Liputan6.com, Jakarta Seorang remaja yang diselamatkan setelah hampir 5 hari di bawah reruntuhan setelah gempa Turki, mengatakan kepada penyelamatnya: "Tolong bawakan buku Harry Potter saya."
Ikbal Cil (15) diselamatkan dari bawah blok menara sepuluh lantai yang runtuh di kota Kahramanmaras, selatan Turki — kota yang paling dekat dengan episentrum gempa yang kini telah menewaskan lebih dar 34.000 orang.
Dua gempa kuat yang terpisah beberapa jam juga menyebabkan ribuan bangunan runtuh dan menyebabkan jutaan orang kehilangan tempat tinggal.
Advertisement
Pemimpin tim amal penyelamat Inggris SARAID, Rob Davies, mengatakan the Sun pada hari Minggu: “Dari semua hal yang dia tanyakan setelah diselamatkan, terberkatilah dia, adalah buku-buku Harry Potter-nya."
"Kami harus memindahkannya dari jalan untuk mendapatkannya, tetapi dia berkata melalui penerjemah, 'Bisakah Anda membawa buku-buku saya juga'."
Ikbal secara ajaib selamat setelah dikubur hidup-hidup selama hampir lima hari tanpa makanan atau air, padahal suhu di Turki saat itu turun hingga -10C yang mengancam jiwa.
Rob berkata: “Kami menyerukan keheningan total, memasang sensor ke berbagai bagian puing dan mulai mengetuk. Orang-orang tahu pengetukan adalah tindakan manusia dari atas, sehingga mereka yang terperangkap di bawah akan mengetuk kembali."
“Segera, kami bisa mendengar ketukan samar. Ikbal mungkin juga berteriak, tapi dia terkubur begitu dalam sehingga tidak ada yang mendengarnya. Peralatan lokasi suara terkadang tidak menangkap teriakan karena frekuensinya. Dan dia berada di bawah beton bertulang setinggi empat kaki, dengan puing-puing di atasnya juga."
Terjebak dengan kedua kaki yang terjepit
Alex, seorang insinyur sipil dari Stansted, Essex, yang juga terlibat dalam penyelamatan, mengatakan kepada the Sun bahwa remaja perempuan itu terjebak di bawah lempengan beton, telungkup dengan kedua kakinya terjepit.
Pria berusia 36 tahun itu mengatakan dia merangkak ke dalam reruntuhan di mana Ikbal meraih tangannya dan menolak untuk melepaskannya. Dia terus menghiburnya sementara tim di luar memindahkan puing-puing.
Dua belas orang kini telah ditahan oleh otoritas Turki atas bangunan yang runtuh di provinsi tenggara Gaziantep dan Sanliurfa. Bencana alam telah memicu kemarahan publik atas buruknya kualitas perumahan yang tidak dibangun dengan peraturan gempa dan beberapa mengatakan skala kematian dapat dicegah dengan bangunan perumahan yang lebih baik.
Kementerian Kehakiman Turki telah memerintahkan jaksa penuntut di 10 provinsi selatan yang paling parah terkena dampak bencana untuk membuka “kantor investigasi kejahatan gempa bumi” khusus, yang akan meningkatkan prospek penangkapan lebih lanjut.
Juga di provinsi Hatay Turki, Ozlem Yilmaz yang berusia 35 tahun dan putrinya yang berusia enam tahun, Hatice, ditemukan hidup di reruntuhan setelah 117 jam. Dan setelah 119 jam terkubur di Kahramanmaras. Di kota hancur yang sama, seorang pria digambarkan tersenyum kemarin saat dia dipertemukan kembali dengan kucingnya.
Advertisement
Update gempa Turki dan Suriah
Pusat Koordinasi Darurat Turki SAKOM mengatakan pada Minggu (12/2/2023), korban tewas akibat gempa dahsyat 6 Februari 2023, mencapai 29.605 orang. Adapun korban tewas di Suriah, baik di wilayah yang dikuasai oposisi maupun pemerintah, adalah 4.574 orang. Demikian mengutip laporan CNN, Senin (13/2).
Di tengah angka kematian yang terus menanjak, keajaiban demi keajaiban masih terjadi.
Tim penyelamat dilaporkan berhasil mengeluarkan bayi berusia tujuh bulan dari puing-puring di Hatay, Turki, tepatnya 139 jam setelah gempa dahsyat terjadi.
Di tempat lain di Hatay, seorang anak usia 12 tahun bernama Cudie, juga berhasil diselamatkan setelah terperangkap di antara reruntuhan selama 147 jam.
Media pemerintah Turki melaporkan, di Gaziantep, seorang anak usia 13 tahun berhasil diselamatkan pada Minggu.
"Kamu adalah keajaiban," ujar regu penyelamat kepada anak itu seperti dikutip dari BBC.
Situasi di Suriah
Sementara itu, tim penyelamat mengkritik respons lamban komunitas internasional terhadap korban gempa di Suriah, yang rakyatnya telah lama menderita akibat perang saudara.
"Mereka sudah sepatutnya merasa ditinggalkan. Mencari bantuan internasional yang belum juga sampai," ujar Kepala Bantuan Kemanusiaan PBB Martin Griffiths.
Pada Minggu, Griffiths mentwit bahwa truk-truk dengan bantuan PBB meluncur ke Suriah barat laut.
"Saya mendorong peningkatan konvoi dari pusat transshipment PBB di perbatasan Turki. Kita perlu membuka lebih banyak titik akses dan mendapatkan lebih banyak bantuan dengan cepat," twit Griffiths.
Ismail al Abdullah, dari kelompok White Helmets, mengatakan bahwa masyarakat internasional memiliki "darah di tangan" mereka karena mengabaikan korban gempa di Suriah.
Advertisement
Klaim WHO
WHO mengklaim, pihaknya tengah menunggu persetujuan akhir untuk mengirimkan bantuan ke Suriah barat laut, yang dikuasai pemerintah.
"Diharapkan Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dapat segera melakukan perjalanan ke daerah terdampak gempa yang dikuasai pemberontak," kata organisasi itu pada Minggu.
Tedros dan tim pejabat tinggi WHO dilaporkan telah tiba di Aleppo pada Sabtu (11/2), dengan membawa perlengkapan darurat trauma dan bedah senilai lebih dari US$ 290.000.
Di Damaskus, Direktur Darurat Regional WHO Rick Brennan dalam jumpa pers pada Minggu menuturkan bahwa tidak ada pengiriman lintas batas ke Suriah barat laut sejak gempa melanda. Bantuan yang dimaksud Brennan adalah pengiriman reguler yang berlangsung akibat perang saudara.
"Kami memiliki satu jadwal dalam beberapa hari ke depan. Kami masih bernegosiasi untuk melanjutkannya," kata Brennan.
Menurut Brennan, WHO mendapat persetujuan dari pemerintah Suriah di Damaskus tetapi sedang menunggu persetujuan dari entitas di sisi lain.
"Kami bekerja sangat, sangat keras untuk menegosiasikan akses itu," tegas Brennan.