Liputan6.com, Jakarta Jill D. Griffin adalah seorang pekerja kantoran asal Amerika Serikat yang menyandang disabilitas berupa gangguan vestibular atau gangguan keseimbangan setelah mengalami cedera.
Pada 2002, ia melakukan perjalanan ke Australia dan menghabiskan waktu berwisata di alam. Namun, ketika ia berjalan di sungai dengan air dangkal ia terjatuh dan kepalanya terbentur keras.
Baca Juga
Saat itu ia kebingungan tapi masih merasa kondisinya dapat terkendali sehingga menolak tawaran pertolongan medis. Di sisi lain, biaya medis yang mahal menjadi pertimbangan berikutnya.
Advertisement
Setelah pulang ke Amerika, Jill mulai merasakan berbagai gejala vestibular. Salah satunya saat perjalanan bisnis menggunakan kapal pesiar, ia merasa ada yang tidak beres dan tubuhnya sempoyongan layaknya orang mabuk.
Simak Video Berikut Ini
Menutupi Kondisi
Berbagai getaran seperti kereta api di New York dan suara lalu lintas lain seringkali memicu gangguan vestibular yang ia miliki.
Kondisi ini bahkan memaksanya merogoh kocek besar untuk konsultasi ke dokter. Namun, Jill tidak ingin memberitahukan kondisi tersebut pada pihak kantor.
“Yang saya pikirkan saat itu, jika mereka tahu maka saya akan dianggap tidak mampu bekerja,” katanya mengutip Huffpost.com, Kamis (17/2/2022).
Perempuan yang juga pembawa acara podcast The Career Refresh memutuskan untuk menutupi keadaannya selama enam tahun.
“Selama enam tahun, saya tidak memberi tahu siapapun di tempat kerja, termasuk HR. Seiring berjalannya waktu, saya kadang-kadang membuka diri terhadap bos yang saya lihat sebagai teman.”
“Mereka tidak benar-benar mendengarkan saya atau pengakuan saya dipandang sebagai ketidaknyamanan atau masalah pribadi seperti menstruasi. Jadi, saya berhenti berbicara.”
Menurut Harvard Business Review, kebanyakan orang dengan disabilitas yang tidak terlihat memilih untuk tidak mengungkapkannya kepada manajer mereka karena takut dianggap kurang mampu dan kemajuan karier mereka terhenti.
Advertisement
Memahami Kondisi dan Muali Terbuka
Guna memahami kondisinya, ia membaca setiap buku, forum web, dan majalah tentang kesehatan otak. Belajar tentang gangguan vestibular dan mengakses kosakata untuk menggambarkan kondisinya.
Ia pun mencari apa saja yang dapat memicu gangguan vestibular sehingga perlu dihindari. Dengan pengetahuan ini, Jill berusaha membuat lingkungan kerja yang lebih ramah baginya.
“Saya hanya akan bertanya kepada orang-orang apakah mereka bisa berhenti mengayunkan tubuh mereka sehingga kami bisa menyelesaikan percakapan kami.”
“Atau saya akan meminta mereka untuk berhenti menggoyangkan kaki mereka, yang menggetarkan lantai. Atau untuk berhenti menggebrak meja ruang konferensi ketika mereka ingin menyampaikan maksud mereka.”
Jill menjelaskan bahwa tindakan ini menciptakan getaran yang memicu gangguan vestibular. Walau tidak mudah bagi orang untuk memahami atau mengingatnya, tapi ini cukup berhasil.
“Alih-alih hidup dalam persembunyian selama enam tahun, mungkin saya perlu satu tahun untuk menerima disabilitas saya. Alih-alih hidup dengan rasa malu dan bersalah, mungkin saya akan mengalami pengalaman yang lebih inklusif.”
“Saya sering menggambarkan cedera kepala saya sebagai hadiah. Saya telah meningkatkan empati, saya memiliki lebih banyak kasih sayang, saya mencari keragaman dan inklusi di semua ruang, dan saya memiliki pandangan hidup yang benar-benar positif,” kata Jill.
Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta
Advertisement