Secara tidak sadar, terkadang orangtua yang "toxic" yang memberi dampak buruk bagi perkembangan dan pola pikir buah hatinya.

Tak heran jika banyak anak yang tumbuh dengan pola asuh toxic parents akan menjadi penakut, merasa kurang percaya diri, bahkan bisa menjadi toxic untuk lingkungan terdekatnya.

Administrasi Anak dan Keluarga di Departemen Kesehatan dan Pelayanan Masyarakat Amerika Serikat pada 2018 melaporkan bahwa lebih dari 50 ribu anak dianggap masuk dalam jajaran korban kekerasan emosional, melansir kanal YouTube Psych2Go, organisasi media digital yang berfokus pada masalah kesehatan mental.

Perkataan kasar yang secara sengaja atau tidak sengaja ditujukan pada anak akan menyebabkan perasaan mereka terluka. Perilaku toxic itu juga akan membekas dalam memori yang bersifat sementara ataupun seumur hidup.

Padahal, cara orangtua membesarkan anak dan berperilaku di depan mereka adalah fondasi utama yang akan membentuk kepribadian dan harga diri mereka.

Sebagai orangtua, penting bagi Anda untuk mengenali perlakuan seperti apa yang tanpa disadari dapat menyakiti hati anak dan memengaruhi pembentukan karakternya. Berikut adalah delapan tanda perilaku toxic yang dilakukan orangtua terhadap anak, menurut Psych2Go.

Toxic Parent
Ilustrasi toxic parent. (dok. Gustavo Fring/Pexels/Brigitta).

1. Mengancam Meninggalkan Anak

Saat sedang marah, manusia bisa saja lepas kendali dan mengeluarkan ucapan yang tak pantas, begitu juga dengan orangtua.

Kata-kata 'saya akan meninggalkanmu', 'kamu akan saya kurung', atau 'saya akan pergi dan menghilang dari hadapanmu' akan mengakibatkan anak merasa terabaikan.

Anak akan merasa, cepat atau lambat orang yang mereka sayangi akan meninggalkan mereka karena jati diri mereka.

Perasaan ini akan tertanam dalam pikiran mereka hingga ketika dewasa, mereka akan mengalami krisis kepercayaan terhadap pasangannya karena takut ditinggalkan, sehingga sulit untuk memiliki hubungan yang stabil dan bahagia.

2. Penghinaan Verbal

Perkataan kasar yang begitu nyata, seperti “kamu bodoh”, “tidak berguna”, “pecundang”, atau “kamu tidak akan sukses” akan merusak harga diri anak. Sebaliknya, penting bagi orangtua untuk selalu mendukung anak agar selalu percaya diri.

3. Janji Palsu

Jangan membiasakan diri memberi janji palsu kepada anak, misalnya dengan berkata ;kalau kamu lakukan tugasmu, nanti dibelikan hadiah', atau 'kita pergi ke sana lain kali saja', tapi pada akhirnya tidak menepatinya.

Perilaku ini juga akan mengakibatkan anak merasa dikhianati dan mengajarkannya untuk tidak mudah percaya sehingga memengaruhi hubungannya dengan orang-orang di sekitarnya. 

Meskipun perkataan tidak melukai anak secara fisik, tetapi itu akan memengaruhi kesehatan psikis dan emosional mereka. Masa kanak-kanak adalah bagian penting dalam kehidupan manusia yang membentuk kepribadian, sikap, dan keyakinan seseorang.

Untuk itu, sebagai orangtua atau calon orangtua, Anda harus terlebih dahulu mempertimbangkan cara berkomunikasi yang tepat dengan buah hati agar tidak berujung sebagai toxic parent.

4. Mengajukan Pertanyaan Provokatif

Mengajukan pertanyaan bersifat provokatif terhadap suatu tindakan atau perilaku anak juga merupakan perlaku toxic. Misalnya, dengan mengatakan “mengapa kamu bertindak aneh?” atau “mengapa cara jalan, makan, atau caramu berbicara seperti itu?”.

Anak cenderung akan mempercayai setiap perkataan orangtuanya, sehingga pertanyaan yang sifatnya memprovokasi, menuduh, atau menyindir sang anak akan membuat mereka merasa bahwa ada yang salah dengan diri mereka.

Hal ini akan menyulitkan mereka menjadi diri sendiri saat berada di tengah orang lain, bahkan saat beranjak dewasa. Anak mungkin akan merasa terjebak dan cemas akan cemooh orang lain terhadap ‘kekurangan’ yang diciptakan orangtuanya sendiri.

5. Melecehkan Fisik Anak

Merendahkan anak sendiri dengan berkata 'kamu jelek', 'terlalu gemuk', 'terlalu pendek', 'terlalu kurus', atau pernyataan yang menyerang penampilan fisik, kemungkinan besar akan meningkatkan rasa ketidakpercayaan diri mereka.

Anak akan merasa khawatir dengan bentuk tubuh mereka dan akhirnya mengacu pada berbagai masalah emosional, seperti gangguan pola makan. Orangtua seharusnya bertanggung jawab untuk mengajarkan anak tentang cara mencintai diri sendiri, tidak peduli bagaimanapun penampilan luar mereka.

6. Ucapan Menyakitkan

Orangtua tidak sepantasnya melontarkan kalimat, seperti 'saya berharap kamu tidak pernah lahir', 'saya menyesal melahirkanmu', atau 'saya harap kamu anak yang berbeda' kepada anak, bahkan ketika mereka melakukan kesalahan.

Hal itu akan membuat anak merasa bahwa mereka tidak sepantasnya terlahir di dunia, atau merasa tidak pantas untuk hidup.

Ucapan-ucapan seperti itu akan sangat berbahaya terhadap mental anak ataupun manusia pada umumnya.

Mereka akan berkecil hati dan tidak lagi menjadi diri sendiri, dan dapat berujung pada tindakan menyakiti diri sendiri atau masuk ke tahap awal depresi. Orangtua harusnya membuat anak merasa dicintai dan berharga.

7. Membandingkan dengan Anak Lain

Selalu membandingkan anak Anda dengan saudara kandung, sepupu, keponakan, atau anak teman Anda akan mengurangi rasa percaya diri dan harga diri mereka. Ini akan membuat mereka berpikir bahwa mereka tidak cukup baik bagaimanapun usahanya.

Selain itu, membandingkan anak dengan saudara kandungnya sendiri akan berakibat pada hubungan yang tidak sehat antara mereka.

Akan muncul rasa iri dengki karena tidak diperlakukan sama oleh orang tuanya. Orangtua harus memberikan ruang kepada anak untuk membangun identitas mereka masing-masing.

8. Menganggap Anak Sebagai Beban

'Kamu membuat saya mengeluarkan banyak uang', 'sulit sekali merawatmu', atau 'kamu melelahkanku' adalah kalimat yang membuat anak merasa kehadirannya sebagai beban bagi orangtua.

Anak akan secara tak sadar merasa tertekan, menyembunyikan perasaan dan masalah yang dihadapinya hanya untuk menghindari perilaku tidak menyenangkan dari orang tuanya.

Nemours, lembaga non-profit kesehatan anak menyatakan bahwa kurangnya kasih sayang dan kebutuhan material akan menyebabkan anak mudah berperilaku kasar dan mencuri.

(Brigitta Valencia Bellion/Dinny Mutiah)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya