Liputan6.com, Jakarta - Bitcoin menembus di bawah tren naik jangka pendek karena sinyal momentum berubah negatif. BTC gagal menahan reli di level USD 40.000 atau sekitar Rp 582,6 selama beberapa bulan terakhir.
Trader Tokocrypto, Afid Sugiono menuturkan, kebijakan bank sentral AS, the Fed, telah memberi dampak besar pada Bitcoin dan pasar kripto secara keseluruhan.
Baca Juga
Hal itu berdampak pada peningkatan volatilitas pasar dalam beberapa waktu terakhir ini dapat dikaitkan dengan kenaikan inflasi, krisis geopolitik dan kekhawatiran atas kebijakan moneter yang lebih ketat oleh The Fed.
Advertisement
"Nilai BTC terus terbebani oleh tekanan makro ekonomi dan sentimen umum pasar yang belum pulih. Fluktuasi harga baru-baru ini juga masih berhubungan dengan ketidakpastian yang berkelanjutan atas pandemi COVID-19 dan tindakan regulasi baru oleh pemerintah AS, termasuk perintah eksekutif Joe Biden,” ujar Afid kepada Liputan6.com, Selasa (10/5/2022).
Afid juga mengungkapkan harga Bitcoin bisa turun hingga USD 25.000 atau sekitar Rp 363,8 juta.
"Pada grafik Bitcoin: Estimated Leverage Ratio dari CryptoQuant, BTC berisiko menembus di bawah rata-rata pergerakan tembus sekitar USD 30.000. Namun, tidak menutup kemungkinan akan terjun ke area USD 25.000 sampai USD 27.000 yang faktanya bakal sangat menyakitkan bagi banyak investor,” tutur Afid
Meski begitu, menurut Afid penurunan ini mungkin akan berlangsung lama dan pemulihan harga tampaknya lebih cepat.
Pergerakan Bitcoin dan altcoin, saat ini berkorelasi dengan aset sensitif risiko lainnya seperti saham, terutama saham teknologi, selama beberapa bulan terakhir. Saham-saham teknologi pun berguguran. Nilai saham Alphabet, Microsoft, Amazon, dan Meta kompak terjerumus lebih dari 1 persen.
Secara lebih umum, Afid mengatakan dari data analisis on-chain sebagian besar investor jangka pendek telah menjual kepemilikan BTC mereka sebagai reaksi terhadap penurunan harga.
Aksi jual mereka mungkin berkontribusi terhadap penurunan nilai Bitcoin. Nilai pasar BTC saat ini sekitar USD 662 miliar, setara dengan 39,4 persen dari ekonomi kripto senilai USD 1,68 triliun.
Mei biasanya merupakan periode musiman yang kuat untuk saham dan kripto. Alasannya secara historis, Bitcoin telah mengalami kenaikan transaksi 17 persen pada Mei dalam 9 tahun terakhir.
“Hal ini dapat memberikan kesempatan bagi investor untuk memasuki pasar setelah tiga bulan melakukan perdagangan sideways,” pungkas Afid.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Pasar Kripto Masih Lesu, Ini Penyebabnya
Sebelumnya, pasar kripto masih melanjutkan keterpurukan sejak sepekan terakhir. Bitcoin dan kripto jajaran teratas lainnya masih stagnan bertahan di zona merah.
Berdasarkan data dari Coinmarketcap, Senin siang, 9 Mei 2022, harga Bitcoin berada di kisaran harga USD 33.667 atau sekitar Rp 490,3 juta (asumsi kurs Rp 14.565 per dolar AS.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi menuturkan, penurunan drastis yang dialami pasar kripto secara fundamental saat ini disebabkan oleh kenaikan suku bunga AS oleh the Fed untuk menekan inflasi.
"Faktor yang mempengaruhi harga kripto terutama Bitcoin turun adalah kenaikan suku bunga di AS untuk menekan inflasi. Bank sentral global juga alami inflasi cukup tinggi dampak konflik Rusia-Ukraina. Apalagi negara yang berikan sanksi pada Rusia, inflasi-nya cukup tinggi,” ujar Ibrahim ketika dihubungi Liputan6.com, Senin, 9 Mei 2022.
Pada Rabu mendatang, AS akan merilis data inflasi, menurut Ibrahim, kemungkinan tingkat inflasi akan mengarah ke 9 persen dari yang sebelumnya 8,5 persen.
“Tingkat inflasi yang tinggi ini bisa membuat pemerintah AS ketar-ketir dan risiko terjadi resesi juga cukup besar. Resesi ini juga tidak hanya bisa terjadi di AS tapi di negara besar seperti Inggris dan beberapa negara Eropa lainnya. Resesi ini juga dapat memicu penurunan harga kripto,” jelas dia.
Advertisement
Harga Kripto Masih Tertekan secara Teknikal
Harga Bitcoin Sempat Sentuh Rp 492 Juta, Turun 50 Persen dari Posisi Tertinggi Sepanjang Masa
Sebelumnya, bitcoin, salah satu aset kripto paling populer di dunia, memperpanjang penurunannya hingga akhir pekan. Mengawali pekan kedua Mei 2022, Senin (9/5/2022) dini hari, Bitcoin sempat jatuh hingga level USD 33.921 atau sekitar Rp 492,1 juta setelah minggu yang bergejolak untuk saham dan aset lainnya.
Namun, harga bitcoin berhasil naik sedikit dan diperdagangkan di kisaran USD 34.000 yang artinya turun sekitar 50 persen dari harga tertingginya pada November 2021 yaitu di kisaran USD 68.000.
Dilansir dari Yahoo Finance, Senin, 9 Mei 2022 penurunan terjadi setelah minggu yang bergejolak untuk pasar saham yang melihat ayunan besar naik dan turun setelah keputusan Federal Reserve memberikan kenaikan suku bunga setengah poin pada Rabu lalu.
Karena korelasi saham dan kripto yang semakin kuat, ayunan tersebut secara tidak langsung juga berimbas pada pasar kripto.
Pasar saham AS ditutup melemah pada Jumat lalu dengan Nasdaq teknologi berat tenggelam 1,4 persen sehari setelah jatuh 5 persen, menjadi kinerja terburuk sejak 2020.
S&P 500 dan Dow Jones Industrial Average turun dalam peningkatan yang lebih kecil tetapi melanjutkan penurunan mereka menyusul kenaikan suku bunga setengah poin yang diperkirakan secara luas oleh bank sentral AS Rabu lalu.
Di sisi lain Bank of England (BoE) melanjutkan jalur moneternya yang lebih hawkish, menaikkan suku bunga seperempat poin ke level tertinggi dalam 13 tahun. Hal itu juga secara tak langsung memberikan dampak pada guncangan kripto selama sepekan terakhir.
Advertisement