Perlambatan ETF Bitcoin Bukan Awal Mimpi Buruk Aset Kripto

Mata uang kripto terbesar di dunia Bitcoin (BTC) berada dalam kisaran harga yang terbatas, tanpa adanya momentum yang jelas di kedua sisi setelah halving.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 02 Mei 2024, 06:00 WIB
Diterbitkan 02 Mei 2024, 06:00 WIB
Bitcoin - Image by MichaelWuensch from Pixabay
Biaya jaringan Bitcoin telah kembali normal pada 10% pendapatan penambang yang melonjak pasca halving, tambah laporan Berstein. (Bitcoin - Image by MichaelWuensch from Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan manajemen kekayaan asal AS, Bernstein melihat perlambatan arus masuk dana yang diperdagangkan di bursa ETF Bitcoin merupakan jeda jangka pendek sebelum ETF menjadi lebih terintegrasi dengan platform bank swasta, dan bukan awal dari tren yang mengkhawatirkan.

Mengutip Coindesk, Kamis (2/5/2024) Broker tersebut mencatat bahwa mata uang kripto terbesar di dunia BTC berada dalam kisaran harga yang terbatas, tanpa adanya momentum yang jelas di kedua sisi setelah halving.

"Ada waktu yang tepat untuk menjadikan bitcoin sebagai rekomendasi alokasi portofolio yang dapat diterima dan platform yang menetapkan kerangka kepatuhan untuk menjual produk ETF Bitcoin," tulis analis Bernstein, Gautam Chhugani dan Mahika Sapra dalam laporan penelitian.

Bernstein mengatakan ekspektasinya terhadap siklus Bitcoin tertinggi pada tahun 2025 sebesar USD 150,000 tetap sama, karena arus masuk permintaan ETF yang belum pernah terjadi sebelumnya semakin memperkuat keyakinan mereka.

Broker tersebut juga mengatakan, siklus penambangan Bitcoin tetap sehat setelah halving, dengan para pemain terkemuka terus mengkonsolidasikan pangsa pasar.

Biaya jaringan Bitcoin telah kembali normal pada 10% pendapatan penambang yang melonjak pasca halving, tambah laporan Berstein.

Halving reward empat tahunan terjadi awal bulan ini dan memperlambat laju pertumbuhan pasokan Bitcoin.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

Investor Tarik Dana Besar-besaran dari ETF Bitcoin Spot, Ada Apa?

Ilustrasi aset kripto Bitcoin. (Foto By AI)
Ilustrasi aset kripto Bitcoin. (Foto By AI)

 Setelah arus masuk terus menerus selama berbulan-bulan, lonjakan uang tunai yang mengalir ke dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) Bitcoin telah terhenti. 

Dilansir dari Yahoo Finance, Selasa (30/4/2024), menurut data dari perusahaan investasi Farside Investors yang berbasis di London, investor menarik hampir USD 218 juta atau setara Rp 3,5 triliun (asumsi kurs Rp 16.238 per dolar AS) dari produk ETF Bitcoin Spot sepanjang akhir pekan hingga Senin, 29 April 2024.

Arus kas keluar yang signifikan ini bertepatan dengan laporan penting perekonomian federal yang menunjukkan perekonomian Amerika mengalami pertumbuhan lebih lambat dari yang diperkirakan pada kuartal pertama. 

Akibatnya, kecil kemungkinannya Federal Reserve akan menurunkan suku bunga dalam waktu dekat, menyusul kenaikan suku bunga baru-baru ini untuk memerangi inflasi. 

Suku bunga yang tinggi bukan pertanda baik bagi aset berisiko seperti Bitcoin, karena investor lebih suka menempatkan dana mereka pada peluang investasi dengan imbal hasil tinggi dan stabil.

 

Komisi Sekuritas dan Bursa AS Setujui 11 ETF Bitcoin

Bitcoin - Image by VIN JD from Pixabay
Bitcoin - Image by VIN JD from Pixabay

Pada bulan Januari, Komisi Sekuritas dan Bursa menyetujui 11 ETF Bitcoin, yang memungkinkan investor mendapatkan eksposur terhadap mata uang kripto dengan membeli saham yang melacak harga Bitcoin melalui akun pialang. 

ETF ini telah mendapatkan popularitas yang luar biasa, dengan sejumlah besar uang mengalir ke produknya segera setelah peluncurannya.

Namun setelah periode inflow terus menerus selama 71 hari, tidak ada dana baru yang masuk ke IBIT kemarin. Selain itu, ETF Grayscale mengalami kerugian sebesar USD 139,3 juta atau setara Rp 2,2 triliun, sementara dana Fidelity (FBTC) mengalami arus keluar sebesar USD 23 juta atau setara Rp 373,2 miliar, menandai penurunan aset pertama sejak diluncurkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya