Liputan6.com, Jakarta Orang dewasa dengan disabilitas intelektual dan perkembangan lebih mungkin memiliki kolesterol tinggi dibandingkan populasi umum.
Hal ini diungkap dalam penelitian bertajuk Examining Association between Reported High Cholesterol and Risk Factors in Adults with Intellectual and Developmental Disabilities: A Five Year Follow-Up. Diterbitkan oleh American Association on Intellectual and Developmental Disabilities (AAIDD) pada 2021.
Advertisement
Baca Juga
Hal ini disebabkan beberapa faktor, misalnya, dibandingkan dengan populasi umum, obesitas merupakan masalah yang jauh lebih besar di antara orang dewasa dengan disabilitas intelektual. Seperti diketahui, orang obesitas memiliki risiko lebih tinggi mengalami penyakit kolesterol.
Advertisement
Lemak tubuh yang berlebihan dapat menyebabkan tubuh memproduksi lebih banyak kolesterol jahat dan menurunkan kadar kolesterol baik. Ini berkaitan pula dengan peningkatan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
Penyandang disabilitas intelektual dan perkembangan juga mempunyai risiko lebih tinggi terkena diabetes yang disebabkan oleh obesitas, berkurangnya aktivitas fisik, tekanan darah tinggi, dan kekurangan nutrisi.
Tingkat prevalensi diabetes pada penyandang disabilitas intelektual dan perkembangan bervariasi. Penelitian menunjukkan tingkat kejadiannya antara 0,4 persen hingga 25 persen.
“Menurut de Winter dkk (2015), 12,5 persen lansia dengan disabilitas intelektual dan perkembangan menyandang diabetes dibandingkan dengan 9,1 persen orang pada populasi umum,” mengutip laman AAIDD, Sabtu (1/2/2025).
Dalam penelitian lain pada 2011, dilaporkan 18,5 persen penyandang disabilitas intelektual mengidap diabetes dibandingkan dengan 3,7 persen populasi umum.
Meskipun angkanya berbeda, penelitian secara keseluruhan menunjukkan bahwa penyandang autisme dan Down syndrome memiliki prevalensi diabetes lebih besar dibandingkan populasi umum.
Layanan Kesehatan Inklusi bagi Penyandang Disabilitas
Ancaman kolesterol, diabetes, dan berbagai penyakit lain membuat penyandang disabilitas harus mendapat layanan kesehatan yang setara seperti yang didapat pasien non-disabilitas.
Guna menciptakan layanan kesehatan inklusif, Komisi Nasional Disabilitas (KND), Kementerian Kesehatan, Clinton Health Initiative, dan Pusat Rehabilitasi YAKKUM menjalin kerja sama mulai 2023.
Ini merupakan kali pertama pihak-pihak tersebut mengadakan Pertemuan Nasional Koordinasi dan membicarakan soal strategi kolaborasi penguatan kesehatan inklusi disabilitas.
Pihak-pihak itu membahas, kurang lebih 2,7 juta orang penyandang disabilitas di Indonesia mengalami hambatan dalam mengakses pelayanan kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan yang ramah disabilitas masih belum merata, dan masih banyak tenaga kesehatan serta pegawai yang kurang memahami tipe-tipe disabilitas dan kebutuhan yang sesuai.
Advertisement
Bangun Pemahaman Bersama tentang Inklusi Disabilitas
Angka ini mencerminkan sejumlah besar masyarakat yang masih berjuang untuk mendapatkan hak-hak kesehatan mereka dengan layak.
“Oleh karena itu, dibutuhkan komitmen bersama dan penguatan sinergitas mekanisme koordinasi antara pemerintah dan semua pihak yang terlibat, untuk membangun pemahaman bersama terkait inklusi penyandang disabilitas,” mengutip keterangan resmi Kemenkes, Kamis (28/12/2023).
Diskusi pun digelar antara Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono dan dihadiri Ketua KND Dante Rigmalia pada 7 November 2023 di Jakarta.
Dialog ini menjadi momentum yang tepat untuk bersama-sama membicarakan soal inklusi kesehatan bagi difabel. Dialog dilakukan dalam kerangka kebijakan yang menjamin dan mendorong sekaligus memfasilitasi unsur-unsur pembentuk layanan kesehatan inklusif.
8 Hak Penyandang Disabilitas dalam Aspek Kesehatan
Layanan kesehatan inklusif menjadi kebutuhan dasar bagi penyandang disabilitas untuk mendapatkan mutu layanan kesehatan lebih baik.
Dari pertemuan ini didapatkan berbagai peluang kerja sama dan rencana kerja bersama untuk mencapai pelayanan kesehatan yang inklusif bagi penyandang disabilitas.
Dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang atau RUU Kesehatan sebelum disahkan menjadi UU Kesehatan, penyandang disabilitas memiliki delapan hak yakni:
- Hak informasi dan komunikasi dalam pelayanan kesehatan;
- Kesamaan dan kesempatan akses atas sumber daya di bidang kesehatan;
- Penyandang disabilitas juga memiliki hal kesamaan dan kesempatan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau;
- Kesamaan dan kesempatan secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya;
- Alat bantu kesehatan berdasarkan kebutuhannya;
- Obat yang bermutu dengan efek samping yang rendah;
- Pelindungan dari upaya percobaan medis;
- Pelindungan dalam penelitian dan pengembangan.
Advertisement