Liputan6.com, Jakarta Belakangan ini, konsep pernikahan lavender telah menarik perhatian seiring dengan terus berkembangnya norma-norma sosial dan identitas individu. Pernikahan lavender atau lavender marriage biasanya melibatkan pasangan heteroseksual dan homoseksual yang menjalin ikatan, sering kali untuk menyesuaikan diri dengan harapan masyarakat atau untuk menyembunyikan orientasi seksual salah satu pasangan.
Namun, menurut Business Insider, pandangan Gen Z terhadap pernikahan lavender bukanlah tentang menyembunyikan identitas, tetapi tentang menciptakan kemitraan yang memprioritaskan persahabatan, stabilitas keuangan, dan tujuan bersama daripada romansa.
Baca Juga
Mereka muak dengan aplikasi kencan yang berorientasi pada keuntungan, sewa yang sangat tinggi, dan beban emosional dari ghosting. Sebaliknya, mereka mencari seseorang untuk menonton Netflix, membayar cicilan rumah, dan menjalani hidup sebagai satu tim.
Advertisement
Pernikahan lavender mengacu pada ikatan antara seorang pria dan seorang wanita di mana setidaknya satu pasangan adalah homoseksual atau biseksual, tetapi hubungan tersebut tidak berakar pada cinta romantis.
Secara historis, pernikahan-pernikahan ini merupakan pengaturan yang dirancang untuk menyediakan fasad sosial, yang memungkinkan individu untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma masyarakat sambil secara pribadi menjalani kebenaran mereka.
Menurut Marriage.com, pernikahan lavender pernah berfungsi sebagai strategi bertahan hidup di masa ketika visibilitas LGBTQ+ berbahaya, dan penerimaan jarang terjadi di dunia Barat. Namun, bahkan di dunia yang lebih inklusif saat ini, konsep tersebut belum menghilang ā konsep tersebut hanya berkembang.
Ā
Melihat lebih dekat cara kerja pernikahan lavender
Pada intinya, pernikahan lavender adalah kemitraan yang dibangun atas dasar saling pengertian dan tujuan bersama. Namun, bagaimana cara kerjanya dalam praktik? Apa manfaat-manfaat yang diperoleh pelakunya?
1. Saling pengertian dan kesepakatan
Setiap pernikahan lavender dimulai dengan percakapan yang jelas dan jujur. Kedua individu memasuki pengaturan tersebut dengan pengetahuan penuh tentang orientasi seksual masing-masing dan alasan di balik ikatan tersebut.
Komunikasi terbuka ini membentuk landasan hubungan, yang memastikan bahwa kedua belah pihak saling menghormati batasan dan harapan masing-masing.
Ini bukan tentang penipuan, tetapi lebih tentang menciptakan kemitraan yang sesuai untuk kedua individu ā front persatuan yang memungkinkan mereka untuk menavigasi keadaan unik mereka bersama-sama.
Ā
Advertisement
2. Memberikan perlindungan sosial
Di banyak belahan dunia, stigma sosial seputar identitas LGBTQ+ masih menyebar luas. Pernikahan lavender sering kali berfungsi sebagai perisai pelindung, yang memungkinkan individu untuk menyesuaikan diri dengan harapan tradisional sambil menghindari diskriminasi atau bahaya.
Penelitian menunjukkan bahwa individu LGBTQ+ masih menghadapi tantangan yang signifikan, mulai dari prasangka di tempat kerja hingga penolakan keluarga. Dalam lingkungan seperti itu, pernikahan ini menyediakan cara untuk menjaga keselamatan pribadi, kesehatan mental, dan privasi publik.
3. Meredakan tekanan keluarga
Harapan keluarga bisa jadi sulit untuk dipenuhi, terutama dalam budaya di mana pernikahan dan anak-anak dipandang sebagai tonggak kesuksesan.
Pernikahan lavender dapat membantu individu memenuhi harapan ini tanpa mengorbankan jati diri mereka yang sebenarnya. Ini adalah cara untuk menjaga perdamaian, mengurangi konflik, dan menjaga keharmonisan dalam dinamika keluarga.
Ā
4. Mengakses manfaat hukum dan finansial
Pernikahan disertai dengan keuntungan ā keringanan pajak, asuransi kesehatan bersama, hak warisan, dan banyak lagi. Bagi sebagian orang, memasuki pernikahan lavender adalah keputusan strategis untuk mengakses manfaat ini.
Hal ini dapat menjadi sangat penting di wilayah-wilayah yang tidak mengakui hubungan sesama jenis secara hukum, sehingga pasangan queer tidak mendapatkan perlindungan yang sama seperti pernikahan heteroseksual.
Seorang TikToker queer, yang dikenal dengan nama Robbie Scott, baru-baru ini menjadi viral setelah mengunggah video yang meminta lamaran untuk pernikahan lavender.
Ia tidak ingin menyembunyikan seksualitasnya, sebaliknya, ia menginginkan rekan setim untuk membantu membayar tagihan dan mengatur pengeluaran hidup.
āAku bisa menjadi suamimu, istrimu, anjingmu, apa pun yang kau inginkan dariku,ā katanya. āYang harus kau lakukan hanyalah menikah denganku sehingga aku mampu membayar hipotek, utilitas, dan pajak.ā
Kolom komentar pun ramai. Beberapa penonton berbagi keinginan mereka untuk pengaturan yang sama, sementara yang lain dengan bangga mengungkapkan bahwa mereka sudah pernah melakukan pernikahan lavender.
Seorang komentator menulis: āAku dan sahabatku selama 15 tahun melakukan pernikahan lavender! Kami memiliki rumah, mobil, dan pergi berlibur. Keputusan terbaik yang pernah kami buat!ā
Yang lain menimpali: āSaat ini menjalani pernikahan lavender dan merasakan lebih banyak cinta dan perhatian dalam 8 bulan dibandingkan dengan 20 tahun bersama mantan saya. Tidak akan pernah kembali lagi.ā
Ā
Advertisement
Apakah pernikahan lavender masih relevan?
Tentu saja. Meskipun masyarakat telah membuat langkah maju menuju penerimaan LGBTQ+ di banyak negara, stigma dan tantangan tetap ada. Di beberapa negara yang masyarakatnya dikenal religius, pengakuan masih dapat mengakibatkan diskriminasi atau lebih buruk lagi.
Pernikahan lavender menawarkan cara untuk menavigasi realitas ini secara diam-diam sambil menjaga identitas dan keamanan pribadi.
Pada saat yang sama, pandangan modern tentang pernikahan lavender mencerminkan perubahan prioritas. Ini bukan lagi tentang bertahan hidup ā ini tentang menciptakan kemitraan yang berhasil, entah itu berarti berbagi biaya sewa atau sekadar memiliki teman ngobrol saat kembali ke rumah.