Liputan6.com, Jakarta Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Hasan Fawzi, mencatat hingga akhir kuartal pertama tahun 2025, OJK mencatat sebanyak 14 calon pedagang aset kripto telah mengajukan permohonan perizinan untuk dapat beroperasi secara resmi di Indonesia.
Dari jumlah tersebut, tiga entitas telah lolos proses verifikasi dan telah diberikan izin resmi oleh OJK.
Baca Juga
"Dapat kami sampaikan hingga kuartal 1 tahun ini tercatat ada 14 calon pedagang aset kripto yang mendaftarkan perizinan di OJK dan sejauh ini sudah ada 3 pedagang aset kripto baru yang telah resmi mendapatkan persetujuan izin dari kami di OJK," kata Hasan dikutip dari RDKB bulanan OJK, Kamis (17/4/2025).
Advertisement
Dari penambahan tiga entitas baru ini, saat ini total sudah ada 19 pedagang aset kripto yang telah memiliki izin resmi dari OJK dan dapat melakukan kegiatan perdagangan aset kripto di Indonesia.
Hasan menjelaskan bahwa beberapa dari pedagang yang telah memperoleh izin tersebut memiliki hubungan kerja sama dengan entitas asing, baik dalam bentuk kemitraan regional maupun afiliasi global. Bahkan, terdapat pedagang yang memiliki unsur kepemilikan saham asing.
Wajib Patuhi Aturan
Namun demikian, OJK menegaskan bahwa meskipun terdapat partisipasi asing dalam kepemilikan atau pengelolaan, seluruh pedagang aset kripto yang beroperasi di Indonesia tetap wajib mematuhi seluruh peraturan dan ketentuan hukum yang berlaku di dalam negeri.
"Tentu mereka tetap harus tunduk pada setiap ketentuan peraturan di domestik termasuk dalam hal ini pemenuhan ketentuan perundangan yang berlaku aspek tata kelola, memastikan selalu kapasitas infrastruktur keamanan sistemnya tentu pelindungan konsumen dan kewajiban-kewajiban lain seperti pelaporan dan pengawasan oleh kami di OJK dan sebagainya," ujarnya.
Â
Indonesia di Peringkat Tiga Dunia untuk Adopsi Kripto
Indonesia menunjukkan posisi yang sangat strategis dalam lanskap global industri aset kripto. Berdasarkan data terbaru dari Global Crypto Adoption Index 2024 yang dirilis oleh Channel Assist, Indonesia menduduki peringkat ketiga di dunia dalam hal tingkat adopsi kripto.
Peringkat tinggi ini mengindikasikan besarnya partisipasi masyarakat Indonesia dalam memanfaatkan aset digital, terutama dari kalangan individu atau pengguna retail.
"Yang tentu menandakan tingginya tingkat partisipasi masyarakatnya dalam mengadopsi kegiatan yang terkait dengan aset kripto terutama tentu dari segmen konsumen individu atau retail," ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa tren adopsi ini tidak terlepas dari berbagai inovasi yang dilakukan pelaku industri serta keterbukaan masyarakat terhadap teknologi baru. Akses terhadap teknologi digital yang semakin luas serta meningkatnya literasi keuangan digital turut mendorong akselerasi adopsi kripto di tanah air.
Â
Advertisement
Pengaruh Sentimen Global dan Tantangan Pengawasan
Hasan turut menyoroti bahwa perkembangan pasar kripto sangat dipengaruhi oleh sentimen global. Dalam beberapa waktu terakhir, berbagai negara dan bahkan pimpinan negara telah menunjukkan sinyal dukungan yang lebih terbuka terhadap penggunaan aset kripto dalam sistem keuangan mereka.
"Nah kemudian dinamika pasar kripto sendiri tentu kita lihat sama-sama dipengaruhi oleh berbagai sentimen global," kata Hasan.
Menurut Hasan, sikap positif ini telah memicu gelombang optimisme dari para investor global untuk semakin terlibat dalam kegiatan berbasis aset digital.
"Ini tentu kembali telah memicu gelombang optimisme dari para investor konsumen global untuk terus mengadopsi dan berkegiatan yang terkait dengan aset kripto ini," ujarnya.
Namun, di balik potensi besar tersebut, terdapat pula tantangan yang tidak bisa diabaikan. Aset kripto masih menyimpan sejumlah risiko, antara lain risiko volatilitas harga yang tinggi, potensi penipuan, serta kemungkinan penyalahgunaan untuk aktivitas ilegal seperti pencucian uang dan pendanaan terorisme.
"Di sisi lain kami menyadari di samping potensinya tentu ada potensi risiko-risiko seperti risiko volatilitas, adanya potensi penggunaan aset kripto untuk tindak penipuan atau untuk berbagai tujuan ilegal lainnya," pungkasnya.
