Bantengan, Seni Tari Tradisional dari Malang yang Mendunia

Masyarakat Penggiat Budaya Indonesia (MPBI) adalah gerakan masyarakat Kota Batu dan Malang, Jawa Timur.

oleh Liputan6 diperbarui 12 Sep 2013, 17:48 WIB
Diterbitkan 12 Sep 2013, 17:48 WIB
130912cbantengan.jpg
Citizen6, Malang: Masyarakat Penggiat Budaya Indonesia (MPBI) adalah gerakan masyarakat Kota Batu dan Malang, Jawa Timur. MPBI berperan dalam mengembagkan ide, gagasan, konsep kreatif pertunjukkan, dan membangun relasi sosial Komunitas Penggiat Seni Budaya
tradisi kepada publik.

Secara kelembagaan, MPBI belum mempunyai legal formal. Dengan bentuk konsorsium terbuka, MPBI mengajak partisipasi berbagai unsur instansi atau komunitas manapun yang mempunyai visi dan misi sama. Yakni menggiatkan pelestarian seni tradisi, melakukan kajian, dan menghadirkan budaya etnik serta kearifan lokal pada masa kekinian. Salah satunya melalui jagat digital social media.

Pengurus MPBI atau Penggiat Budaya yang berbasis sukarelawan ini datang dari berbagai kelompok masyarakat ini, yaitu  kelompok kesenian bersangkutan, seniman lintas genre, budayawan, aktivis sosial, organisator pemuda, pengusaha, mahasiswa, birokrat, designer, IT, dan lain-lain.



Sejak 2008 hingga sekarang, Penggiat Budaya fokus pada kegiatan seni tradisi yang berkembang di Malang Raya, yakni Bantengan. Pola pengembangan gerakan ini mengusung azas gotong-royong. Pengurus Penggiat Budaya mulanya mayoritas para penggiat dari luar komunitas seni Bantengan, namun kini secara bertahap, sampai pada tahun ke-6, Penggiat Budaya mengembalikan tata kelola kegiatan Bantengan Nuswantara kepada internal komunitas Bantengan sepenuhnya.

Bantengan Nusantara-Sinergi, Harmoni, Kebersamaan Mutual

Sebelum 2008, seni Bantengan lazimnya menggelar pertunjukannya di suatu lapangan (kalangan) dimana grup seni bantengan tersebut bertempat tinggal. Atau pada setiap kali ada undangan hajatan, perayaan hari besar, selamatan desa maupun karnaval 17 Agutusan. Pertunjukkan itu pun hanya sebatas di antara masing-masing grup.



Bantengan dikenal sebagai seni pertunjukan yang mentas di pojokan kampung, simpang perempatan jalan desa atau di sudut tempat kepunden yang dikeramatkan masyarakat. Seni Bantengan, yang akarnya berasal dari kanuragan pencak silat, seolah-olah bukan pemain utama di pentasnya sendiri. Hal inilah yang menjadi kegelisahan dari para penggiat seni bantengan, yang kemudian menggalang beberapa tokoh masyarakat lintas komunitas. Salah satunya adalah Agus Riyanto atau akrab disapa Cak Tubrun, seniman Bantengan yang menggelar Gebyak Bantengan Nuswantara dengan format karnaval.



Proses kolaborasi internasional, sejak 2010 Bantengan Nuswantara bersama komunitas Arts Island Festival menyelenggarakan gelar kolaborasi art performance di Desa seni Ngroto Joyo, Pujon Malang. Kegiatan ini berjudul Kidung Bantengan, kolaborasi music, tari kontemporer dari manca negara, dan seni Bantengan.

Arts Island Festval adalah kelompok performance art kontemporer dari berbagai negara, seperti Jepang, Australia, Selandia Baru, Irlandia, Malaysia, Prancis, Indonesia, dan USA. Kolaborasi tahun selanjutnya adalah pertunjukan Seni Keliling In The Arts Island Festival (Juli 2011) dan sejak 2012 menjadi International Trance Carnival.



Setiap tahunnya, Bantengan Nuswantara melibatkan lebih dari 100 grup Bantengan. 6000 orang di dalamnya terdiri dari puluhan seniman tari berkolaborasi (dalam-luar negeri), ratusan relawan panitia, yang diapresiasi oleh ribuan penonton di sepanjang 3 kilometer rute karnaval.

Biaya operasional kegiatan rutin (gebyak) di masing-masing wilayah kelompok seni Bantengan diperoleh melalui iuran anggota, pengajuan donatur tokoh masyarakat, dan dari anggaran kesenian pemerintah daerah setempat. Seperti misalnya saat penyelenggaraan Bantengan Nuswantara, masing-masing kelompok membiayai kelompoknya sendiri tanpa menambah beban kepada panitia pelaksana. Notabene mereka juga termasuk dalam kepanitiaan event tersebut.

Sampai pada tahun ke-6 ini, dana kegiatan Bantengan Nuswantara lebih banyak berasal dari dana gotong royong Penggiat Budaya. Mengajukan bantuan kepada pemerintah dan sponsor juga masih belum  dimaksimalkan. Meski sebenarnya kegiatan ini telah mengangkat identitas daerah khususnya Kota Batu dan menjadi kalender kebudayaan rutin di Jawa Timur.

Untuk lebih mengenalkan dan memperluas apresiasi masyarakat atas seni Bantengan, disusun pula beberapa program untuk mendukung event ini, seperti lomba fotografi (umum), lomba film dokumenter (umum), lomba mewarnai untuk anak-anak TK, workshop Batik Bantengan bagi ibu-ibu, pameran dokumentasi Bantengan Nuswantara (umum dan gratis), dan pemutaran film dokumenter Bantengan Nuswantara yang dilakukan keliling daerah. (Penggiat Badaya/Mar)

Humas Penggiat Budaya adalah pewarta warga yang berdomisili di Kota Batu, Jawa Timur dan bisa dihubungi lewat akun twitter @penggiatbudaya

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan,wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.

Mulai 10-20 September ini, Citizen6 mengadakan program menulis bertopik "Komunitasku Keren!". Ada merchandise eksklusif bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya