Liputan6.com, Jakarta Harga Bitcoin (BTC) secara mengejutkan berhasil menembus USD 57.000 atau setara Rp 892,3 juta (asumsi kurs Rp 15.628 per dolar AS), ini merupakan harga tertinggi sejak 2021.
Trader Tokocrypto, Fyqeh Fachrur menjelaskan ada beberapa katalis yang memicu kenaikan harga Bitcoin. Indikasi kuat kenaikan tersebut disebabkan oleh permintaan yang meningkat, serta lonjakan transaksi ETF Bitcoin (BTC) yang mencapai USD 2,4 miliar atau setara Rp 37,5 triliun.
Baca Juga
Advertisement
“Dengan minat investor yang tinggi, manajemen aset seperti Ishares milik Blackrock dan lainnya membutuhkan tambahan Bitcoin,” kata Fyqieh ketika dihubungi Liputan6.com, Rabu (28/2/2024).
Fyqieh menambahkan, sentimen lainnya adalah kabar pembelian tambahan Bitcoin yang dilakukan oleh Microstrategy sebesar 3.000 BTC juga berpotensi meningkatkan harga. Dengan akuisisi terbaru ini, total kepemilikan Bitcoin MicroStrategy sekarang berjumlah 193.000 Bitcoin, diperoleh dengan harga rata-rata USD 31.544 atau setara Rp 493,7 juta, dengan total sekitar USD 6,09 miliar atau setara Rp 95,3 triliun.
Aset Cadangan
Selain itu, menurut Fyqieg banyaknya institusi keuangan dan perusahaan besar yang mulai mengadopsi Bitcoin sebagai aset cadangan atau sebagai metode pembayaran juga telah meningkatkan kepercayaan dan minat terhadap Bitcoin.
“Hal ini memberikan dorongan tambahan bagi kenaikan harga Bitcoin. Dari sisi politik ada kekhawatiran shutdown pemerintah AS,” jelas Fyqieh.
Fyqieh menturkan, ketika tenggat waktu untuk potensi shutdown pemerintahan AS semakin dekat, kemungkinan penutupan parsial pada 1 Maret 2024 dan penutupan penuh pada 8 Maret, pasar tengah mencermati perkembangannya.
Selain itu, pengumuman Presiden AS, Joe Biden tentang pertemuan dengan para pemimpin Kongres pada tanggal 27 Februari untuk membahas situasi dan implikasinya terhadap Ukraina menambah lapisan signifikansi geopolitik dalam diskusi tersebut, mempengaruhi sentimen investor dan dinamika pasar.
Potensi Pergerakan Harga Bitcoin Selanjutnya
Volatilitas tinggi Bitcoin saat ini menyebabkan banyak trader di pasar derivatif mengalami likuidasi sebesar USD 378 juta atau setara Rp 5,9 triliun, dengan perkiraan 88.000 trader terlikuidasi.
Meskipun demikian, Fyqieh menyebut kenaikan harga yang signifikan ini memberikan dampak positif pada pasar kripto secara keseluruhan. Volume rata-rata transaksi di bursa kripto luar negeri juga meningkat lebih dari 100% menurut data dari Coinglass.
Secara teknikal, Bitcoin saat ini berada dalam kondisi bullish kuat dan berpotensi untuk melanjutkan kenaikan. Namun, belum ada konfirmasi untuk mencapai harga USD 60.000 atau setara Rp 939,1 juta.
Advertisement
Penolakan Harga Bitcoin
“Hal ini terlihat dari penolakan harga Bitcoin dari level USD 57.000. Bitcoin mungkin perlu mengalami koreksi, karena RSI (Relative Strength Index) berada dalam kondisi overbought dan menunjukkan potensi untuk koreksi,” ujar Fyqieh.
Adapun saat ini, data aliran pasar ETF Bitcoin spot tetap menjadi titik fokus. Namun, penurunan harga Bitcoin di bawah level USD 55.000 atau setara Rp 860,8 juta akan membawa level dukungan USD 53.000 atau setara Rp 829,5 juta ke dalamnya.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.