Inspiratif, Siswi SLB Semarang Gaungkan Kesadaran soal Ancaman Kejahatan Online bagi Difabel

Bagi Shelda, internet pernah menjadi tempatnya untuk mencari berbagai informasi dan terhubung dengan rekan-rekannya. Namun, satu peristiwa mengubah segalanya.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori Diperbarui 25 Mar 2025, 14:00 WIB
Diterbitkan 25 Mar 2025, 14:00 WIB
Inspiratif, Siswi SLB Semarang Gaungkan Kesadaran soal Ancaman Kejahatan Online bagi Difabel
Inspiratif, Siswi SLB Semarang Gaungkan Kesadaran soal Ancaman Kejahatan Online bagi Difabel. Foto: Unicef Indonesia.... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Penyandang disabilitas termasuk Tuli kerap mencari informasi lewat Internet. Sayangnya, ancaman serius turut mengintai di ruang-ruang digital, termasuk risiko yang mengkhawatirkan seperti eksploitasi dan pelecehan seksual dalam jaringan (daring).

Seperti yang dialami oleh penyandang disabilitas rungu, Shelda. Bagi gadis 18 tahun ini, internet pernah menjadi tempatnya untuk mencari berbagai jawaban dan untuk terhubung dengan banyak orang. Namun, satu peristiwa mengubah segalanya.

Suatu hari, ketika Shelda sedang bersenang-senang di media sosial, seseorang yang asing mengiriminya DM (direct message/pesan langsung).

"Awalnya, dia ramah. Tapi tiba-tiba, dia mulai meminta foto dan alamat saya. Saya tidak tahu harus berbuat apa," kata Shelda mengutip laman UNICEF Indonesia, Selasa (25/3/2025).

Saat itulah Shelda menyadari, internet tidak selalu merupakan ruang yang aman.

Atas kejadian itu, gadis asal Semarang, Jawa Tengah ini belajar bahwa dia bukan satu-satunya, banyak orang lain telah menghadapi bahaya serupa.

"Salah satu teman saya menerima konten yang tidak pantas secara online. Dia merasa sangat tidak nyaman, tetapi tidak tahu harus berbuat apa. Bahkan dia pada akhirnya melukai dirinya sendiri karena merasa sangat kewalahan," kata Shelda.

Banyak anak muda pengguna internet di Indonesia yang kurang sadar akan risiko online. Sehingga mereka menjadi sasaran empuk, terutama anak-anak dengan disabilitas yang seringkali memiliki akses terbatas ke pendidikan keamanan online.

 

Promosi 1

2 Persen Anak Indonesia Sudah Jadi Korban Kejahatan Online

Menurut studi Disrupting Harm (2022), sebuah kolaborasi antara UNICEF, ECPAT International, dan INTERPOL, setidaknya dua persen anak-anak berusia 12-17 tahun di Indonesia telah menjadi korban pemaksaan, pemerasan, atau eksploitasi seksual secara online.

Studi ini juga menemukan bahwa 42 persen anak-anak berusia 8-18 tahun merasa tidak nyaman atau takut dengan pengalaman online. Hal yang sama berlaku untuk 24 persen anak-anak dengan disabilitas.

UNICEF mendukung pemerintah, komunitas, dan advokat remaja untuk mencegah risiko ini. Kampanye nasional #JagaBareng (saling peduli) untuk pencegahan eksploitasi dan pelecehan seksual anak secara online telah menjangkau lebih dari 80 juta orang sejak diluncurkan pada tahun 2023, dan melibatkan lebih dari empat juta pengunjung situs web yang mencari informasi tentang cara mengakses layanan terkait.

Pada 2024, UNICEF mendukung pemerintah untuk mengembangkan peta jalan nasional untuk memperkuat perlindungan anak secara online.

 

Kampanye Peningkatan Kesadaran soal Keamanan Online

Di Jawa Tengah, tempat Shelda tinggal, UNICEF dan mitra-mitranya telah melakukan kampanye peningkatan kesadaran tentang keamanan online di sekolah dan komunitas di lima kabupaten.

Shelda belajar lebih banyak melalui kegiatan kampanye yang dilakukan bersama Forum untuk Anak Tuli (Kelompok Interaksi) dan di sekolahnya yang merupakan Sekolah Luar Biasa (SLB).

Berkat intervensi ini, Shelda beralih dari pengguna Internet yang tidak sadar menjadi advokat untuk ruang digital yang lebih aman. Sekarang, dia sedang dalam misi untuk melindungi anak-anak, terutama mereka yang memiliki disabilitas, dari ancaman online.

 

Bantu Teman-Teman Difabel Kenali Ancaman Online

Dengan dukungan dari sekolahnya, Shelda menjadi fasilitator, mengajari anak-anak dengan disabilitas di komunitasnya mengenai cara menavigasi internet dengan aman melalui serangkaian lokakarya.

"Teman-temanku mendukungku, menceritakan bahwa mereka memiliki masalah di internet, dan percaya bahwa aku bisa membantu mereka menemukan solusinya," kata Shelda dengan penuh tekad.

Sesi-sesinya telah membantu rekan-rekannya memahami hak-hak mereka, mengenali ancaman online, dan mengambil tindakan untuk menjaga diri mereka lebih aman.

Advokasi Shelda menjangkau jauh melampaui kampung halamannya. Semangat dan komitmennya membuatnya mendapat tempat di konferensi tingkat menteri global tahun 2024 tentang kekerasan terhadap anak-anak di Bogotá, Kolombia.

"Aku belajar banyak waktu itu dan itu membuatku semakin terinspirasi untuk melindungi teman-temanku dari aspek negatif internet," tutup Shelda.

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas
Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya