Kominfo: Tugas Bersama Regulator untuk Mengatur NFT hingga Metaverse

Pemerintah harus duduk bersama-sama membahas soal NFT dan Metaverse.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 25 Feb 2022, 06:00 WIB
Diterbitkan 25 Feb 2022, 06:00 WIB
Raup Cuan Miliaran, Ghozali Everyday Beri Tips Sebelum Jual NFT di Marketplace
Ghozali Everyday Beri Tips Sebelum Jual NFT di Marketplace (unsplash/pawelczerwinski).

Liputan6.com, Jakarta - Perkembangan NFT, kripto, dan metaverse saat ini tidak bisa dipungkiri lagi terus meningkat di seluruh dunia, tak terlepas di Indonesia. Meskipun begitu, perkembangan itu semua juga menjadi polemik yang sama-sama dihadapi berbagai negara di dunia. 

Direktur Ekonomi Digital, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), I Nyoman Adhiarna, mengungkapkan semua negara hampir mengalami hal yang sama yaitu regulasi dan menjadi permasalahan lintas sektor.

NFT, Metaverse, dan yang lainnya, Blockchain ini permasalahannya sudah lintas sektor. Jadi, ini tugas kami di pemerintahan untuk duduk bersama-sama membahas soal ini,” kata Nyoman, dalam acara Seminar Virtual NFT-Antara Blockchain dan Cryptocurrency: Risk & Opportunity, Kamis, 24 Februari 2022.

Nyoman menuturkan, pemerintah tidak bisa lagi mengatur berdasarkan tugas dan fungsinya masing-masing, karena permasalahan dari perkembangan hal tersebut sangat kompleks. 

"Di dunia digital ini, kita tidak bisa lagi sendiri-sendiri dan ke depan kita harus lebih bekerja sama sesama regulator dan pemangku kepentingan yang lain sehingga masyarakat menjadi lebih aman dan lebih mendapatkan manfaat dari perkembangan teknologi,” tutur Nyoman. 

“Ini juga menjadi renungan buat kita ke depan, bagaimana kita mengaturnya dan siapa yang akan berperan mengaturnya? Apakah semua akan dilakukan oleh Kominfo? Orang jual beli tanah kavling di dalam metaverse, apakah harus Kominfo yang mengatur? atau ada aturan baru, kami juga belum melihat hal itu,” lanjut Nyoman. 

Selain itu menurut Nyoman, semua perkembangan digital tidak harus semuanya diatur. Dalam beberapa kasus terpaksa harus dibiarkan sepanjang itu tidak memberikan dampak negatif kepada masyarakat. 

“Seperti itulah yang bisa kita lakukan, karena kalau kita terlalu kaku mengatur, peraturan itu akan tertinggal. Jadi, kita tidak mungkin segalanya diatur, tetapi yang harus diatur adalah, misalnya terkait bagaimana pengawasan transaksi keuangan agar tidak disalahgunakan sebagai money laundering,” ucap Nyoman.

“Misal ada pembeli membeli barang, maka barangnya harus sesuai dengan yang dibeli, jadi peraturan dan pengawasan akan lebih ke arah situ,” pungkas Nyoman. 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Berpotensi Jadi Sarana Pencucian Uang

Ilustrasi NFT (Foto: Unsplash by Pawel Czerwinski)
Ilustrasi NFT (Foto: Unsplash by Pawel Czerwinski)

Sebelumnya,  teknologi yang semakin canggih membuat timbul kejahatan-kejahatan baru misalnya dalam kasus pencucian uang. Pembahasan tersebut dibahas dalam acara webinar berjudul Opportunities,Challenges & Impacts of Utilizing New Tech in Strengthening The AML/CFT Regime. 

Dalam webinar yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan United Nations on Drugs and Crime (UNODC), Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavanda, menjelaskan soal perkembangan kejahatan pencucian uang sejak era 1.0 hingga 5.0.

Hal ini karena semakin canggih teknologi membuat kejahatan pencucian uang juga semakin berubah. Ivan menjelaskan pada era 1.0 kejahatan pencucian uang menggunakan metode yang sederhana, hingga akhirnya saat ini memasuki era 5.0, pencucian melalui instrumen yang tidak diregulasi dengan jelas seperti kripto hingga NFT.

"Mulai dari menggunakan metode sederhana, rekening bank pribadi atau bisnis sederhana, serta beroperasi di yurisdiksi berbeda hingga masuk pada instrumen yang tidak diatur dengan jelas dan berada di zona abu-abu, seperti bitcoin, cryptocurrency, cloud, NFT, dan blockchain.” kata Ivan, Rabu, 23 Februari 2022.

Ivan menuturkan, teknologi baru bisa menghadirkan rintangan bagi semua orang misalnya dari segi pencucian uang hingga terorisme. Meskipun begitu, di sisi lain teknologi baru itu juga memiliki potensi baik untuk melawan pencucian uang karena lebih akurat. 

Untuk menjawab tantangan yang diberikan teknologi baru, PPATK juga tengah mempersiapkan dokumen rencana yang berisi roadmap tentang implementasi teknologi informasi PPATK untuk melawan kegiatan pencucian uang. 

"Tentunya untuk sekarang saya tidak bisa memastikan ini akan selesai dengan cepat, ini butuh waktu, ini butuh pelatihan khusus, tetapi saya optimis dengan apa yang bisa kita raih dalam jangka waktu pendek apabila kita berkomitmen," ujar Ivan. 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya