Larangan Stigma Negatif dan Diskriminasi terhadap Penyandang Disabilitas dalam Agama Islam

Stigma negatif dan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas merupakan hal yang perlu dihindari. Islam pun melarang umatnya untuk melakukan diskriminasi pada orang berkebutuhan khusus dan di mata Allah, setiap orang dinilai sama. Yang membedakan adalah ketakwaannya.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 14 Apr 2023, 16:00 WIB
Diterbitkan 14 Apr 2023, 16:00 WIB
tunanetra
Penyandang disabilitas netra jalankan ibadah di Masjid Istiqlal Jakarta. Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Liputan6.com, Jakarta Stigma negatif dan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas merupakan hal yang perlu dihindari. Islam pun melarang umatnya untuk melakukan diskriminasi pada orang berkebutuhan khusus dan di mata Allah, setiap orang dinilai sama. Yang membedakan adalah ketakwaannya.

Dalam perspektif Islam, penyandang disabilitas identik dengan istilah dzawil âhât, dzawil ihtiyaj al-khasṣah atau dzawil a’zâr atau orang-orang yang mempunyai keterbatasan, berkebutuhan khusus, atau mempunyai uzur.

Kebutuhan khusus yang dimiliki penyandang disabilitas bukan berarti mereka harus dikucilkan. Sejatinya, mereka mempunyai hak yang sama untuk bermasyarakat dan bergaul dengan semua orang. Apalagi bila dilihat dari sudut pandang Islam, manusia yang paling mulia di hadapan Allah adalah yang paling bertakwa, seperti ditegaskan dalam firman-Nya:

يَآأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ.

Artinya: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS. Al-Ḥujurât/49: 13).  

Dalam hadist Nabi Muhammad SAW juga ditegaskan:

 إِنَّ الله لا يَنْظُرُ إِلى أَجْسامِكْم، وَلا إِلى صُوَرِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَشَارَ بِأَصَابِعِهِ إِلَى صَدْرِهِ (رواه مسلم)

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh dan rupa kamu sekalian, tetapi Allah melihat kepada hati kamu sekalian Rasulullah menunjuk ke dadanya” (HR. Muslim).

Dengan kata lain, disabilitas maupun non difabel sama saja, yang membedakan adalah hatinya. 

Sebar Pandangan Positif Soal Disabilitas

tunanetra
Penyandang disabilitas netra jalankan ibadah di Masjid Istiqlal Jakarta. Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Oleh sebab itu, stigma terhadap penyandang disabilitas harus segera dihentikan. Zaman dulu, penyandang disabilitas dianggap sebagai orang yang terkutuk dan kini stigma tersebut sudah tidak relevan meski masih ada di beberapa pelosok daerah.

“Sebaliknya kita perlu menyebarkan pandangan yang positif, yang membuka wawasan masyarakat agar mau menumbuhkan penghormatan dan empati terhadap penyandang disabilitas. Dalam hal ini, kita harus menghindari prasangka buruk (su’udh dhann) kepada penyandang disabilitas,” seperti ditulis dalam buku Fiqih Penguatan Penyandang Disabilitas melansir NU Online, Jumat (14/4/2023).

Allah SWT berfirman:

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ.

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, hindarilah banyak prasangka, karena sesungguhnya sebagian dari prasangka itu dosa." (QS. Al-Ḥujurât/49: 12).

Jauhkan Diri dari Prasangka Buruk Soal Disabilitas

tunanetra
Penyandang disabilitas netra jalankan ibadah membaca Al-Quran Braille di Masjid Istiqlal Jakarta. Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah, Nabi Muhammad SAW bersabda:

 إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ (متفق عليه)

Artinya: “Jauhkan dirimu dari prasangka, karena prasangka adalah perkataan yang paling bohong” (HR.Bukhari Muslim).

Bahkan, terhadap orang yang jelas menyimpang sekali pun, caci maki tidak boleh dilakukan. Dalam menafsirkan firman Allah SWT, Syaikh Ibn Zaid berkata:

 لاَ يَسْخَرْ مَنْ سَتَرَ اللهُ عَلَيْهِ ذُنُوْبَهُ مِمَنْ كَشَفَهُ اللهُ، فَلَعَلَّ إِظْهَارُ ذُنُوْبِهِ فِي الدُّنْيَا خَيْرٌ لَهُ فِي اْلآخِرَةِ.

Artinya: “Janganlah orang yang telah ditutupi dosanya oleh Allah SWT mengolok-olok orang yang telah dibuka dosanya oleh Allah SWT. Boleh jadi terbukanya dosanya di dunia lebih baik baginya daripada terbuka dosanya di akhirat,” (Al-Qurthubi, Al-Jami` li Ahkami Al-Quran, Tahqiq Hisyam Samir Al-Bukhori, [Rayadh: Dar `Alami Al-Kutub, 1423 H/ 2003 M], vol. XVI, hal. 325).  

Bukti Penghormatan Islam pada Manusia

tunanetra
Penyandang disabilitas netra jalankan ibadah membaca Al-Quran Braille di Masjid Istiqlal Jakarta. Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Nabi Muhammad SAW juga menegaskan:

 مَنْ عَيَّرَ أَخَاهُ بِذَنْبٍ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَعْمَلَهُ (أخرجه الترمذي)

Artinya: “Barang siapa yang mencerca saudaranya sebab suatu dosa, maka dia tidak akan mati kecuali mengamalkan dosa tersebut (HR. Tirmidzi).  

“Bila kepada yang berdosa saja kita dilarang merendahkan, apalagi kepada orang-orang yang sekadar berbeda kemampuan secara fisik (disabilitas).”

Hal ini menunjukkan penghormatan Islam yang tinggi terhadap manusia tanpa memandang dari segi keanekaragaman kemampuan atau keterbatasan fisik. Setiap manusia pada dasarnya setara, dan memiliki hak-hak yang setara. Standar kemuliaan dalam Islam adalah ketakwaan, bukan kemampuan fisik atau mental. 

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas
Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya