Liputan6.com, Jakarta Studi terbaru menunjukkan bahwa orang yang mengalami obstruktif sleep apnea (OSA) dan tidur kurang dari tujuh jam per malam memiliki risiko kematian yang lebih tinggi daripada mereka yang tidur lebih lama. Gangguan tidur ini menyebabkan otot tenggorokan menjadi rileks dan menghalangi saluran napas bagian atas seseorang, yang pada akhirnya memicu gangguan pernapasan saat tidur. Berdasarkan hasil penelitian, individu yang menderita apnea tidur obstruktif dan memiliki pola tidur yang tidak memadai juga berpotensi mengalami resistensi insulin, obesitas viseral, dan hipertensi.
Berikut ini penjelasan lengkap mengenai kebiasaan tidur kurang dari 7 jam semalam dan kaitannya dengan risiko kematian, dilansir dari health.com (01/04/2024).
Pengaruh Durasi Tidur Terhadap Risiko Kematian
Menurut penelitian yang dilakukan antara tahun 1995 dan 1998, para peneliti menemukan adanya hubungan yang signifikan antara risiko kematian yang lebih tinggi dengan kebiasaan tidur kurang dari tujuh jam per malam. Namun, mereka juga mencatat bahwa, "penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk menyelidiki dampak kesehatan dari memperpanjang durasi tidur dalam semalam di antara para penderita obstructive sleep apnea (OSA) dan mereka dengan durasi tidur yang pendek." Selama bertahun-tahun, durasi tidur yang pendek selalu dikaitkan dengan risiko kardiovaskular dan kematian yang lebih tinggi.
Advertisement
Mengapa Penderita Sleep Apnea Dapat Mempersingkat Tidur
Para peneliti menyatakan bahwa penyebab dari tingginya risiko kematian pada penderita OSA yang kurang tidur masih belum diketahui. Namun, mereka berspekulasi bahwa ada dua faktor yang mungkin berkontribusi pada hubungan tersebut, yaitu tidur yang terfragmentasi dan seringnya terbangun saat tidur. Ketika OSA kambuh, terjadi penyumbatan pernapasan dan tubuh tidak mendapatkan oksigen. Proses ini menyebabkan otak mengira tubuh sedang mengalami situasi berbahaya dan akhirnya mengaktifkan respons simpatik atau mode stres. Otak akan melakukan segala upaya untuk menjaga pemiliknya tetap hidup, dengan membangunkannya dan membuatnya bernapas normal.
Bagaimana Penderita Sleep Apnea Dapat Meningkatkan Kualitas Tidur
Para ahli menyarankan agar para penderita obstructive sleep apnea (OSA) berkonsultasi secara langsung dengan pelayanan kesehatan, sehingga dapat dirujuk ke spesialis yang mampu melakukan diagnosis lebih lanjut. Pilihan pengobatan bagi para penderita OSA umumnya bervariasi mulai dari penggunaan mesin CPAP hingga pemilihan bantal tidur yang lebih baik. Menurut Jennifer Acotamadiedo, MD, seorang dokter spesialis pengobatan tidur di UCLA Health, pengobatan OSA biasanya tidak dimaksudkan untuk mencapai jumlah tidur harian tertentu, melainkan untuk meningkatkan kualitas tidur yang diperoleh.
Advertisement
Apakah Tidur 7 Jam Sehari Cukup?
Usia 18-40 tahun: orang dewasa membutuhkan waktu tidur 7-8 jam setiap hari. Adanya penjelasan mengenai rincian jam tidur yang baik pada beberapa poin diatas, diharapkan mampu memberikan manfaat pada tubuh, sehingga dapat terhindar dari penyakit.
Apakah Boleh Tidur 6 Jam Sehari?
Para ahli mengatakan bahwa tidur 6 jam tidak cukup untuk sebagian besar manusia modern. US National Sleep Foundation merekomendasikan orang dewasa untuk tidur selama 7-9 jam setiap malam. Meski begitu, Sleep Foundation mengatakan tidak setiap orang membutuhkan jumlah tidur yang sama setiap malam.
Advertisement
Apa yang Terjadi Jika Jam Tidur Kurang?
Dalam jangka panjang, kurang tidur bisa memicu penyakit kronis seperti diabetes, gangguan jantung, tekanan darah tinggi, dan obesitas. Bahkan, kurang tidur bisa memicu depresi dan penurunan sistem imun.
Tidur Sehat Dimulai Jam Berapa?
Orang dewasa usia 50 tahun ke atas idealnya tidur sekitar pukul 21.00-22.00 setiap hari. Namun, kondisi berbeda berlaku untuk remaja atau orang dewasa muda di usia produktif, mulai umur belasan tahun hingga 40 tahunan. "Di usia dewasa muda, jam 10 malam justru otak penuh dengan vitalitas.
Advertisement
Apakah Baik Tidur 5 Jam Sehari?
Tidur paling sedikit lima jam sehari dapat mengurangi kemungkinan beberapa masalah kesehatan kronis yang terjadi pada usia 50-an tahun, menurut para peneliti.