Liputan6.com, Jakarta Dari coelacanth hingga kecoa, beberapa makhluk di dunia mungkin menjadi saksi perjalanan evolusi yang panjang. Konsep "fosil hidup," yang diperkenalkan oleh Charles Darwin, membawa kita kepada spesies-spesies yang seolah-olah membeku dalam waktu, mempertahankan ciri-ciri anatomi nenek moyang mereka yang tercatat dalam fosil.
Walaupun istilah ini menimbulkan kontroversi di kalangan ilmuwan terkait kriteria dan batasan waktu yang tepat, banyak hewan memenuhi syarat sebagai fosil hidup dengan menunjukkan kesamaan yang menakjubkan dengan makhluk-makhluk purba.
Baca Juga
Fenomena ini memberikan kita kesempatan unik untuk menyaksikan evolusi yang jarang terjadi. Meskipun mengalami perubahan genetik, secara fisik, hewan-hewan ini tetap mempertahankan karakteristik kuno mereka. Melalui pemahaman tentang makhluk-makhluk ini, ilmuwan dapat melacak perubahan dan adaptasi selama rentang waktu yang luar biasa panjang, membawa kita lebih dekat dengan kisah evolusi yang berlangsung selama jutaan tahun.
Advertisement
1. Coelacanth (Coelacanthiformes)
Coelacanth, ikan bertulang purba yang dulu dianggap telah punah selama puluhan juta tahun, kini menjadi bukti hidup dari masa lampau yang muncul dari kedalaman laut. Pada tahun 1938, dunia ilmiah dikejutkan dengan penemuan sensasional coelacanth Samudera Hindia Barat di lepas pantai Afrika Selatan.
Dengan panjang mencapai 6,6 kaki dan berat hingga 198 pon, coelacanth memiliki berbagai sirip berdaging yang menyerupai anggota badan, memicu spekulasi bahwa ikan ini mungkin memiliki peran penting dalam evolusi ikan menuju kehidupan darat. Meskipun muncul dalam catatan fosil pada Periode Devonian sekitar 400 juta tahun yang lalu, coelacanth menjadi fokus penelitian karena kemiripannya yang mencengangkan dengan nenek moyangnya yang kuno.
Meskipun banyak ilmuwan sebelumnya menganggap ikan ini telah punah selama periode yang panjang, kemunculan tak terduga ini memberikan wawasan berharga tentang kelangsungan hidup spesies primitif ini dan mungkin memberikan petunjuk tentang peran evolusioner mereka dalam perjalanan ikan dari laut ke darat.
Advertisement
2. Kepiting tapal kuda (Limulidae)
Kepiting tapal kuda merupakan makhluk purba yang telah ada lebih dari 300 juta tahun yang lalu, memberikan observasi menarik mengenai evolusi dan hubungan genetiknya. Meskipun secara bentuk menyerupai kepiting prasejarah, kepiting tapal kuda lebih dekat secara kekerabatan dengan laba-laba dan kalajengking.
Empat spesies kepiting tapal kuda teridentifikasi, termasuk kepiting tapal kuda Atlantik yang tersebar di pantai Atlantik Amerika Utara dan Tengah, serta tiga spesies lainnya yang mendiami perairan Indo-Pasifik, khususnya di daerah pertemuan sungai dengan laut.
Keunikan kepiting tapal kuda tidak hanya terletak pada sejarah evolusinya, melainkan juga pada ciri fisik yang menarik. Dengan kerangka luar yang kuat, 10 kaki untuk berjalan di dasar laut, dan sepasang kaki bernama chelicerae yang digunakan untuk memindahkan makanan, kepiting tapal kuda juga memiliki darah dengan protein berbasis tembaga yang dapat berubah warna menjadi biru ketika terpapar oksigen. Khususnya, darah mereka memiliki peran penting dalam penelitian medis, berkontribusi pada pengembangan vaksin dan studi lainnya.
3. Hiu Goblin (Mitsukurina owstoni)
Hiu goblin, sebuah spesies ikan yang langka di perairan laut dalam yang tersebar di Samudera Pasifik, Atlantik, dan Hindia, dengan sejarah yang mencengangkan yang pertama kali muncul sekitar 125 juta tahun yang lalu.
Ciri khas hiu ini terletak pada adaptasinya yang menjadikannya predator mematikan. Moncongnya yang datar dan panjang dilengkapi dengan elektroreseptor, memungkinkannya merasakan medan listrik mangsanya, sementara rahangnya dilengkapi gigi yang dapat menempel pada ligamen, memungkinkan hiu goblin menggigit mangsa dengan cepat.
Walaupun menimbulkan kesan seram, hiu goblin memiliki penampilan yang unik dengan tubuh lembek berwarna merah jambu yang diselimuti oleh kulit. Dengan panjang mencapai 13 kaki dan berat hingga 460 pon, hiu ini memiliki sirip kecil yang bergerak lebih lambat dibandingkan dengan spesies hiu lainnya. Paduan antara adaptasi yang khusus dan penampilan yang mencolok menjadikan hiu goblin sebagai objek penelitian yang menarik dan perlu dipahami dalam konteks misteri lautan yang dalam.
Advertisement
4. Platipus berparuh bebek (Ornithorhynchus anatinus)
Makhluk yang menyatukan ciri-ciri mamalia, burung, dan reptil, membentuk adaptasi uniknya lebih dari 110 juta tahun yang lalu selama periode Kapur.
Pada masa tersebut, platipus menjadi salah satu mamalia pertama yang beradaptasi dengan kehidupan di air yang mengembangkan paruh mirip bebek untuk mencari makanan di lingkungan air. Meskipun memiliki penampilan yang aneh, platipus memiliki kemampuan bertelur, menyerupai reptil, tetapi juga memberikan susu kepada anak-anaknya seperti mamalia pada umumnya.
Sebuah penelitian revolusioner yang dipublikasikan di jurnal Nature pada tahun 2008 membongkar misteri genetik platipus. Ternyata, kode genetiknya terdiri dari campuran unsur-unsur mamalia, burung, dan reptil, mengungkapkan kompleksitas evolusinya yang menggabungkan sifat-sifat dari tiga kelompok makhluk yang berbeda.
5. Kelinci Amami (Pentalagus furnessi)
Kelinci Amami, dengan bulu gelap yang khasnya menjadi saksi hidup dari era prasejarah di daratan Asia pada zaman Pleistosen.
Saat ini, spesies yang selamat dari kepunahan ini hanya dapat dijumpai di dua pulau kecil di lepas pantai Jepang. Dengan populasi yang terus mengecil, sekitar 5.000 ekor kelinci Amami tersisa, menjadikannya sebagai spesies yang terancam punah. Dengan tubuh kecil, telinga pendek, dan cakar panjang, mereka telah beradaptasi dengan habitat terbatas di dua pulau tersebut.
Upaya konservasi yang intensif menjadi kunci untuk melindungi kelinci Amami dan memastikan kelangsungan hidupnya di habitat yang semakin terancam. Dengan hanya sedikit individu yang tersisa, pemahaman dan dukungan penuh terhadap upaya konservasi menjadi sangat penting untuk mencegah punahnya spesies ini.
Advertisement
6. Nautilus (Nautilus pompilius)
Nautilus adalah jenis moluska laut yang juga dikenal sebagai cephalopoda, mewakili salah satu spesies fosil hidup tertua di Bumi. Dengan cangkang spiral khasnya, nautilus hampir tidak mengalami perubahan signifikan sejak muncul lebih dari 500 juta tahun yang lalu pada awal era Paleozoikum.
Habitat alami nautilus mencakup perairan di Samudera Pasifik Barat dan Samudera Hindia, tempat mereka menghuni ruangan besar dengan cangkang keras yang melindungi tubuhnya.
Keberadaan nautilus tidak hanya mencerminkan warisan evolusionernya yang luar biasa, tetapi juga mengingatkan kita akan pentingnya pelestarian dan pemahaman lebih lanjut terhadap makhluk-makhluk laut yang telah menghuni Bumi selama jutaan tahun.
7. Komodo (Varanus komodoensis)
Komodo merupakan reptil berbisa purba yang menjadi predator dominan bertahan selama jutaan tahun, mendiami gugusan pulau Sunda Kecil di Indonesia, termasuk Pulau Komodo yang menjadi namanya.
Keunikan komodo terungkap melalui penelitian ilmiah yang menemukan bahwa nenek moyang yang mirip dengan komodo saat ini muncul di Australia sekitar 100 juta tahun yang lalu.
Reptil terbesar di dunia ini memiliki kemampuan tumbuh hingga panjang 10 kaki dan berat mencapai 330 pon, menjadikannya predator yang sangat mematikan. Kehebatan komodo tidak hanya terletak pada ukuran tubuh yang besar, tetapi juga pada kemampuannya untuk memakan mangsanya dalam jumlah yang luar biasa, mencapai hingga 80% dari berat tubuhnya dalam satu kali makan.
Advertisement
8. Katak ungu (Nasikabatrachus sahyadrensis)
Katak ungu, atau dikenal juga sebagai katak hidung babi merupakan spesies amfibi yang langka dan menarik, termasuk dalam famili Nasikabatrachidae.
Keunikan dari spesies ini terletak pada evolusinya yang mandiri, berkembang selama 100 juta tahun secara terpisah dari spesies amfibi lainnya. Penemuan pertama kali dilakukan oleh para ilmuwan di Ghats Barat India pada tahun 2003.
Tubuh yang buncit, kaki pendek, dan kepala kecil menjadi ciri khas yang membedakan spesies ini. Hidup di dunia bawah tanah menambah misteri dan daya tarik pada eksistensi katak ungu, dan penelitian lebih lanjut terhadap spesies ini dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang adaptasi amfibi terhadap lingkungan yang unik.
9. Tikus batu Laos (Laonastes aenigmamus)
Tikus batu Laos pertama kali ditemukan di Laos pada tahun 2005, menunjukkan keberlanjutan kehidupan keluarga fosil purba yang dianggap telah punah selama 11 juta tahun.
Sebagai anggota terakhir dari keluarga Diatomyidae, tikus batu Laos dikenal sebagai ‘tupai-tikus’ karena penampilannya yang menyerupai tikus, tetapi dengan ekor yang halus dan berbulu seperti tupai. Keunikan spesies ini melibatkan kombinasi rambut hitam dan ciri-ciri fisik yang mirip tikus, memberikan ciri khas tersendiri pada evolusi dan adaptasi hewan kecil ini.
Advertisement
10. Kecoa (Ordo Blattodea)
Sebagai bagian dari ordo serangga tertua yakni Blattodea, kecoa memiliki sejarah evolusi yang luar biasa, yang mencakup keberlangsungan selama lebih dari 300 juta tahun.
Penemuan fosil kecoa pertama kali terjadi pada periode Karbon Atas, mencerminkan keberadaan mereka dalam rentang waktu sejarah geologis yang sangat panjang. Blattodea, sebagai ordo yang mencakup tidak hanya kecoa tetapi juga rayap, memberikan gambaran lengkap tentang kelompok serangga ini yang telah menyebar di berbagai ekosistem di seluruh dunia.
Dengan lebih dari 4.000 spesies kecoa tersebar di seluruh dunia, mereka tetap mempertahankan kemiripan dengan fosil-fosil purba mereka. Kecoa terus menjadi kelompok serangga yang sangat sukses dan mampu beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan mereka.
Keberlanjutan dan variasi spesies kecoa di seluruh dunia menggambarkan daya tahan dan ketangguhan mereka sebagai ordo serangga yang memiliki dampak signifikan dalam menjaga keseimbangan ekosistem.
11. Aardvark (Orycteropus afer)
Aardvark, mamalia nokturnal dan penyendiri yang asli Afrika, mencerminkan sejarah panjangnya yang telah berlangsung selama lebih dari 50 juta tahun, seperti yang tercatat dalam catatan fosilnya.
Sebagai anggota terakhir dari ordo Tubulidentata yang kuno, Aardvark dapat dianggap sebagai fosil hidup karena sedikitnya perubahan evolusinya sejak masa lampau. Terjemahan namanya dalam bahasa Afrikaans, yaitu babi tanah, merujuk pada penampilan tubuhnya yang mirip babi, meskipun kekerabatan Aardvark lebih dekat dengan gajah.
Advertisement