Liputan6.com, Jakarta - Siapa yang tidak mengetahui negara Jepang? Rasanya tidak ada satu pun dari kita yang tidak mengenali negeri matahari terbit ini. Negara yang dikenal dengan banyaknya produksi anime, serta perkembangan dan kemajuannya di bidang teknologi dan transportasi, memang membuat terkagum-kagum. Apakah ada di antara kalian yang sudah menginjakkan kaki dan mengunjungi Jepang?
Namun, tahukah Anda, kalau ternyata Jepang sendiri memiliki beberapa konsep dan filosofi yang cukup penting bagi kebahagiaan serta kesehatan? Ya, siapa sangka di balik modern dan majunya negara ini, rupanya ada pola pikir dan filosofi hidup yang merupakan bagian dari budaya mereka.
Apa sajakah itu? Berikut ini 10 konsep ala orang Jepang yang bisa Anda terapkan dan tiru agar lebih bahagia dan sehat seperti dikutip dari Oishya, Rabu (12/7/2023). Yuk, cek selengkapnya di sini!
Advertisement
1. Ikigai
Ikigai adalah konsep filosofi ala Jepang yang secara kasar diterjemahkan sebagai "alasan untuk menjadi" atau "hal yang membuat hidup layak untuk dijalani". Konsep "Ikigai" ini berarti secara khusus mendefinisikan dan mempraktikkan tujuan hidup seseorang. Sesederhana misalnya, alasan kenapa Anda harus bangun di pagi hari.
Gagasan ini muncul dari keinginan terhadap sesuatu yang disukai dan memberikan kebahagiaan. Dengan begitu, mereka akan menemukan makna atau kepuasan dalam kehidupan yang dijalani. Beberapa orang juga menganggapnya istilah ini sebagai hasrat, misi, pekerjaan atau panggilan yang harus dilakukan.
2. Oubaitori
Idiom Jepang kuno, "oubaitori" berasal dari karakter kanji untuk empat pohon yang mekar di musim semi, yaitu bunga sakura, persik, prem, dan aprikot. Mengacu dalam hal tersebut, oubaitori dapat diartikan bahwa setiap individu dapat tumbuh dan berkembang dengan kecepatan dan waktunya masing-masing. Sama seperti bunga yang mekar di waktu yang tepat. Jadi, kita tidak boleh membandingkan diri kita dengan orang lain.
3. Kaizen
Kaizen dalam bahasa Jepang berarti perbaikan terus-menerus atau perubahan yang menjadi lebih baik dan merupakan filosofi pribadi dan bisnis dalam usaha untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas di semua tingkat hidup. Hal ini juga sering dikaitkan dengan konsep "langkah kecil", karena berusaha mendorong seseorang membuat perubahan secara bertahap daripada mencoba perubahan besar dan dramatis sekaligus.Â
Kaizen pertama kali dipraktikkan oleh bisnis Jepang setelah Perang Dunia II, dan prinsip serta fungsinya kemudian dikenal sebagai "The Toyota Way" dan telah diadaptasi pada dunia bisnis di seluruh dunia. Saat ini, kaizen telah menjadi konsep untuk menanamkan kebiasaan yang diinginkan, serta meningkatkan efisiensi dan manfaat dalam kehidupan pribadi kita sendiri.
4. Wabi-sabi
Istilah "wabi-sabi" dapat dimaknai sebagai menemukan keindahan dalam ketidakkekalan dan ketidaksempurnaan. Dengan kata lain, itu adalah konsep dari Zen Buddha yang terlihat melalui penghargaan terhadap ketidaksempurnaan alam di mana segala sesuatu tidak kekal.
Filosofi memelihara semua yang otentik dengan mengakui tiga prinsip dasar: tidak ada yang bertahan, tidak ada yang selesai dan tidak ada yang sempurna. Dalam pengertian pribadi, itu berarti dengan bijaksana dapat menerima kekurangan diri sendiri serta kekurangan orang lain.
Advertisement
5. Mottainai
Selanjutnya, istilah "mottainai" yang diterjemahkan sebagai terlalu baik untuk disia-siakan. Hal ini mengacu pada keyakinan bahwa segala sesuatu yang ada, pantas disyukuri dan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Ini adalah konsep yang menekankan pada pentingnya tidak menyia-nyiakan sumber daya yang kita miliki, seperti makanan, air, energi, serta waktu.Â
Karena jika tidak digunakan secara maksimal atau tidak merawatnya dengan baik, rasa menyesal akan didapatkan. Melalui konsep ini pula mengarah pada gagasan tentang reducing (mengurangi), reusing (menggunakan kembali), dan recycling (mendaur ulang).
6. Mono no aware
Secara harfiah, mono no aware berarti "pedihnya keadaan". Namun, ada juga yang menerjemahkannya sebagai rasa memiliki empati terhadap hal-hal dan sesuatu yang fana atau apa yang cepat berlalu. Istilah ini sering digunakan untuk menggambarkan pengalaman seseorang melihat sesuatu yang indah, seperti bunga yang mekar dan menyadari kalau pada akhirnya semua itu akan layu dan mati.
Individu yang menganut mono no aware, memiliki kesadaran kalau hidup itu tidak ada yang kekal dan cepat berlalu, sehingga kita perlu menghargai keindahan dan kegembiraan yang ditemukan saat ini.
7. Gaman
Gaman bisa diungkapkan sebagai "daya tahan" atau "ketekunan." Itu sering dilihat sebagai kebajikan utama dalam budaya Jepang dan sering dikaitkan sebagai ketabahan, ketahanan, dan tekad. Ini mengacu pada kemampuan untuk bertahan dalam situasi yang menantang tanpa mengeluh atau menyerah. Gaman sering digunakan untuk menggambarkan seseorang yang mampu menahan kesulitan tanpa kehilangan tujuan.
8. Shikata ga nai
Shikata ga nai yang secara diterjemahkan menjadi "tidak ada yang bisa dilakukan". Ini sering digunakan untuk mengungkapkan rasa pasrah atau penerimaan dalam menghadapi situasi yang sulit atau membuat frustrasi. Ungkapan ini sering digunakan ketika seseorang menyadari bahwa ada masalah atau tantangan yang tidak dapat diubah atau diperbaiki, dan tindakan terbaik adalah menerima situasi dan melanjutkan.
Dalam pengertian ini, shikata ga nai dapat dilihat sebagai bentuk penerimaan dan ketahanan, karena mendorong orang untuk melepaskan hal-hal yang tidak dapat mereka kendalikan dan fokus pada apa yang dapat mereka lakukan untuk maju.
9. Yuugen
Yuugen adalah konsep Jepang yang dianggap sebagai "misteri" atau "kedalaman". Yuugen dikaitkan dengan gagasan bahwa ada dimensi tersembunyi atau tidak terlihat di dunia, yang berada di luar pemahaman kita sehari-hari.
Dengan terbuka terhadap misteri ini, kita dapat mengalami rasa keterhubungan dan makna yang lebih dalam. Yuugen terkadang dapat dilihat sebagai bentuk kedalaman spiritual atau emosional, karena mendorong orang untuk melihat dan mencari makna yang lebih dalam.
10. Kintsugi
Bentuk seni Jepang yang disebut sebagai "kintsugi", yang berarti perjalanan emas dan "kintsukuroi", mengacu pada perbaikan emas, paling sering dikaitkan dengan perbaikan tembikar yang rusak dengan pernis emas atau perak. Hasilnya adalah objek yang menakjubkan karena merayakan kekurangannya.
Praktik kintsugi bermula dari konsep wabi-sabi di mana ketidaksempurnaan dianggap sesuatu yang mengagumkan. Istilah itu sendiri mengacu pada perjalanan emas yang kita semua miliki sehingga perspektif ini dapat membantu kita merangkul kekurangan kita sendiri sebagai hiasan yang membuat benda dan orang menjadi lebih indah. Banyak seniman yang terinspirasi oleh konsep tersebut dan menyalurkan bentuk seni ini dalam karya mereka.Â
Advertisement