Paparan BPA dapat Picu ADHD pada Anak?

Dokter spesialis anak, anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Irfan Dzakir Nugroho menyampaikan bahwa Bisphenol-A (BPA) dapat menjadi penyebab terjadinya attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) pada anak.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 15 Okt 2021, 10:00 WIB
Diterbitkan 15 Okt 2021, 10:00 WIB
Ilustrasi ADHD
Ilustrasi ADHD Foto oleh Tara Winstead dari Pexels

Liputan6.com, Jakarta Dokter spesialis anak, anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Irfan Dzakir Nugroho menyampaikan bahwa Bisphenol-A (BPA) dapat menjadi penyebab terjadinya attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) pada anak.

Menurutnya, ada hubungan yang kuat antara paparan BPA dan gangguan perilaku manusia, terutama pada anak-anak.

“Paparan BPA sejak masa kehamilan dapat menyebabkan ADHD, umumnya gejala akan terlihat ketika anak berumur 3 tahun,” ujar Irfan dalam kata Irfan dalam konferensi pers Centre for Public Policy Studies (CPPS), Rabu (13/10/2021).

BPA ini menyerupai estrogen dalam tubuh, sehingga mengganggu perkembangan organ seksual pada anak-anak, katanya.

Ia menambahkan bahwa upaya preventif yang dapat dilakukan adalah dengan menghindari penggunaan produk mengandung BPA dan memberikan ASI secara langsung, mengurangi konsumsi makanan pada kemasan plastik, dan tidak memanaskan makanan dalam kemasan plastik di microwave.

Menanggapi pertanyaan tentang ambang batas BPA, Irfan merasa perlu adanya evaluasi dan revisi dari batas aman yang ada saat ini.

Toksisitas BPA

BPA merupakan kandungan berbahaya yang memiliki risiko jangka panjang yang tidak boleh digunakan dalam kemasan pangan (makanan dan minuman), lanjut Irfan.

Pangan ini terutama yang dikonsumsi oleh ibu hamil, ibu menyusui, dan balita. BPA dapat terkandung dalam botol plastik atau kaleng makanan.

Toksisitas BPA telah menjadi perhatian, terutama di negara-negara Eropa dan Amerika.

“Toksisitas BPA menimbulkan berbagai penyakit, efeknya sangat luas di berbagai kelompok. Sudah banyak studi yang membuktikan hal tersebut, dan untuk mencegahnya dibutuhkan regulasi preventif yang menjauhkan masyarakat dari bahaya BPA.”

Ia menambahkan, BPA ada di seluruh bagian tubuh dan sudah banyak studi membuktikan bahwa bahaya BPA terkait dengan gangguan hormonal, kanker, penyakit saraf dan obesitas.

Mudah Masuk ke Rantai Makanan

BPA dapat dengan mudah masuk ke dalam rantai makanan sehingga penelitian menemukan kandungan BPA dalam urin, darah, termasuk darah ibu hamil, tali pusat, dan air susu ibu (ASI).

“BPA ditemukan dalam hampir semua anggota tubuh seperti saliva, serum, urin, cairan ketuban, darah tali pusat, kuku, rambut, kulit, payudara, dan lapisan adiposa,” kata Irfan.

Ketua Umum Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Nia Umar menambahkan, walau ASI mengandung BPA, tapi para ibu disarankan untuk memberikan ASI secara langsung kepada bayi atau tidak melalui botol dot.

“Memang dalam ASI sudah ada kandungan BPA tapi bukan berarti ibu tidak memberi ASI pada anak. ASI adalah pemberian makan terbaik bagi bayi, jika menggunakan susu formula, maka BPA-nya ganda.”

Mengingat BPA ada dalam ASI, maka janin dan bayi yang tidak mengonsumsi susu formula pun dapat terpapar dari ibu yang sebelumnya sudah mengonsumsi berbagai pangan dalam kemasan ber-BPA.

 

Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta

Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta
Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya