Metro Riyadh Resmi Beroperasi, Inovasi Transportasi Canggih di Tengah Gemerlap Kota

Akhir tahun 2024 Raja Salman yang sudah sepuh muncul ke publik. Meresmikan beroperasinya Metro Riyadh.

oleh Sulung Lahitani diperbarui 12 Jan 2025, 16:04 WIB
Diterbitkan 12 Jan 2025, 16:04 WIB
Metro Riyadh Resmi Beroperasi, Inovasi Transportasi Canggih di Tengah Gemerlap Kota
Metro Riyadh Resmi Beroperasi, Inovasi Transportasi Canggih di Tengah Gemerlap Kota (doc: Delianur)

Liputan6.com, Riyadh Akhir tahun 2024 Raja Salman yang sudah sepuh muncul ke publik. Meresmikan beroperasinya Metro Riyadh. Sistem transportasi massal cepat (Mass Rapid Transport/MRT) yang pengerjaannya sempat terhenti karena wabah Covid-19. Metro Riyadh mempunyai panjang 176 Kilometer, 86 statsiun, 6-line, dan menelan anggaran $25 Miliar. Bila kita melihat peta Metro Riyadh, 6-line Metro Riyadh seperti membentuk kotak.

Sebanyak empat line Metro Riyadh menghubungkan sisi Barat, Timur, Utara, dan Selatan ujung Riyadh. Satu line Metro Riyadh ada didalam kotak. Menjadi penghubung area bisnis yang dikenal padata. Sementara satu line Metro Riyadh bergerak keluar kota menuju Bandara. Konfigurasi line Metro Riyadh ini seperti ingin menjamah setiap sudut kota Riyadh. Empat wilayah paling ujung kota Riyadh terhubung dengan masing-masing dua line Metro Riyadh.

Setelah itu Metro Riyadh akan mengantar mereka ke ke pusat kota atau ke Bandara. Jaringan Metro Riyadh pastinya bukan terbesar di dunia. Jaringan Metro di Shanghai China atau Seoul Korea mempunyai panjang lebih dari dua kali lipatnya. Begitu juga dengan London yang dikenal memiliki jaringan Metro tertua. Serta New York yang memiliki statsiun Metro terbanyak.

Namun Metro Riyadh menjadi terbesar di dunia karena sistem pengoperasian tanpa pengemudi (driverless). Metro Riyadh menggunakan teknologi otomatisasi mutakhir. Seluruh operasional kerta dilakukan tanpa intervensi manusia. Metro Riyadh juga terbesar di dunia karena skala pengerjaannya. Metro Riyadh dikerjakan secara simultan dalam satu fase.

Metro Riyadh adalah proyek infrastruktur terbesar yang dibangun dalam satu fase. Jaringan Metro Riyadh lebih panjang hampir 35 KM dibanding jaringan Kereta Cepat Jakarta Bandung. Metro Riyadh memiliki 82 statsiun pemberhentian lebih banyak dibanding jalur Kereta Cepat Jakarta Bandung.

Arab Saudi sendiri tidak hanya membangun jaringan Metro Riyadh. Tapi juga akan menyelesaikan pembangunan Metro Jeddah pada tahun 2025 ini. Panjang jalurnya 152 KM. Sepuluh kali lipat panjang jalur MRT di Jakarta. Metro Jeddah akan memiliki 92 stasiun dan tiga line.

 

Metro Riyadh dan Dimensi Fisik

Hal pertama yang akan kita rasakan ketika menjelajahi Metro Riyadh pastinya dimensi fisik. Metro Riyadh bukan hanya mengenalkan kita dengan rancang arsitektur statsiun yang unik dan besar khas Arab, tapi juga melihat lanskap kota Riyadh. Statsiun Metro Riyadh di King Abdullah Financial District (KFAD) adalah desain futuristik dan organik. Garis-garis melengkung di statsiun ini meniru pola alami bukit pasir di gurun.

Sementara fasad dari panel beton berlubang berpola geometris dibuat uuntuk mengurangi penyerapan panas matahari gurun yang tajam. Begitu juga ketika kita berdiri di statsiun Metro Riyadh yang ada diatas Kota. Stasiun Metro Riyadh membuat kita bisa melihat melihat sekeliling kota yang dipenuhi gemerlap lampu di malam hari.

Lalu pada siang hari, kita akan melihat lanskap kota yang hampir seluruhnya berisi bangunan berbentuk kotak berwarna krem. Di mana di antaranya menyembul menara-menara Masjid.

Di atas bangunan berbentuk kotak terlihat tanki-tanki penyimpanan air. Banyak di antara tanki-tanki air itu yang ditempatkan di bawah bangunan permanen dari tembok. Bukan untuk melindungi dari pencuri, tapi untuk menahan sinar matahari.

Karena bila tidak ada penghalang dari sinar matahari, pada musim panas air di tanki di atap rumah dipastikan akan ikut panas. Bisa membuat kulit melepuh bila kita mencoba menyentuhnya. Pada musim panas, sinar matahari seperti menjadi water heater alami untuk air di tanki.

 

 

Penumpang Metro Riyadh versus Veteran Commuter KRL Jabodetabek

Mungkin karena efektivitas, efisiensi serta populasi penduduk lokal di Arab Saudi masih lebih banyak dibanding pendatang, Metro Riyadh seperti menjadi melting pot antara masyarakat Arab Saudi dengan orang asing. Berbeda dengan Riyadh Bus di mana mayoritas penumpangnya adalah orang asing. Metro Riyadh juga berbeda dengan tetangganya di Qatar, Metro Doha. Jumlah pendatang yang lebih banyak dibanding penduduk lokal menjadikan kita sulit bertemu Qatari di Metro Doha.

Karena menjadi pilihan masyarakat lokal jugalah kita bisa memperhatikan cara masyarakat lokal membangun interaksi dan komunikasi. Seperti pengaturan gerbong kereta. Bila Kereta di Indonesia menyediakan gerbong khusus Wanita, maka Metro Riyadh tidak melakukan pengaturan seperti itu.

Gerbong Metro Riyadh dibagi menjadi dua. Gerbong untuk single dan untuk keluarga. Seperti umumnya pengaturan ruang makan di Rumah Makan Arab. Orang-orang yang bepergian sendirian, akan memasuki gerbong single. Sementara orang yang berangkat bersama keluarga akan masuk gerbong keluarga. Termasuk di antaranya perempuan bersama suaminya.

Meski pada akhirnya kerap terjadi percampuran.Dalam percampuran inilah kita bisa melihat relasi perempuan dan laki-laki. Seperti bagaimana caranya perempuan-perempuan Arab menghadapi pencampuran dengan laki-laki. Terutama ketika kereta terisi penuh dan beberapa penumpang terpaksa berdiri.

 

Kebiasaan yang berbeda

Sebagai veteran commuter KRL Jabodetabek, pastinya kita sudah terbiasa memberikan tempat duduk kepada perempuan dan orang dewasa. Hal itu juga yang refleks kita lakukan manakala Metro Riyadh penuh. Lalu ada perempuan berdiri tidak kebagian tempat duduk. Namun berkali-kali menawarkan tempat duduk kepada perempuan yang sedang berdiri, mereka selalu menolak. Mengatakan لا (tidak) dan tetap mempersilahkan kita duduk.

Sampai di stasiun tujuan, kami tetap duduk dan perempuan itu tetap berdiri. Namun pada akhirnya kita mengerti. Penolakan untuk duduk bukan karena mereka tidak butuh. Tapi mereka lebih memilih berdiri ketimbang mesti duduk dan berdampingan dengan lelaki lain yang tidak dikenal.

Karena pada momen berikutnya, seorang perempuan menerima tawaran duduk yang kami berikan. Karena ternyata lelaki di sebelah kami juga ikut berdiri meninggalkan kursi duduknya supaya kosong. Sehingga kursi itu menjadi pembatas perempuan tersebut dengan yang lain. Karena kebiasaan ini, kita juga akan melihat situasi lain yang kerap membuat kita mengangguk-angguk. Memahami tradisi mereka dalam berinteraksi.

Seperti ketika sekitar empat orang perempuan memasuki gerbong dan tidak mendapat duduk. Refleks kami berdiri mempersilahkan tempat duduk. Lalu sebaris penumpang lelaki yang bersebelahan juga langsung berdiri. Karena keempat perempuan tersebut mesti duduk sebaris. Tanpa ada lelaki tidak dikenal di antaranya.

Atau pada kesempatan lain adalah ketika kami duduk berhadap-hadapan dengan sekitar lima orang perempuan. Meski bangku yang tersisa untuk perempuan tersebut tinggal empat, kelima nya memaksakan duduk di empat kursi tersebut. Padahal disamping kami ada kursi kosong.

 

Respons masyarakat

Karena menjadi pilihan masyarakat Arab Saudi inilah kita juga bisa merasakan respon mereka terhadap Metro Riyadh. Seorang penumpang dari statsiun District An-Nasheem, salah satu ujung Riyadh, berbincang-bincang dengan petugas Metro Riyadh.

Melalui bahasa Arab berdialek Najd, lelaki tersebut berkali-kali mengucapkan kalimat syukur dan alhamdulillah karena keberadaan Metro Riyadh. Dia tidak perlu capek-capek lagi menyetir ke pusat kota Riyadh yang macet. Hanya tinggal menyetir ke statsiun, parkir mobil di Gedung Parking Area yang menempel dengan statsiun. Setelah itu naik Metro Riyadh.

Meskipun menurutnya masih ada statsiun yang belum beroperasi, tetapi dia tetap merasa bersyukur. Hal yang sama dikatakan seorang lelaki Arab yang lancar berbahasa Inggris. Meski mungkin lelaki tersebut iseng bertanya pendapat kami tentang Metro Riyadh.

Namun kami menjawab serius bila Metro Riyadh adalah “This is Great Step.” Meski Riyadh memiliki jalan lebar, mulus, dan tidak berbayar, tapi jalan tidak pernah bisa mengurai kemacetan. Bagusnya infrastruktur jalan di Riyadh justru hanya mendorong Car Culture. Budaya mobilitas yang boros energi, memicu polusi dan tidak efektif.

Lalu dengan bangga lelaki tersebut mengatakan “That is MBS.” Menurutnya Metro Riyadh adalah hasil kerja MBS. Meskipun mungkin banyak orang di luar tidak suka MBS, tapi dia merasakan kerja keras MBS. Menurutnya bila tidak ada Covid, Metro Riyadh akan selesai lebih cepat.

Hal tidak jauh berbeda ditunjukkan anak-anak, remaja-remaja dan Ibu-Ibu. Meskipun mereka tidak mengajak berkomunikasi, tapi gesture mereka menunjukan bila mereka gembira dan menikmati Metro Riyadh. Bagi mereka berada di kereta bagian paling depan adalah keharusan. Minimalnya berdiri di pinggiran jendela Metro.

Karena di posisi itulah mereka bisa melihat melihat kota yang mereka diami dari atas. Sambil memegang iPhone untuk merekam momen-momen menarik. Kira-kita begitulah situasi salah satu sisi kota Riyadh Ibu Kota Arab Saudi. Sedang senang dan bergembira karena ada hal baru dalam kehidupan mereka.

 

Penulis:

Delianur

Pemerhati Timur Tengah Mukimin di Arab Saudi

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya