Liputan6.com, Jakarta - Jelang Pemilihan Umum 2024, banyak sekali dari berbagai tokoh politik berlomba-lomba mencalonkan kadernya maupun merekrut tokoh lain untuk di usung sebagai calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres), pada 14 Februari 2024 mendatang.
Tentu menjadi capres dan cawapres bukan pekerjaan mudah, karena akan melanjutkan PR besar yang belum terlaksana dari presiden sebelumnya.
Baca Juga
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan menilai, ada tiga kriteria yang mesti dimiliki oleh calon presiden.
Advertisement
Menurut Luhut Pandjaitan, sosok pemimpin nantinya harus punya karakter ketauladanan sehingga masyarakat Indonesia punya sosok tauladan yang bisa kasih contoh dalam kehidupan sehari-hari.
"Pemimpin itu mesti harus bisa yang memberikan ketauladanan kepada masyarakat Indonesia, khususnya dalam kehidupan sehari-hari," kata Luhut dalam acara live streaming 'Gen Z Project Liputan6.com bersama Luhut Binsar Pandjaitan' pada Kamis, 24 November 2022.
Selanjutnya, Menko Luhut menuturkan bahwa kriteria pertama adalah tanggap. Kriteria kedua adalah tanggon atau punya mental dan karakter yang kuat.
"Dulu kalo saya masih di militer, pertama yang harus punya adalah tanggap. Tanggap orang yang punya kecerdasan yang mumpuni untuk menjadi seorang pemimpin. Yang kedua adalah tanggon itu punya mental dan karakter yang baik artinya tidak mementingkan diri sendiri dan menghindari konflik," kata Opung Luhut--sapaan akrab Luhut kepada Generasi Z.
Kriteria ketiga yaitu trengginas dalam artian calon presiden itu wajib dalam keadaan sehat.
"Pemimpin juga harus trengginas. Trengginas itu dia harus sehat, masa kalo pemimpin udah apa-apa perutnya udah buncit, jalannya udah susah kan repot juga," tuturnya lagi.
Menurut Luhut, Jadi Presiden itu harus Konsisten Terutama Saat Berbicara
Lebih lanjut, Luhut mengatakan tiga yang sudah disebutkan itu akan direfleksikan dalam kehidupan sehari-hari karena dilihat dari konsistensi terutama saat pemimpin berbicara.
"Tiga kriteria itu terdiri dari tanggap, tanggon (mental), dan tringginas (kesehatan prima) itu direfleksikan dalam kehidupan sehari-hari bisa diliat nantinya. Track record digital bisa dilihat, konsistensi berbicara. Kalian kan sekarang sosial media itu kan baru ketika dia hari ngomong begini tiba-tiba besoknya lusa ngomongnya begitu," ujar Luhut.
Advertisement
Jokowi Curhat ke Luhut
Lebih lanjut, Luhut mengatakan bahwa Jokowi pernah bercerita sekaligus curhat kepada dirinya mengenai kemiskinan.
"Pak Luhut orang tak perlu mengajarkan saya tentang kemiskinan karena saya datang dari keluarga miskin. Tiga kali kami digusur di pinggiran sungai Bengawan Solo, dan itu tidak diganti rugi," kata Jokowi saat bercerita ke Luhut.
"Oleh karena itu Luhut, saya bertekad melawan kemiskinan. Jadi nggak perlu orang ngajarin saya gimana. Saya cuman satu ketakutan yaitu masuk ke Universitas karena ngga punya uang. Akhirnya Alhamdulillah saya masuk ke UGM," ujarnya lagi.
Pemimpin itu Harus Dimiliki Semua Golongan Bukan Satu Golongan
Masih dalam wawancaranya, menurut Luhut bahwa pemimpin bukan berasal dari satu golongan, satu agama atau lainnya, tapi untuk semua golongan.
Sosok Jokowi yang dianggap sebagai pemimpin kita semua tanpa adanya satu golongan. Bisa dilihat dari pembangunan berbagai daerah yang dilakukan Jokowi selama dua periode jadi Presiden meski dirinya kalah telak dalam Pilpres di provinsi-provinsi tertentu.
"Dia (Jokowi) kalah di provinsi-provinsi tertentu. Beliau sama sekali tidak ada bedanya dalam pembangunan di sana. Misalnya di Sumatera Barat, Aceh, dan Mandalika pembangunan sekarang di semuanya sama, padahal di sana dia kalah telak,"Â pungkas Luhut.
Advertisement